Hello semuanya.
Happy reading!
__________
7 tahun yang lalu.
Hari ini seminar yang dibicarakan oleh Aiden dan Axton akan dimulai sebentar lagi. Sarah yang sudah tiba dari tadi terus melihat ke arah pintu sambil berharap kalau Axton akan datang namun sayangnya sampai lima menit sebelum seminar akan dimulai, Axton tidak kunjung datang dan menunjukkan dirinya. Sarah menatap Aiden yang telah duduk di deretan kursi yang terletak di bagian atas dengan tatapan penuh tanya sedangkan Aiden memilih untuk berpura-pura tidak melihat Sarah.
Sarah memutar kedua matanya dengan kesal sambil melayangkan tinjunya ke arah Aiden yang duduk jauh darinya. Orang-orang yang duduk di sekitar Sarah langsung menatap Sarah dengan tatapan aneh sedangkan Aiden malah tertawa saat melihat Sarah yang malu karena tingkahnya sendiri. Lagian juga Aiden sudah bisa menebak kalau Axton tidak akan mengubah keputusannya. Temannya itu terlalu berprinsip dan selalu memegang perkataannya sehingga Aiden tahu kalau Axton tidak akan pernah menarik ataupun mengganti keputusannya dengan mudah.
Apalagi hanya karena seorang wanita yang tidak memiliki hubungan apapun dengannya. Bisa dipastikan kalau Axton tidak akan terpengaruh dan tetap pada pendiriannya. Kalau sudah begini Aiden pun tidak bisa melakukan apapun untuk membantu Sarah karena keputusan ada di tangan mereka berdua yang menjalani hubungan percintaan. Kalau dipikir-pikir kenapa juga dia yang sibuk dengan kisah percintaan orang lain sedangkan kisah percintaan dirinya sendiri saja tidak berjalan dengan baik?
Apa ini efek dari rasa kesepian yang dia rasakan? Tapi bagaimana bisa dia melupakan cinta pertamanya yang begitu berharga? Aiden menghembuskan nafasnya dengan kasar sambil memejamkan kedua matanya. Dia sangat merindukan wanita itu. Walaupun kisah mereka telah selesai beberapa tahun yang lalu namun perasaan ini malah tumbuh semakin besar setiap harinya. Andai saja Tuhan tidak mengambilnya maka dia tidak akan semenyedihkan ini.
"Seminar ini sangat membosankan."
Aiden membuka kedua matanya dengan perlahan lalu melirik seorang pria yang duduk disampingnya. Ternyata kursi kosong yang berada di sampingnya sudah terisi kecuali kursi Axton. Sekedar informasi untuk kalian kalau tata letak kursi seminar ini berdasarkan abjad nama jadi semua pria dan wanita yang duduk di baris yang sama dengannya sudah dipastikan kalau mereka memiliki awalan nama yang sama dengannya yaitu A.
"Bagaimana menurutmu?" Tanya pria itu lagi sambil menatap Aiden.
"Yeah." Jawab Aiden sambil mengedikkan bahunya.
"Kau suka hal yang seperti ini ya. Kalau aku lebih suka berpesta." Ucap pria itu sambil menarik kedua alisnya ke atas.
Aiden hanya mengerutkan dahinya sambil melirik pria itu dengan tatapan bingung. Dia tidak suka berbicara dengan orang asing dan tidak terlalu suka juga dengan orang yang terlalu terbuka pada orang asing. Sudah dipastikan kalau Aiden akan memasukkan pria itu ke dalam daftar hitamnya dan maaf jika kalian kecewa karena Aiden tidak pernah berminat untuk berteman dengan orang yang memiliki sifat berlawanan dengan dirinya.
Lampu di dalam ruangan itu dipadamkan dan hanya menyisakan lampu sorot yang berada diatas panggung sehingga mereka kurang bisa melihat satu sama lain lagi dengan jelas. Aiden menatap kursi Axton yang masih kosong dan dia sudah tidak mengharapkan Axton akan datang ke kampus hari ini. Sarah yang juga melihat kursi kosong itu hanya bisa pasrah dan menatap ke arah panggung dengan tatapan kosong. Sampai sekarang dia tidak mengerti apa yang sebenarnya Axton inginkan.
Sarah benar-benar bingung bagaimana perasaan Axton terhadapnya karena perlakuan pria itu selalu berbeda dan berubah setiap kali mereka bertemu. Terkadang Axton terasa begitu akrab dan hangat namun di beberapa pertemuan pria itu terasa sangat asing dan dingin. Entahlah, Sarah pun merasa sangat bingung dengan hubungan mereka yang sebenarnya karena sampai sekarang dia tidak bisa melihat kemajuan hubungan mereka.
Pintu ruangan itu tiba-tiba terbuka lalu tertutup lagi dengan cepat. Di dalam kegelapan dengan penerangan yang remang-remang, Sarah dapat melihat seseorang berjalan menuju kursi bagian paling atas dengan langkah yang elegan. Tatapan mereka sempat bertemu sebentar sebelum pria itu berjalan menuju kursinya dengan tenang tanpa melihat ke arah belakang lagi. Kedua mata Sarah melebar dan bergetar saat dia bisa mengenali pria itu.
Dia tidak menyangka kalau Axton akan datang karena Aiden sempat mengatakan padanya kalau Axton memilih untuk tidak datang hari ini dan Sarah tidak percaya dengan perkataan Aiden karena dia percaya kalau perasaannya tidak akan pernah salah. Dia yakin kalau Axton akan datang dan hari ini dia akan melihat pria itu lagi dan benar saja sesuai dengan perkiraannya sebelumnya kalau Axton pasti akan datang hari ini.
