Afraz tertidur di bangku sedangkan Cyra di matras. Dua insan tidak tahu takdir akan segera mengikat mereka. Baik Afraz dan Cyra sama-sama lelap tanpa tahu sebentar lagi takdir mengikat mereka.
Suara Adzan subuh berkumandang membuat Afraz terbangun begitu pun Cyra. Mereka saling pandang beberapa saat seolah kita harus bagaimana?
"Gus," lirih Cyra. Dia terpaku saat merasa aroma maskulin menguar di tubuhnya. Tunggu ini jas Afraz kenapa bisa menyelimuti tubuhnya?
"Kamu kedinginan makanya aku pinjamkan jasku. Pakailah udara di sini dingin."
Cyra melongo mendengar perkataan Afraz. Ini kali pertama Gus berbicara panjang lebar padanya walau masih datar. Cyra sangat bahagia Afraz sangat baik di balik sikap es itu.
"Tapi, Gus bagaimana?"
"Tidak usah di pikirkan," sahut Afraz.
Cyra akhirnya menurut menggunakan jas hitam milik Afraz. Alhasil tubuh mungil tenggelam seperti orang-orangan di sawah. Panjang jas ini sampai pahanya. Alangkah besar tubuh Afraz membuat Cyra seperti bayi.
Afraz melirik pada Cyra dan menahan senyum geli. Gadis itu sangat lucu menggunakan jasnya. Tubuh mungil gadis kecil itu tenggelam dalam balutan jasnya. Afraz merasa aneh ketika jasnya di pakai Cyra yang terlihat kecil mungil.
"Gus, apa sudah ada orang? Kita butuh bantuan."
"Belum, tunggu saja."
"Ugh," lenguh Cyra merasa sakit pada perutnya. Dia meringis ngilu saat tahu penyakit mag kambuh.
Afraz menatap Cyra khawatir, pasalnya gadis itu meringkuk sembari memegangi perut. Dia berlari menuju jendela agar melihat ada orang lalu lalang untuk jama'ah Shalat subuh.
Afraz tersenyum saat ada segerombolan Bapak dan Ibu lewat hendak ke masjid. Dia membuka jendela cepat lalu berteriak sekeras mungkin. Afraz berharap mereka menyelamatkan dia dan Cyra.
"Tolong ...!!! Hai tolong ...!"
Salah satu dari mereka mendongak saat mendengar teriakan Afraz. Dia melihat sosok di atas tepatnya di gedung universitas lantai 4 sedamg melambai sembari berteriak meminta bantuan. Apa itu hantu kenapa nyata sekali?
Afraz tersenyum bahagia mereka mendengar suaranya. Dengan semangat dia melambai pada mereka. Semoga saja bala bantuan segera datang guna menyelamatkan Cyra.
"Tolong ... Kami terjebak di sini. Tolong ....!!!"
Afraz bernapas lega mereka berusaha masuk gerbang Universitas. Dia buru-buru menghampiri Cyra dan mengatakan semua baik-baik saja. Afraz jadi panik melihat Cyra semakin pucat. Di mana gadis ini menyimpan obat?
"Apa kamu punya sesuatu untuk di makan? Apa kamu punya sakit mag?"
"T--tas," lirih Cyra.
Afraz mencari tas Cyra dan menemukan apa yang di cari. Dengan cepat Afraz mengeluarkan roti isi dan ada obat pereda sakit mag. Syukurlah ada air mineral untuk Cyra jadi bisa makan dan minum obat segera.
"Ini minumlah," perintah Afraz.
Cyra meminum dan makan roti hati-hati. Setelah itu meminum obat yang di berikan Afraz padanya. Cyra tersenyum lebar setelah mendapat asupan. Dia senang sekali Afraz begitu perhatian padanya. Walau tahu pemuda ini hanya iba.
"Kenapa tidak makan jika punya roti? Ingat mag itu sensitif apa lagi jika telat makan."
Afraz tidak habis pikir kenapa Cyra begitu ceroboh akan tindakan. Mag itu berbahaya sehingga tidak sepatutnya menyepelekan itu semua. Jika parah Afraz tidak mungkin memaafkan diri sendiri akan keadaan Cyra yang terkesan bodoh.
