Keluarga Afraz datang ke kantor KUA diiringi perasaan kalut luar biasa. Mereka melihat sosok yang di kenal mendapat sidang. Rasa malu dan kecewa melingkupi hati Zainal dan Aisyah. Bagaimana bisa anak kebanggaan mereka melakukan tindakan hina?
"Afraz!" panggil Zainal dengan intonasi dingin.
Afraz berjalan menuju Ayah dan Ibu serta Kakak dan Adik. Dia menggeleng mencari pembelaan. Ia langsung menggenggam tangan Ibunya penuh harap. Afraz ingin Ibunya tahu betapa terpuruk dirinya.
Aisyah menangis tergugu melihat Afraz sangat menyedihkan. Dia balas menggenggam tangan besar anaknya. Ia memberikan usapan di punggung tangan Putranya. Aisyah berharap Afraz bertahan serta mampu menjalani semua ini.
"Ummi, Abah ... demi Allah, saya tidak melakukan zina. Memang kami satu ruangan, tetapi tidak pernah melakukan tindakan hina. Tolong percaya, Afraz tidak mungkin melakukan itu di kala Ning Akifah menjadi tunangan saya. Saya bersumpah kami tidak melakukan apa pun!"
Aisyah paham betul serta percaya pada Putra ketiga tidak mungkin berbuat maksiat. Dengan sayang dia usap pipi Afraz agar tenang. Sungguh Aisyah begitu tertekan akan masalah Afraz.
Afraz menatap Aisyah penuh harap. Kemudian menatap Ayahnya memohon bantuan. Dia berharap Abahnya mampu mencari jalan keluar. Ia begitu bosan akan perdebatan konyol. Afraz begitu sebal mendengar perkataan sinis para dewan kampus IAIN.
"Abah, katakan pada mereka. Saya dan Mbak Cyra tidak melakukan perbuatan maksiat. Kami sama-sama korban!"
Zainal memejamkan mata mendengar pembelaan Afraz. Dia sangat tahu itu perkataan jujur. Namun, untuk situasi sekarang begitu genting. Zainal hanya bisa menepuk bahu lebar Afraz guna memberi dukungan.
Aisyah melihat gadis mungil menunduk sembari menangis. Bahkan gadis itu memakai jas milik Afraz. Ya Allah sebenarnya bagaimana kronologi kejadian itu? Aisyah yakin Putranya tidak melakukan kesalahan fatal.
"Tunggu, kenapa Mbak itu pakai jasmu, Le?" tanya Fatimah.
"Karena dia kedinginan. Udara sangat dingin dan Afraz meminjamkan jas agar Mbak Cyra lebih rileks. Sungguh kami terkurung tanpa melakukan apa pun."
"Alasan, semua harus di bayar dengan adil. Kalian sudah mencoreng nama baik universitas. Jangan pernah mengelak selagi banyak sakai!" geram Dekan IAIN tanpa peduli apa pun.
Zainal terdiam tanpa respons. Orang di depannya begitu sombong dan mungkin Afraz melakukan kesalahan dengan memanggil warga. Kalau begini Zainal hanya bisa berdoa semoga ada keajaiban datang menolong Afraz.
Cyra hanya terdiam dengan derai air mata. Dia tidak sanggup membela diri agar menjadi baik. Namanya sudah tercoreng buruk begitu pun dengan Afraz. Sekeras apa pun berusaha suara mereka tidak akan di dengar. Rasanya sangat sakit ingin berteriak pada mereka.
20 menit kemudian, keluarga Cyra datang. Khatijah berlari menghampiri Putrinya dan memberikan dukungan. Mereka sangat yakin Cyra tidak mungkin melakukan itu. Khatijah terus mengatakan ada kami jangan takut. Mereka terus mendukung Putrinya agar semangat.
Cyra mendekap tubuh Ibunya erat. Dia meluapkan emosi dengan isak tangis. Ia sangat takut mendapat cacian mereka. Sungguh dia tidak sanggup melihat depan jika dunia sudah mengurung dirinya. Cyra butuh ketenangan dari Ibunya.
"Nduk, yang sabar."
"Ibu," tangis Cyra mengeras.
Umar mendekat ke arah Istri dan Putranya. Dengan sayang mengusap kepala Cyra agar tenang. Bagaimana bisa Cyra mampu melakukan zina, jikalau tidak pernah berdekatan dengan pria.
Cyra langsung merengkuh Umar sembari menangis memilukan. Dia sangat takut Ayahnya kecewa padanya. Ia sudah membuat kesalahan sehingga kedua orang tuanya harus di panggil. Cyra takut Ayahnya marah besar padanya.
"Pak, Nur tidak melakukan apa pun. Kemarin Nur dapat memo suruh mengerjakan tugas dari Pak Hendra. Nur ke perpustakaan untuk mengambil buku. Tetapi, saat mau keluar pintu terkunci. Kami terkurung sampai pagi. Demi Allah, kami tidak melakukan apa pun. Tolong katakan pada mereka agar percaya."
"Nduk," lirih Khatijah. Walau semua jelas namun tidak akan menyelesaikan masalah.
"Tolong," lirih Cyra tidak sanggup melihat duka kedua orang tuanya.
"Saya menolak keras Putri saya menikah. Dia belum cukup umur dan ingat, semua ini jebakan. Apa pikiran kalian tumpul sehingga tidak berfungsi? Mendengar penjelasan mereka sudah pasti tahu semua ini jebakan untuk menghancurkan nama baik mereka. Jangan pernah memaksa Putriku menikah!"
Seru Umar penuh ketegasan. Dia orang tua yang sangat penyayang. Otak genius yang mampu memecahkan masalah sulit di turun sempurna oleh anak-anaknya. Memang Umar sangat tegas dan membela keadilan.
