Akhirnya, pada esok harinya, dimulailah hari baru dimana semua kejadian aksi tidak masuk akal yang sempat membuat kita ragu untuk melanjutkan novel ini atau tidak karena krisis identitas genre, sudah berakhir.
Hari ini pun semuanya kembali normal meskipun hari kemarin telah terjadi berbagai peristiwa menegangkan seakan-akan peristiwa itu tidak pernah terjadi sebelumnya, dan hal ini juga berlaku pada Akbar yang saat ini sedang menikmati rebahannya sambil membaca berita Online dengan kain kapas di mata sebelah kirinya yang masih dalam pengobatan itu. Memang biasanya setiap hari dia lebih memilih rebahan daripada melakukan kegiatan bapak-bapak itu, tapi mengingat bahwa kejadian kemarin sampai melibatkan polisi dan seorang anak mucikari, Akbar pun merasa tertarik membaca berita hari yang menurutnya tidak biasa ini, karena dia rasa berita akan jadi lebih menarik jika diri kita terlibat langsung dalam kejadian di dalam berita itu.
"Wah gila, selain tempat gesek-gesek, ternyata club itu juga tempat pembuatan obat kuat, narkoba jenis baru dan tempat penjualan cewek-cewek cantik dong, aku gak percaya bakalan ada sisi lain yang lebih kelam dari tempat maksiat itu, ini sih baru yang namanya penangkapan besar-besaran, sekarang sebelah kanan Nit."
"O..ok tuan besar."
""Beberapa perempuan berasal dari luar kota", hmmmm, apa artinya si Jupri ini memiliki usaha yang luas sampai-sampai bisa beraksi di luar kota ya? Kalau memang begitu, pasti keluarganya kesal berat karena usaha haram mereka ketahuan, sekarang sebelah kiri lagi Nit."
"Ah, i…iya tu…tuan besar."
"Tapi masalahnya di sini adalah ditemukan banyak mayat pegawai-pegawai di ruangan rahasia gedung itu pada saat kejadian kemarin, di sini dikatakan "Ditemukan", berarti sebelum para polisi datang, ada orang yang terlebih dahulu datang duluan kesana dan melakukan aksi pembunuhan, jadi kalau pemikiranku yang berlebihan ini jadi kenyataan, ada kemungkinan aku, Nita, dan Bela yang ada disana saat kejadian berlangsung akan dipanggil polisi sewaktu-waktu untuk dimintai keterangan karena dicurigai sebagai tersangka lho, ya walaupun aku yakin banget itu tidak akan terjadi karena saat itu sudah terlalu banyak orang yang kabur yang tidak bisa dijadikan saksi atau tersangka, ahahahaha, lucu bangetkan Nita?"
"Ah..ahahaha, i..iya, lu..lucu sekali tuan besar," kata Nita sambil berusaha keras untuk tersenyum mengenai ucapan Akbar yang entah bagian mananya yang lucu.
"(Lalu ada 1 hal lagi yang membuatku kepikiran, hari ini si Jupri tidak masuk ke sekolah, kalau dia tidak masuk karena dia sudah di tangkap oleh polisi karena kesaksian Lisa sih tidak masalah, tapi kalau ternyata dia tidak masuk karena sudah kabur dan sekarang sedang bersembunyi di suatu tempat untuk balas dendam, beda lagi ceritanya, dia bisa terancama bahaya lagi lho, apa aku harus menyarankannya untuk meminta program perlindungan saksi dari pihak kepolisian agar dia aman dari ancaman?) Ah, sekarang tolong pijat yang bawah ya Nit."
…
…
!!!
SPLAAAKK!!
"MA-TA-MUUUUUU!! AKU MEMANG BILANG AKAN MELAKUKAN APAPUN YANG KAU INGINKAN UNTUK GANTI RUGI UANG 800.000 MU ITU, TAPI BUKAN BERARTI AKU MAU MEMEGANG ANU MU YANG KECIL ITU BANGSAT!! KAU MAU CARI GARA-GARA LAGI YA?! OK! AYO SINI!! SEKALIAN JUGA AKU BUAT 2 MATAMU JADI BUTA DASAR KAKAK KELAS OTAK BOKEP!!" teriak Nita sambil mengeluarkan BH nya yang dia pakai dan kemudian mencekik Akbar dari belakang dengan BH nya itu seperti pembunuh professional.
"AKKKHH!! AM…AMPUN YANG MULIA…HA..HAMBA TIDAK BERMAKSUD…AAAHHH!!"
