Hello semuanya.
Happy reading!
__________
7 tahun yang lalu.
Kelas pertama sampai kelas terakhir akhirnya selesai juga. Sarah akhirnya bisa bernafas dengan lega karena dia bisa menemui Axton sekarang. Jujur saja, kuliah itu sangat melelahkan dan sangat berbeda dengan masa sekolah. Siapa yang bilang kuliah itu lebih menyenangkan daripada masa sekolah? Kalau tidak ada Axton di kampus ini, Sarah tidak tahu bagaimana dia bisa bertahan di dalam kegiatan yang sangat membosankan seperti ini setiap harinya.
Sarah memasukkan laptopnya ke dalam tas berjenis shopper bag berwarna coklat yang dia dapatkan dari ibunya saat hari kelulusan. Sebenarnya dia tidak suka memakai tas karena sangat merepotkan sekali jika harus membawa tas saat berlari tapi berhubung dia harus membawa selalu laptopnya jadi mau atau tidak mau dia harus tetap membawa tas ini ke kampus. Sejujurnya dia tahu mereka tasnya apa dan berapa harganya karena dia bukan penggemar tas.
Ok, lupakan tentang tas itu karena dia harus segera menuju gedung fakultas Axton dan jujur saja jarak antara gedung fakultasnya dengan Axton lumayan jauh oleh karena itu dia memutuskan untuk membawa mobilnya ke gedung fakultas Axton. Dibilang jauh juga tidak tapi lumayan lelah kalau jalan kaki karena dia sudah mencobanya tadi. Dia memang bodoh teman-teman jadi mohon dimaklumi.
Oh ya, mungkin beberapa di antara kalian ada yang penasaran Sarah mengambil program apa di universitas ini. Dia mengambil Architectural Design. Dia suka sekali menggambar dan dia juga suka matematika jadi dia memutuskan untuk mengambil program yang cocok untuknya. Berhubung orang tuanya juga terjun di bidang yang serupa jadi Sarah memutuskan untuk mengambil program itu dan orang tuanya juga setuju dengan pilihannya.
Jangan asal menyimpulkan sesuatu terlebih dahulu. Kalian pasti mengira kalau orang tuanya memaksakan kehendak mereka pada Sarah untuk mengambil program yang serupa agar Sarah juga terjun di bidang yang sama dengan mereka. Kalian salah besar. Orang tuanya tidak pernah memaksanya meskipun dia anak tunggal dan satu-satunya pewaris perusahaan mereka. Dari dia kecil orang tuanya tidak pernah mengarahkan dirinya untuk menuju ke bidang design.
Bahkan mereka benar-benar membebaskan keinginan Sarah dan mendukung penuh pilihan Sarah termasuk keputusannya untuk pindah dan bersekolah di kota New York. Dari sini kalian pasti sudah bisa menilai sendiri betapa majunya pemikiran orang tuanya. Bahkan untuk masalah percintaan juga dibebaskan selagi Sarah tahu batasan yang tidak boleh dilewatinya sebelum menikah. Orang tuanya cukup ketat untuk masalah seks diluar pernikahan.
Bagaimana ya mengatakannya? Pokoknya mereka selalu mengingatkan Sarah untuk menjaga diri dan tidak jatuh dalam rayuan untuk melakukan hal-hal yang seperti itu. Bukannya mereka tidak berpikiran terbuka namun mereka memiliki prinsip untuk melakukan seks setelah menikah. Tidak ada yang salah sih dari hal itu karena setiap orang memiliki prinsip mereka masing-masing dan kita harus menghargai keputusan semua orang. Apapun pilihan mereka dan dirinya, Sarah percaya kalau semua itu adalah yang terbaik untuk diri mereka masing-masing.
"Tunggu!"
Tiba-tiba seorang pria menghalangi jalan Sarah saat dia baru saja keluar dari dalam kelas. Sarah menatap pria itu sambil mengerutkan dahinya karena mereka kembali bertemu untuk kali kedua dalam satu hari. Untuk ukuran orang asing yang bertemu dua kali di dalam satu hari itu terasa sangat menyeramkan. Bagaimana bisa mereka bertemu untuk kedua kalinya dengan cara yang sangat alami seperti ini? Rasanya seperti mustahil untuk mengalami hal seperti ini di kehidupan nyata.
"Buku catatanmu terbawa dan aku baru sempat mengembalikannya sekarang." Ucap pria itu sambil menyodorkan buku kecil berwarna hitam pada Sarah.
"Ah, iya. Aku tidak sadar jika buku milikku ternyata jatuh. Terima kasih." Jawab Sarah sambil mengambil buku miliknya.
"Maaf jika aku baru mengembalikannya sekarang." Ucap pria itu sambil menatap Sarah.
"Tidak apa-apa. Aku yang seharusnya berterima kasih karena kau mencari kelasku dan mengembalikan buku ini padaku." Jawab Sarah dengan canggung.
"Itu tidak masalah untukku." Ucap pria itu dengan senyuman manisnya.
"Kau tidak membaca buku ini kan?" Tanya Sarah dengan serius.
"Tentu saja tidak." Jawab pria itu dengan cepat.
"Terima kasih." Ucap Sarah dengan lega.
Mereka terdiam untuk sejenak dan Sarah kembali teringat kepada Axton yang mungkin saja masih menunggunya di depan gedung fakultasnya. Sarah menatap jam tangannya dengan tatapan gusar lalu menatap pria yang sedang berdiri di depannya dengan tatapan bersalah. Ini pertemuan kedua mereka dan dua kali juga dia meninggalkan pria itu dengan terburu-buru. Ok, silahkan katakan dia jahat tapi jika kalian berada di posisinya saat ini pasti kalian juga akan melakukan hal yang sama kan?