Zainal tersenyum mendengar seruan pria paruh baya itu. Tidak berubah dan malah semakin tegas nan tajam. Zainal akui pria paruh baya itu begitu dingin waktu muda. Kini ia bertemu kembali untuk yang kedua kalinya.
"Lancang sekali Anda berbicara. Ingat semua jelas Putri Anda mencoreng nama baik universitas IAIN. Jangan lupakan dia bahkan berjalan aneh seperti melakukan hubungan intim. Anda harusnya malu punya Putri seperti, Cyra!" bentak Dekan bernama Warabrata.
"Nduk, katakan kenapa kamu berjalan begitu?"
"Mbak Cyra jatuh dari kursi, Buk. Saat itu dia mengambil buku dan karena guntur dia kaget dan berakhir jatuh," jawab Afraz.
Mendengar jawaban Afraz, Umar dan Khatijah panik. Mereka langsung memeriksa apa Putrinya baik-baik saja atau tidak. Mereka menelisik penampilan Putrinya sedikit berantakan. Semoga saja putri mereka baik-baik saja. Umar dan Khatijah menatap kaki Cyra sedikit bengkak. Ya Allah anaknya pasti ketakutan.
"Nduk, ya Allah." Khatijah langsung menangis. Mereka begitu sedih jika ingat tadi malam hujan deras di sertai halilintar dan guntur.
Putri keempat mereka begitu trauma akan semua itu. Umar sampai bergetar membayangkan Cyra nyaris tidak tertolong akibat traumanya.
Khatijah merengkuh Cyra sembari menciumi puncak kepala anaknya. Dia begitu khawatir akan keadaan anaknya. Apa bisa calon menantu menjaga Cyra? Khatijah berharap putri mereka bahagia bersama Afraz.
"Nduk, kamu baik-baik saja? Ya Allah," lirih Umar ketara sekali sangat panik.
"Aku baik, jangan khawatir."
"Bagaimana kami tidak khawatir jika tra ...."
"Ibu, tolong jangan di sini."
"Maaf, apa kamu sudah makan? Ayo kita pulang tidak usah meneruskan belajar. Kami akan sekolahkan Nduk di Universitas lain!" tegas Umar.
"Tidak, Nur bukan gadis lemah yang lari dari masalah. Jangan khawatir kumohon, Nur pasti bisa."
"Tapi, Nduk ...."
"Percaya!"
"Tidak ada drama, ayo kalian menikah dan kalian di skor selama 1 bulan!" seru Warabrata.
Kini Afraz dan Cyra hanya bisa menerima takdir. Mereka tidak habis pikir pada pikiran semua orang. Bukanya mereka jelas terkunci dari luar. Tetapi, kenapa bisa menuduh sehina itu? Afraz begitu kalut begitu pun dengan Cyra.
Dua manusia beda gender di satukan oleh takdir. Afraz dan Cyra bersatu dalam ikatan pernikahan suci. Namun, keduanya menikah terpaksa tidak dikehendaki. Semuanya begitu membelenggu membuat Afraz dan Cyra frustrasi.
***
Fatimah membawa seperangkat alat Shalat dan Afraz membawa uang tunai 500 ribu. Dengan ini mahar untuk pernikahan tanpa dikehendaki bisa dilangsungkan. Semua terasa kelam tanpa pelangi di wajah rupawan Afraz.
Afraz akhirnya setuju menikahi Cyra, begitu pun dengan Cyra. Mereka menikah di saksikan para petinggi kampus dan keluarga masing-masing. Baik Afraz atau pun Cyra begitu tegang akan pernikahan tanpa dikehendaki.
Saat semua mengatakan sah, air mata Cyra langsung banjir tanpa kecuali. Dia tidak mampu menahan air mata kesakitan sekaligus haru. Ini pernikahan paling di impikan olehnya. Namun, bukan pernikahan terpaksa yang diinginkan Cyra.
Afraz terpaku akan semua yang terjadi. Dia harus menikah dengan gadis stalker dan merelakan tunangannya pergi. Kini masa kelam akan menghantui dirinya. Bisakah Afraz menerima takdir Allah yang ditulis untuknya?
Sekarang mereka sudah sah menjadi Suami dan Istri. Kini Afraz harus melepas Akifah dan menerima Cyra. Apa mampu seperti itu jika dirinya menolak? Afraz tidak sanggup bertahan jika berakhir begitu mengenaskan.
Cyra menangis tersedu mengamini doa Kiai. Masa remaja terlenggut oleh kesalahan fatal dan kini hidupnya harus mengabdi pada Afraz. Memang dia sangat mencintai Gus Afraz, tetapi masa depan masih panjang. Kini segalanya terlenggut dengan kepiluan. Kini Cyra hanya bisa menangis menerima kenyataan dengan lapang dada.
Cyra bermimpi menikah di usia 23 tahun. Selama itu dia ingin bekerja untuk membahagiakan kedua orang tuanya. Meraih gelar dan bekerja di kantor sembari mengajar mengaji. Kini semua pupus di kala umur baru masuk 18 sudah menikah. Cyra harus merelakan segala impian karena sebuah kesalahan besar.
Afraz hanya mampu menyetujui tanpa tahu arah tujuan. Mungkin selamanya dia akan mengajak Cyra tinggal di apartemen. Afraz akan belajar menjadi Suami yang baik walau rasanya begitu berat.
Semua sudah di tulis walau dengan cara menyedihkan. Cyra terjebak dan Afraz terdampar. Akankah kebahagiaan menyertai Cyra yang notabene sangat mencintai, Afraz? Lalu bagaimana dengan Afraz yang sangat dingin tanpa peduli sekitar?
Bisakah mereka menjalani bahtera rumah tangga yang tidak diinginkan?