Afraz berjalan ke kelas yang ada di pojok ruangan dengan tampang dingin. Dia hendak mengulang tafsir untuk beberapa pertemuan. Ia tadi di beri tahu Kang pengurus kelas itu di lantai 3 ruangan paling pojok sebelah kanan.
Melihat penampilannya sudah cukup rapi. Zaviyar memakai koko dan sarung lalu pakai kopiah hitam polos. Tubuh tinggi menjulangnya terlihat begitu memesona dengan pakaian khas kang pondok.
Saat pintu terbuka semua Santriwati menganga tidak percaya Gus paling tampan dan dingin masuk ke kelas. Mereka kicep dengan pandangan kagum menatap Afraz. Untuk pertama kalinya bisa melihat Gus Afraz dalam radius sedekat ini.
Afraz berdehem sebentar lalu menatap tajam mereka. Kalau begini akan mudah untuk mengajar. Semoga saja tidak ada yang berulah atau mereka kena imbasnya.
"Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh," salam Afraz.
"Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh," jawab mereka kompak.
"Saya di sini mau mbalah kitab Tafsir untuk sementara. Ustadz Kholil tidak bisa hadir karena sakit. Jadi, mohon bantuannya!" tegas Afraz.
Senyum lebar para Santriwati mengembang sempurna. Para Mbak Imriti dan Alfiyah bersorak senang tanpa sadar. Di ulang Gus ganteng, nikmat mana yang didustakan.
"Diam!" seru Afraz membuat mereka langsung diam.
"Baik, Gus."
"Sampai mana Ustadz Kholil mbalah nya?"
"Dari surah An-nisa ayat 136, Gus!"
Afraz membuka kitabnya dan mencari halaman. Setelah ketemu dia siap-siap mbalah. Dia memberikan salam, lalu pembukaan dan saat membaca Bismillah pintu terbuka. Afraz melirik tajam pada seseorang berani menyela pekerjaannya.
Cyra menunduk dalam sembari memeluk kitab Tafsir. Keringat keluar banyak, pasalnya dia berlari dari asrama ke gedung pojok dan kembali berlari menaiki tangga menuju kelasnya.
"Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Ustadz. Maaf saya terlambat," cicit Cyra.
Afraz seperti kenal gadis pendek yang menunduk dalam. Tunggu jangan bilang gadis ini seorang stalker itu? Saat di lihat lebih jauh ternyata benar ini gadis stalker itu.
"Wa'alaikumssalam Warahmatullahi Wabarakatuh, Mbak," jawab Afraz dan yang lainnya.
Cyra menyengit mendengar suara berat bukan seperti Pak Kholil. Dengan hati-hati dia mendongak menatap siapa gerangan orang di depannya. Cyra menjatuhkan kitab karena terkejut, tetapi bersyukur karena Afraz menangkap kitabnya.
Afraz tambah emosi pada gadis ceroboh ini. Ingin sekali dia mengeluarkan kata-kata tajamnya. Dia menajamkan matanya untuk menusuk Cyra. Afraz paling benci oleh orang tidak menghargai waktu.
Mata besar dengan manik cokelat di bingkai bulu mata lentik memejam sempurna. Sungguh jantungnya berdegup keras bahkan tubuhnya menggigil. Pipi tembam itu merona tanpa mau di sembunyikan.
Afraz menyengit menatap gadis itu menunduk begitu dalam. Apa dia menakutkan? Bukankah gadis ini selalu menatapnya dari jauh.
"Keluar dari kelas saya. Anda dengar, keluar ....!"
Cyra langsung mendongak lagi disertai mata berkaca. Dia memohon agar ikut mengaji karena biaya masuk pesantren tidak murah. Apa jadinya jika orang tuanya tahu dia mengecewakan? Cyra memohon dengan mata berkaca-kaca.
"Saya mohon, Gus. Maaf saya telat masuk kelas."
"Tidak ada maaf ... Apa asrama ke kelas jauh? Apa Anda begitu pintar sampai menggampangkan waktu? Ingat, waktu berharga saya hilang gara-gara, Anda. Sekarang keluar!"
"Maafkan saya, Gus ... maaf saya tidak akan mengulang kesalahan yang sama. Gus, maafkan saya."
"Baiklah, biar saya yang keluar!"
"Jangan, biar saya yang keluar."
Afraz memberikan kitab Tafsir Cyra dan memilih duduk kembali ke bangku Ustadz. Menyebalkan sekali gadis itu sampai ingin Afraz menguap.