Sarah menoleh ke arah belakang dan menatap Axton yang telah duduk di sebelah Aiden. Mereka bertukar tatapan untuk beberapa detik sebelum Axton kembali mengalihkan tatapannya ke arah depan. Sarah menarik kedua sudut bibirnya ke atas sambil menatap Axton dengan tatapan berbinar. Dia sangat senang sekali dan rasanya ada sesuatu yang akan meledak di dalam perutnya sebentar lagi. Bukan meledak sih tapi lebih tepatnya ada sesuatu yang menggelitik di dalam perutnya.
"Aku mengira kau tidak akan datang hari ini." Ucap Aiden sambil melirik ke arah Sarah lalu ke arah Axton.
Axton hanya diam dan kembali menatap Sarah yang sudah kembali melihat ke arah depan. Entah kenapa pikirannya berubah lima belas menit yang lalu. Awalnya dia tidak mau pergi ke kampus hari ini karena jadwalnya hanya seminar saja namun pikiran dan badannya ternyata tidak sejalan. Pikirannya tetap memerintahkan dirinya untuk tetap berada di rumah tapi tubuhnya malah melakukan hal yang sebaliknya dan pada akhirnya dia berada disini sekarang.
Aiden yang mengetahui ada sesuatu yang tidak biasa pada diri Axton hanya bisa tersenyum geli sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Aiden yakin dua ratus persen kalau hubungan percintaan Axton dan Sarah akan berlangsung sebentar lagi karena dia bisa melihat getaran cinta diantara mereka berdua. Aiden melirik Axton yang masih menatap Sarah dalam diamnya. Bibir memang bisa berbohong tapi mata tidak akan pernah bisa memancarkan kebohongan dan Aiden tahu perasaan Axton yang sebenarnya melalui sorotan matanya.
"Kau pasti sangat mencintainya, bro." Ucap seorang laki-laki yang berada di sebelah kanan Axton.
Axton menatap pria itu sambil mengerutkan dahinya. Dia tidak mengerti kenapa orang asing selalu penasaran dengan urusan orang lain. Padahal mereka tidak saling kenal dan tidak pernah bertemu sebelumnya tapi pria dengan mata berwarna biru terang yang duduk disampingnya ini malah mengatakan sesuatu hal yang konyol padanya. Axton kembali mengalihkan pandangannya ke depan dan mencoba mengabaikan pria cerewet yang duduk disampingnya namun nampaknya pria itu tidak ingin berhenti berbicara.
"Kalian pasti sudah lama berpacaran ya." Ucap pria itu lagi sambil tersenyum.
"Kami tidak berpacaran." Jawab Axton dengan wajah datarnya.
"Oh astaga! Kau mengalami cinta bertepuk sebelah tangan, bro?" Tanya pria itu dengan prihatin.
Ujung mata Axton berkedut karena dia mulai kesal dengan pria yang duduk disebelahnya. Aiden yang dari tadi mendengar percakapan mereka hanya bisa menahan tawanya karena dia belum pernah melihat ada yang bisa membuat Axton marah selain Sarah. Cukup Axton akui kalau pria itu punya keberanian yang sangat besar untuk membuat orang asing marah. Aiden belum pernah bertemu dengan seseorang yang dengan berani mengusik Axton selama mereka kenal.
"It's not your business." Ucap Axton dengan dingin.
"Oh ok sorry, bro. Chill." Ucap pria itu sambil tertawa.
"Pria gila itu pasti membuat onar lagi." Ucap pria yang berada di sebelah Aiden sambil menghela nafasnya.
"Kau kenal dengannya?" Tanya Aiden pada pria yang duduk disebelahnya.
"Lebih dari sekedar mengenal." Jawab pria dengan rambut coklat gelap itu.
Aiden hanya mengangkat kedua alisnya sambil menatap pria itu sekilas. Di dalam ruangan yang gelap ini dia tidak bisa melihat wajah pria itu dengan jelas namun Aiden dapat melihat pakaian bermerek yang pria itu kenakan dan dia bisa menyimpulkan kalau pria itu bukan berasal dari kalangan orang biasa. Bagaimana ya dia bisa menggambarkan pria yang duduk disampingnya? Mungkin kata muda dan trendy adalah kata-kata yang tepat untuk mendeskripsikan pria itu.
"Oh ya, bro. Perkenalkan namaku Ansel Daren Ritchie. Panggil aku Ansel." Ucap pria itu dengan ramah dan sopan.
"Namaku Aiden William Abhivandya. Panggil aku Aiden." Jawab Aiden dengan sopan.
"Ah, jadi kau adalah pewaris tunggal keluarga Abhivandya yang selalu dibicarakan oleh orang-orang." Ucap Ansel yang baru menyadari asal keluarga Aiden.
"Darimana kau tahu? Selama ini identitasku dirahasiakan." Jawab Aiden sambil menarik kedua alisnya ke atas.
"Iya, maksudku karena identitasmu dirahasiakan jadi orang-orang terus membicarakanmu di media sosial maupun internet. Mereka sangat penasaran seperti apa wujud pewaris tunggal dari keluarga terkaya nomor satu di dunia." Ucap Ansel dengan senyuman lebarnya.
"Kau terlalu melebih-lebihkan sesuatu." Ucap Aiden dengan wajah datarnya.
Ansel hanya tertawa sambil melipat kedua tangannya di depan dada sedangkan Aiden hanya melirik Ansel dengan tatapan menyelidik. Entah kenapa dia punya perasaan tidak enak terhadap Ansel. Dia merasa kalau Ansel bukanlah pria yang baik meskipun pria itu berasal dari keluarga yang terhormat dan kaya. Aiden kembali melihat ke arah depan dan berusaha mengalihkan pikirannya ke hal yang lain karena dia tidak ingin terlibat dengan Ansel lebih jauh lagi.
___________
To be continuous.