Cyra tersenyum ketika sakitnya mulai berangsur menghilang. Perlahan dia mendongak menatap Afraz. Ini waktu paling membahagiakan ketika semalam berdua dengan orang yang dicintai.
"Saya tahu tetapi apa daya semua tidak baik untuk di makan sendiri. Saya hanya punya satu roti, sementara Gus bagaimana?"
Afraz tidak habis pikir kenapa gadis itu begitu baik sampai memikirkan orang lain. Dasar gadis bodoh. Kalau begini Afraz jadi yakin Cyra itu gadis yang naif bodoh tidak mempedulikan kondisi sendiri.
Cyra mendongak menatap mata jelaga Afraz untuk beberapa saat. Dia kembali menunduk dalam menyembunyikan wajah. Ia tidak bisa berkata banyak, pasalnya ini kali pertama dirinya sedekat ini pada pria. Apa lagi pria di depannya adalah Gus yang sangat dicintai.
"Pikirkan kondisi kamu dulu baru orang lain. Aku tidak apa-apa tanpa makanan karena aku juga sering puasa."
"Gus, memikirkan orang lain juga perlu apa lagi berbagi. Saya hanya punya satu tidak sopan rasanya memberikan setengah untuk, Gus. Ibu selalu mengajari anaknya untuk saling berbagi pada orang yang membutuhkan. Bersedekah dan memberi pada orang yang membutuhkan jika mampu. Maaf saya cerewet sekali."
Cyra menunduk dalam menyembunyikan wajah karena lancang berkata begitu. Dia meremas tangan agar menghalau rasa sesal. Cyra takut perkatanya membuat Afraz salah paham atau tersinggung.
Afraz tersenyum mendengar penuturan Cyra. Gadis ini baik sekali walau awal berjumpa sangat membosankan dan terkesan mengesalkan. Jika mengenal lebih jauh ternyata Cyra sosok baik hati. Afraz akui gadis ini memiliki pemikiran yang baik dan naif.
"Iya itu benar, tapi ingat jika kondisi tubuh lemah punya mag jangan gunakan itu. Kamu sakit siapa yang repot? Berbagi itu bagus namun jika kamu punya riwayat penyakit jangan lakukan itu."
Afraz sejatinya sangat bangga akan sikap Cyra. Padahal dirinya lebih parah soal bersedekah atau berbagi. Bahkan dulu saat ada temannya sakit di Kairo dan membutuhkan biaya operasi, Afraz rela memberikan tabungan. Sedekah adalah makanan sehari - hari Afraz.
Sungguh Afraz kagum akan pola pikir Cyra. Gadis yang dia nilai tidak menghargai waktu ternyata sebaik dan tulus. Seulas senyum tipis menguar di bibir tipisnya. Afraz kagum akan pikiran Cyra sederhana, tetapi sangat menyentuh.
Cyra meremas tangan kerena perkataan Afraz. Dia menunduk tanpa mau menjawab. Benar yang di katakan Afraz, namun apa daya sikap tidak tegaan membuat Cyra lupa.
"Boleh saya minta air mineral kamu?"
"He? Jangan, ah itu bekas saya. Gus tidak baik minum bekas orang apa lagi ___"
"Cerewet!"
Afraz mendongak untuk meneguk air mineral sampai sedikit menghilangkan dahaga. Kini tinggal seperempat air di botol. Afraz menutup botol aqua dan menyerahkan pada Cyra.
Cyra terpaku saat Afraz menyerahkan botol aqua. Dia heran kenapa menyisakan air untuknya? Pasti Gus Afraz sedang haus sekali Lalu untuk apa menyisakan untuknya? Kalau begini Cyra merasa tidak enak hati pada Afraz.
"Alhamdulillah," lirih Afraz.
"Gus," lirih Cyra.
"Maaf saya menghabiskan air ini."
"Tidak apa, harusnya Gus tidak menyisakan untuk saya."