Cyra berjalan keluar sembari menunduk sedih. Air mata luruh begitu saja mengingat semuanya. Ia sedih kenapa bisa terlambat untuk pertama bertemu Afraz.
"Ibu, Bapak ... maafkan Cyra sudah membuat kecewa. Andai saja aku tidak menyelesaikan tugas kampus pasti tidak akan begini," lirih Cyra.
***
Cyra masuk kelas bertampang lesu akibat memikirkan emosi Gus Afraz. Dia telah menghancurkan image untuk pertama kali saat bertemu.
"Cyra, nanti ada presentasi," ujar Janah.
"Oh, aku tidak mood belajar," lirih Cyra.
"Kenapa? Ada masalah apa?"
"Aku, pusing," jawab Cyra jujur.
Memang fisik Cyra sangat lemah gambang sakit. Dia menunduk sembari memijat pangkal hidung terasa berdenyut. Ia ingat dirinya begitu lemah dan itu sangat menyebalkan.
Janah dan teman-teman sekelas mengerubungi Cyra. Mereka semua sudah berteman bak saudara. Banyak pria tetapi selalu menjaga adab. Di kelas fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Cyra yang paling muda. Makanya banyak yang menyayangi serta perhatian.
"Ayo ke ruang kesehatan, Cyra," ajak Hendra.
"Tidak usah, Kak."
"Cyra, ayolah lagian nanti kita ke perpustakaan dan ada anak fakultas Syariah."
"He? Kita akan bergabung seruangan dengan fakultas itu?"
Cyra begitu panik, itu artinya akan bertemu kembali dengan Gus Afraz. Dia tidak boleh sakit makanya dengan segera meminum obat lalu meminta roti dan air. Cyra begitu semangat meminum air serta makan roti.
"Cyra," protes mereka.
"Ayolah, ayo kita semangat!"
"Serius, Cyra?"
"Hu'um, aku semangat!"
"Baiklah."
Di perpustakaan, Cyra mengambil tempat duduk paling pojok. Sefakultas Ekonomi dan Bisnis sudah datang, kini tinggal menunggu fakultas Syariah. Tidak lama kemudian yang di tunggu datang.
Terlihat Afraz memasuki perpustakaan dengan tampang datar seperti biasa. Pakaian itu terlihat semi formal dan itu sangat tampan memesona. Dia memakai celana bahan warna hitam dengan atasan kemeja biru muda. Afraz tidak memedulikan tatapan memuja para Mahasiswi. Yang dia inginkan cepat selesai maka semuanya berakhir.
Cyra menunduk dalam tidak berani menatap depan. Wajahnya sudah merona parah akan situasi ini. Jantungnya berdegup kencang melihat Afraz sangat tampan.
"Dik, Cyra," panggil Rohman dari fakultas Syariah.
"Iya, Kak," jawab Cyra lirih.
"Tambah cantik deh. Mau nikah sama Mas, ngga?" goda Rohman sukses mendapat sorakan.
"Hai, Rohman ...! Angga saja yang ganteng di tolak apa lagi kamu. Mengaca, Dik Cyra mana mau dengan kamu!" seru Badar.
Semua tertawa membuat suara gaduh. Dua Dosen merasa geram mendengar suara gaduh mereka. Rasanya dua Dosen ini ingin membuang biang kerok.
"Muhammad Abdul Rohman, keluar!" seru Afraz.
"Tapi, Pak ... Dik Cyra, tolong Mas!"
Cyra tambah mengumpet di belakang Fitri. Dia malu sekali akan tindakan Rohman. Kapan mereka waras sih kan ia jadi di cap buruk?
Afraz kesal berhadapan dengan Rohman, Mahasiswa paling aneh. Ingin sekali melempar buku, tetapi kasihan bukunya. Dari pada di lempar ia peluk erat saja dan baca sampai khatam.
"Baik, Pak."
Mata jelaga Afraz menatap pojok ruangan. Gadis itu lagi, kenapa ia bertemu gadis aneh itu lagi? Baik sepertinya tahu yang namanya Cyra itu populer.
Cyra akhirnya mendongak menatap depan dan untuk beberapa saat mata cokelat bertemu jelaga. Buru-buru dia menunduk dalam menyembunyikan rona wajah.
Afraz jadi yakin, gadis itu memang aneh. Kenapa para Mahasiswa begitu mengidolakan Cyra? Gadis pemalu, aneh, ceroboh dan menurutnya bikin pusing.