Hello semuanya.
Happy reading!
__________
7 tahun yang lalu.
Hari berganti hari dan lama kelamaan menjadi bulan. Tidak terasa hari kelulusan mereka akhirnya tiba juga dan kabar baiknya mereka semua bisa lulus dengan nilai yang sangat memuaskan. Upacara kelulusan dilaksanakan dengan penuh suka cita. Semua murid yang telah berjuang di tahun terakhir ini akhirnya bisa bernafas dengan lega dan tersenyum dengan bahagia di depan kamera.
Namun itu tidak berlaku pada Sarah yang tetap murung walaupun dia lulus dengan nilai yang sempurna. Dia bahkan berada di urutan ketiga sebagai murid dengan nilai terbaik. Nomor satu tentu saja Axton dan nomor kedua adalah cowok menyebalkan yang bernama Aiden. Mereka berdua tidak bisa disaingi dari segi apapun. Dari kepintaran mereka menang, dari segi ketampanan mereka juga menang, dari segi kekayaan tidak usah diragukan lagi dan dari segi ketenaran apalagi.
Sorakan kemenangan menggema di seluruh sudut ruangan ini. Semua murid melempar topi kelulusannya ke udara dengan senyuman bahagia namun Sarah tidak menikmati acara kelulusan ini dengan sepenuh hati. Dia hanya bisa duduk di atas kursinya sambil memperhatikan semua orang merayakan hari ini dengan bahagia. Aiden yang duduk di sebelahnya juga tidak ikut bersenang-senang karena pria itu bukan tipe pria yang suka merayakan sesuatu dengan berpesta.
"Apa di hari terakhir ini dia juga tidak akan datang?" Tanya Sarah tanpa menatap Aiden.
"You already know the answer." Jawab Aiden tanpa melihat Sarah.
"Kenapa dia memilih untuk belajar di rumah daripada belajar di sekolah?" Tanya Sarah dengan sedih.
"Dia punya alasan tersendiri untuk hal itu dan kita tidak pernah bisa memaksanya untuk mengubah keputusannya." Jawab Aiden dengan santai.
"I know." Ucap Sarah sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
"Apa rencanamu setelah lulus SMA?" Tanya Aiden sambil melepas jubah kelulusannya.
"Aku akan mendaftar kuliah tentu saja namun aku belum bisa memutuskan ingin memilih universitas yang mana." Jawab Sarah setelah menghela nafas.
"Dengan nilaimu yang bagus, kau pasti bisa memilih universitas manapun yang kau inginkan." Ucap Aiden sambil mengangkat kedua alisnya ke atas.
Sarah hanya mendengus sambil memutar kedua bola matanya. Perkataan Aiden memang benar tapi entah kenapa malah terdengar seperti sebuah ejekan karena peringkatnya berada di bawah pria itu. Sarah memukul kepala bagian belakang Aiden dengan keras hingga Aiden lompat dari kursinya karena terkejut. Untung saja suasana disana sedang ramai jadi mereka tidak menjadi pusat perhatian orang lain.
"Dammit!"
Aiden mengusap kepala bagian belakangnya sambil menatap Sarah dengan tatapan kesal. Dari hari pertama sampai hari terakhir mereka bertemu, Sarah selalu memberinya kenangan buruk setiap hari. Sarah itu definisi dari mimpi buruk bagi Aiden jadi dia selalu berharap agar Sarah menghilang dari muka bumi ini. Kalau bisa jangan pertemukan mereka lagi untuk selamanya. Please, God.
"Aku mengurungkan niatku untuk membantumu." Ucap Aiden sambil kembali duduk di kursinya.
"Aku tidak butuh bantuanmu lagi." Jawab Sarah dengan jujur.
"Are you sure?" Tanya Aiden sambil mengangkat salah satu alisnya ke atas.
"Yeah, i am sure." Jawab Sarah sambil menghembuskan nafasnya.
"Ok, aku tidak akan memberitahumu di universitas mana Axton akan kuliah." Ucap Aiden sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
"Aku menarik omonganku." Ucap Sarah dengan cepat sambil menatap Aiden dengan tatapan memohon.