"Anda masih haus jadi tidak pantas menghabiskan semuanya. Kita tunggu sebentar lagi ada orang datang."
"Ya Allah, kenapa Gus bicara begitu? Saya sudah melepas dahaga jadi tidak masalah. Gus, apa nanti akan baik-baik saja? Apa nanti orang-orang tidak melakukan tindakan aneh setelah datang menyelamatkan kita?"
"Ada konsekuensi yang harus di bayar."
Cyra maksud perkataan Afraz. Rasa sesal hinggap tatkala ingat kecerobohan dan kesalahan fatal. Semoga konsekuensi dari semuanya tidak terlalu fatal. Cyra berharap semua akan baik-baik saja walau nyatanya tidak seperti itu.
Afraz memijat pangkal hidung terasa berdenyut memikirkan konsekuensi. Bisa di katakan ini nanti akan menjadi awal dari segalanya. Lalu untuk hubungan dengan Akifah akan berakhir setelah keluar dari perpustakaan. Afraz hanya berdoa semoga Allah memberikan Kuasa-Nya agar tidak menyatukan dengan Cyra.
***❤❤❤
Afraz dan Cyra di tarik ke lapangan. Mereka geram akan kelakuan pemuda dan gadis bukan muhrim ini. Rasa malu menyeruak saat warga mengecam kampus yang di isi orang-orang tahu agama Terkhusus Afraz seorang Gus dan Cyra Mbak pondok yang sering mengharumkan nama kampus. Keduanya begitu baik di mata semua orang kini menjadi hina di mata mereka.
Para Dosen yang berangkat pagi dan para penghuni kampus menatap tidak percaya Afraz dan Cyra. Kenapa bisa mereka melakukan zina. Dua orang yang memiliki akhlak baik bertindak tidak senonoh. Karena mereka semua rusak di mata warga.
"Kalian tahu ... Kami sangat malu melihat kelakuan kalian. Bukannya Anda seorang Gus, kenapa bisa berbuat kotor? Lalu kamu, gadis baik-baik yang sering mengharumkan nama kampus sekarang mencoreng nama baik universitas."
Geram Dekan dan dewan Rektor Universitas. Mereka sangat malu karena warga menggerebek Afraz dan Cyra sedang berdekatan dan bermalam di perpustakaan. Bahkan Cyra tampak kucel dengan jalan aneh dan parahnya memakai jas Afraz. Kalau tidak zina mereka melakukan apa?
Nama IAIN tercoreng akibat ulah mereka. Tidak bisa di maafkan saat seorang Gus tahu agama ternyata pria tidak bermoral. Lalu Cyra gadis lugu nan berprestasi ternyata gadis nakal.
Diana, Sintia dan Siti menatap tidak percaya dua orang yang menjadi mangsa. Mereka saling pandang seolah mengatakan kita harus bagaimana? Mereka terdiam seribu bahasa melihat kekacauan yang terjadi. Baik Diana, Sintia dan Siti tidak tahu harus melakukan apa?
"Saya dan Nona Cyra hanya seruangan tanpa melakukan hubungan zina. Kami tahu agama, kenapa melanggar?"
"Alasan, sekarang ikut kami ke KUA atau mau di sini kami melakukan tindakan tidak ter maafkan?"
"Saya sudah bertunangan mana mungkin zina dengan Mahasiswa sendiri. Tolong ini semua salah paham!"
"Gus Afraz yang terhormat, Anda membela diri karena tidak ingin nama tercemar. Anda sangat hina pasalnya lari dari masalah!" seru Dosen Bahasa inggris Efendi.
"Saya dan Nona Cyra terkurung, yakinlah kami ___"
"Lupakan, ayo kita arak ke KUA!"
Afraz dan Cyra di bawa secara paksa tanpa peduli rontaan mereka. Kedua anak Adam ini terus meminta keriangannan. Mereka tidak melakukan apa pun lalu kenapa menajdi menjadi korban? Afraz dan Cyra pada akhirnya pasrah pada takdir ketika mereka semua menghakimi tanpa mempedulikan konsekuensi dari segalanya.