"Maafkan aku tapi aku harus pergi sekarang." Ucap Sarah dengan canggung.
"Setidaknya beritahu aku namamu. Aku belum tahu namamu dan aku harap aku bisa tahu namamu." Ucap pria itu sambil menghalangi Sarah.
"Sarah. Just call me Sarah." Jawab Sarah dengan pasrah.
"Ok, Sarah. Sampai jumpa lagi." Ucap pria itu sambil tersenyum lebar.
Sarah hanya menganggukkan kepalanya sambil berjalan melewati pria itu. Dia tidak tahu kenapa dia menganggukkan kepalanya dan seolah-olah memberikan respon kalau dia setuju untuk bertemu dengan pria itu lagi. Dia pasti sudah gila sekarang. Pikirannya benar-benar kacau sekali dan hanya dipenuhi oleh Axton sehingga dia tidak bisa memikirkan hal lain selain Axton dan Axton. Sarah menolehkan kepalanya ke belakang dan menatap pria itu lagi. Dia hanya bisa mengerutkan dahinya dengan bingung saat pria itu melambaikan tangannya sambil tersenyum dengan manis. Entah kenapa dia merasa ngeri dengan tipe pria yang seperti itu.
Apa mungkin karena dia telah terbiasa dengan sifat dingin Axton dan penolakan yang selalu dia dapatkan dari Axton jadi dia kebal terhadap pesona pria yang gemar menebar pesonanya para semua wanita. Tapi bisa jadi sih. Soalnya dia sudah benar-benar terjerat pada pesona tidak biasa Axton yang sangat kuat. Pesona Axton benar-benar membuatnya mati rasa saat berhadapan dengan pesona pria lain.
Sarah langsung mengendarai mobil SUV nya dengan kecepatan sedang. Dia memang bisa menyetir tapi dia tidak cukup berani untuk memacu mobilnya dengan cepat. Siapa yang memiliki ketakutan yang sama dengannya? Selamat, anda berada di dalam golongan yang sama dengannya hahaha. Ok, kita harus kembali fokus pada tujuannya saat ini. Butuh waktu tiga menit untuk menuju gedung fakultas Axton jika menggunakan kendaraan dan butuh waktu sekitar delapan menit jika jalan kaki. Bayangkan saja seletih apa dia saat jalan kaki tadi.
Mobil SUV mewah berwarna putih itu berhenti di salah satu slot parkir yang kosong. Sarah memperhatikan layar LED berukuran sedang yang terpasang di tengah dashboard mobilnya. Dia memperhatikan kamera belakang mobilnya dengan teliti agar dia tidak menghancurkan bagian belakang mobil barunya. Iya benar, mobil ini adalah hadiah kelulusan yang diberikan oleh ayahnya. Dia tidak pernah meminta tapi orang tuanya selalu memberikan barang-barang yang sebenarnya tidak terlalu diperlukannya dan sialnya dia sama sekali tidak bisa menolaknya.
Sarah keluar dari dalam mobil lalu berjalan menuju pintu masuk gedung besar itu dengan langkah yang terburu-buru. Dia memperhatikan semua orang dan berharap kalau salah satu dari mereka adalah Axton namun ternyata orang yang dia harapkan tidak ada diantara mereka. Sarah terus mencari dan mencari keberadaan Axton sampai semua orang yang berada di dalam gedung keluar semua dan sayangnya dia tidak dapat menemukan Axton.
Sarah menundukkan kepalanya dengan sedih sambil membalikkan badannya menghadap tembok. Dia kecewa karena pada kenyataannya dia tidak pernah berarti di mata Axton. Dia juga sedih karena sekuat apapun dia berusaha untuk menggapai pria itu maka sekuat itu juga pria itu pergi menjauh darinya. Apa sebenci itu Axton padanya? Apa dia hanya dianggap sebagai parasit yang menyebalkan? Tapi kenapa dia tidak mau berhenti meskipun dia tahu kalau cintanya bertepuk sebelah tangan?
Sarah mengusap air matanya lalu berjalan kembali menuju mobilnya. Pada akhirnya dia hanya akan berakhir seperti seseorang yang menyedihkan dan orang-orang akan mengecap dirinya sebagai orang bodoh yang tidak tahu malu. Padahal dia adalah seorang wanita yang berasal dari keluarga kaya. Seharusnya dia bisa hidup lebih terhormat layaknya seorang putri yang hidup di dalam sebuah istana.
Sarah menghembuskan nafasnya dengan pasrah sambil menghentikan langkah kakinya. Dia tidak tahu perjuangannya ini akan bertahan sampai dimana karena dia tidak memiliki harapan apapun untuk hubungan ini. Bagaimana dia bisa berharap kalau Axton saja tidak pernah memberikannya kesempatan untuk melangkah maju dan mewujudkan hubungan diantara mereka. Dia benar-benar hampir putus asa kalau saja dia tidak melihat Axton berdiri di depan mobilnya.
Saat itu untuk kesekian kalinya dia merasa yakin kalau Axton benar-benar jodohnya dan untuk kesekian kalinya juga dia menjadi semakin yakin kalau Axton sebenarnya juga merasakan hal yang sama dengan dirinya dan untuk kesekian kalinya juga dia yakin kalau dia benar-benar mencintai Axton. Saat melihat Axton, hatinya menjadi sangat tenang sekali. Sarah yakin kalau Tuhan sedang memberikannya sinyal yang menunjukkan kalau Axton itu benar-benar diciptakan hanya untuknya.
At that time I realized that I loved him from the first time I saw him and now I fall in love again when I saw him for the umpteenth time.
____________
To be continuous.