"Bagaimana ya.. Aku terlanjur kecewa karena kau memukulku." Ucap Aiden yang pura-pura merasa kecewa.
"Kalau begitu maafkan aku. Aku meminta maaf dengan tulus jadi beritahu aku nama universitasnya." Ucap Sarah dengan cepat.
"Permintaan maafmu tidak terima." Ucap Aiden sambil menjentikkan jarinya di depan wajah Sarah.
"Maafkan aku Aiden. Aku meminta maaf karena telah memukulmu. Kalau kau masih merasa tidak adil, kau bisa memukulku kembali." Ucap Sarah tanpa sadar.
"Nah begitu dong!" Ucap Aiden dengan puas.
"Eh! Bukan begitu maksudku. Aku salah berbicara, Aiden!" Ucap Sarah dengan panik.
"Tidak ada kesempatan ketiga." Ucap Aiden sambil bersiap-siap memukul jidat Sarah.
"Jangan terlalu keras! Awas kau." Ucap Sarah sambil menatap Aiden dengan tatapan tajam.
"Tenang saja, tidak terasa sakit sama sekali." Ucap Aiden sambil mempraktekan jentikan jarinya yang panjang dan kekar.
Aiden memposisikan jarinya di depan dahi Sarah sedangkan Sarah hanya bisa memejamkan kedua matanya sambil berharap perlindungan dari Tuhan agar dia bisa selamat dari jentikan jari Aiden. Aiden tertawa penuh kemenangan sambil menggoda Sarah yang terlihat sangat ketakutan jika dahinya berubah menjadi memar nanti. Sangat tidak lucu jika dia mendapatkan memar di hari kelulusannya apalagi yang menyebabkan memar itu adalah Aiden. Coba bayangkan kenangan macam apa itu?
TAK!
Suara tulang yang beradu terdengar sangat keras hingga Sarah tidak mampu mengeluarkan suara apapun lagi. Rasa sakit di dahinya membuat dia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Aiden yang merasa puas hanya bisa tertawa sambil menatap Sarah yang kesakitan dengan senang. Tidak ada yang bisa menandingi keusilan Aiden di sekolah ini bahkan Sarah pun masih kewalahan jika pria itu sudah berbuat usil padanya dan kejadian ini adalah satu dari banyaknya keusilan yang telah pria itu lakukan.
"Suaranya sangat nyaring dan itu artinya sentilan jariku bagus." Ucap Aiden tanpa rasa bersalah.
"Shit." Maki Sarah sambil memegang dahinya yang memerah.
"Anggap saja itu sebuah kenang-kenangan dariku." Ucap Aiden sambil tertawa.
"Damn you." Maki Sarah lagi sambil mengusap dahinya yang terasa panas.
Aiden tertawa dengan keras sambil memegang perutnya yang terasa sakit. Walaupun dia benci pada Sarah namun terkadang Sarah bisa menjadi hiburan tersendiri untuknya. Setidaknya diantara semua mimpi buruk yang perempuan itu datangkan, ada beberapa kenangan indah yang bisa diingat. Ya, walaupun kenangan itu tidak terlalu berkesan untuk Aiden tapi setidaknya layak untuk dikenang.
"Sekarang beritahu aku nama universitasnya." Ucap Sarah dengan serius.
Aiden menatap sekitar mereka lalu membisikkan sesuatu ke telinga Sarah. Axton telah mengatakan padanya kalau hal itu harus dirahasiakan dari siapapun termasuk Sarah. You know, fans mereka itu banyak sekali dan buruknya lagi fans mereka tidak bisa dikendalikan alias liar. Oleh karena itu baik Axton maupun Aiden sama-sama merahasiakan universitas tujuan mereka. Namun Aiden mengubah pikirannya dan memberitahu Sarah nama universitas yang mereka akan tuju. Dia merasakan kalau akan ada sesuatu yang menarik yang akan terjadi pada Axton dan Sarah nanti.
"Aku juga mendaftar di universitas itu!" Ucap Sarah dengan terkejut.
"Really? Wow, berarti aku tidak usah bersusah payah untuk membujukmu." Ucap Aiden dengan lega.
"Aku sedang menunggu surat penerimaan dari pihak universitas." Ucap Sarah dengan senyuman lebarnya.
Aiden merogoh ponselnya yang berbunyi sementara Sarah masih hanyut dalam sebuah perayaan satu kampus dengan Axton meskipun belum pasti. Aiden membuka layar ponselnya dan membaca satu pesan masuk dari Axton. Pria itu bertanya apakah upacara kelulusan berjalan dengan lancar namun Aiden langsung mengetahui maksud dari Axton menanyakan hal itu.
Aiden membuka kamera ponselnya lalu mengarahkannya ke arah Sarah yang masih belum sadar dengan apa yang Aiden lakukan. Aiden menekan layar ponselnya lalu kamera itu langsung membidik Sarah dengan cepat. Satu foto Sarah yang sedang tersenyum lebar langsung menjadi sebuah balasan yang luar biasa untuk Axton karena Aiden yakin kalau pria itu sangat menginginkan sebuah kenangan bersama Sarah walaupun dia tidak tahu caranya.
Pesan itu terkirim dan Aiden kembali menyimpan ponsel genggamnya. Sarah kembali menatap Aiden dengan tatapan bahagia. Ada satu hal yang membuat Aiden ingin membantu Sarah untuk mendekati sahabatnya yaitu ketulusan. Perasaan Sarah terhadap Axton terasa begitu tulus dan murni. Bisa dibilang Sarah itu berbeda dari semua perempuan yang sudah mendekati sahabatnya. Aiden tidak bisa menjelaskan secara detail karena yang bisa merasakan perbedaan itu hanyalah Axton.
"Katakan pada sahabatmu itu, aku belum bisa menemukan dimana rumahnya." Ucap Sarah tiba-tiba.
"Katakan saja padanya sendiri. Kau kan punya nomor teleponnya." Jawab Aiden sambil meminum minuman yang baru diambilnya dari seorang pelayan.
"Aku masih diblokir." Ucap Sarah dengan kesal.
Aiden menyemburkan air yang ada di dalam mulutnya lalu tertawa dengan sangat keras. Terkadang dia merasa kasihan pada Sarah karena perempuan itu harus ekstra sabar untuk mendekati Axton yang dingin dan tidak tersentuh namun disisi lain dia merasa senang karena bisa melihat rasa frustasi Sarah yang telah menjadi suatu hiburan tersendiri untuknya. Percintaan orang lain memang selalu menarik untuk dilihat meskipun kisah percintaan dirinya tidak pernah berjalan mulus.
"Itu artinya dia tidak mau diganggu oleh siapapun termasuk dirimu. Sudah menyerah saja." Ucap Aiden sambil menepuk punggung Sarah beberapa kali.
"Tidak bisa! Aku tidak bisa menyerah begitu saja!" Ucap Sarah dengan berapi-api.
"Kenapa kau tidak mau menyerah? Buktinya saja hampir satu tahun ini kau diabaikan olehnya." Ucap Aiden sambil menatap Sarah.
"Menyerah begitu cepat bukan sifatku. Aku akan berjuang sampai aku mendapatkan apa yang aku inginkan. Kau lihat saja nanti." Ucap Sarah dengan tekad yang kuat.
"Aku hanya bisa mengatakan semoga berhasil." Ucap Aiden sambil melirik Sarah.
"Aku akan pastikan kalau aku akan berhasil." Jawab Sarah dengan serius.
"Well, kalau begitu mari saling mengucapkan salam perpisahan karena kita tidak pernah tahu apakah kita akan bertemu lagi nanti." Ucap Aiden sambil berdiri.
"Sampai jumpa dan semoga berhasil." Ucap Sarah sambil menyodorkan tangan kanannya.
"Sampai jumpa, Sarah. Good luck." Jawab Aiden sambil menyambut tangan Sarah.
___________
To be continuous.