Dan itulah imajinasi yang diproyeksikan oleh otak Nita yang sedang dalam kondisi bar-bar itu, tapi tidak peduli seberapa besar dia ingin mengimplementasikan gambaran dari otaknya barusan, dia tetap berusaha bersabar sekuat mungkin agar dosa dan utangnya kepada si Akbar tidak menjadi lebih besar.
"(Sabar Nit, sabaaar, ingat kenapa dia bisa jadi bajak laut begitu, ingat berapa banyak hutangmu ke dia, ingat berapa tambahan berat badanmu kemarin Nit! Ingat untuk jangan buat semuanya jadi tambah lebih buruk! INGAAT NIT!!!)" kata Nita yang hatinya sedang bentrok itu.
Bagaimana dirinya tidak galau dengan dirinya sendiri seperti itu, karena saat dirinya ingin meminta maaf atas kebodohannya yang tidak sengaja menghambur-hamburkan uang si Akbar saat istirahat pertama, dia sudah dishockan dengan penampilan Akbar yang kondisinya benar-benar seperti bos mafia Jepang saat dia masuk kedalam ruangan Helper Club seperti biasa, dan saat dia tahu kenapa penampilannya bisa seperti itu, Nita langsung ketakutan karena dirinya juga ingat tentang ucapannya beberapa malam yang lalu yang mendoakan agar kepala si Akbar berdarah-darah.
Belum selesai membahas masalah hutangnya, dirinya sudah diliputi rasa bersalah mengenai kondisi kakak kelasnya yang 1 ini, tentu saja dia pun merasa harus bertanggung jawab atas apa yang sudah terjadi kepada Akbar, dan karena itulah, sebagai ganti rugi atas semua yang terjadi ini, saat meminta ampunan dari Lord Akbar, si Lord hanya meminta Nita menjadi "budak" yang harus memanggilnya "tuan besar" selama 1 tahun penuh.
"Hei budak, kenapa kau hanya diam saja? Apa kau sudah lupa dengan perjanjian kita tadi waktu istirahat pertama?" tanya Akbar dengan tatapan yang tajam kepada Nita.
"(Bangsat! Di..dia seriusan?!) A…anu tuan besar, ma..maaf kalau aku bicara tidak sopan begini, tapi bu..bukannya itu sudah keterlaluan kalau anak polos sepertiku disuruh mijat "a…anu"-mu? A..apalagi di saat waktu sekolah seperti ini?" tanya Nita sambil berusaha untuk mempertahakan sisi feminimnya dengan kekuatan tenaga dalamnya agar tidak hangus terbakar emosi.
?
"The fuck? Ngomong ngawur apa kau? Siapa yang suruh kau mijat "anu" ku ha? Aku ingin kau mijat kaki ku tahu!!" kata Akbar sambil mengangkat ke 2 kakinya.
…
…
"(Eh..eh…eh..eh…eh..eh…eh..eeeeeeeeeeeeeehhhhhh)" kata Nita yang "eeeeeehhhhhh".
"Hiiii, sumpah, aku gak sangka kalau kamu ternyata punya sisi mesum yang liar seperti itu lho! kampretlah Nit! Gara-gara omongan ambigumu itu sekarang aku jadi gak nafsu dipegang cewek gendut tahu!! jadi jauh-jauh sana dasar gendut, hush-hush!!" kata Akbar yang kesal dengan pernyataan Nita yang tidak terduga tadi.
?
Mendengarkan sindirian Akbar yang benar-benar sesuatu sekali itu, Nita yang rasanya ingin sekali memukul Akbar dengan kekuatan Thanos tapi tidak bisa itu akhirnya memutuskan untuk melampiaskan emosinya ke dinding yang sama sekali tidak berdosa dalam masalah ini.
DUAK-DUAK-DUAK
"(Bajingan, goblok, tolol, anjing, sempak, babi, monyet)" kata Nita mengucapkan kata-kata suci para kaum barbar sambil menjedorkan kepalanya ke dinding.
"(Dan dia mulai menyembah tembok) Hei budak, maaf menganggu ibadahmu, tapi apa kau tidak lupa dengan perintahku saat jam istirahat pertama tadi?"
"A…ah, te..tentu saja kak Ak…maksudku tuan besar, aku sudah memanggil si Lisa agar dia datang kesini saat jam istirahat ke 2 ini, tapi dia izin ke toilet dulu," kata Nita sambil berhenti menyembah tembok dan kembali ke mode budaknya lagi.
"Oh syukurlah kalau begitu, aku jadi tidak perlu memberi bunga ke utangmu karena kesalahan kerja di hari pertamamu deh, ahahahaha, bercanda ding."
"Ah..ahahahaha (tolong jangan buat lelucon yang bisa membuat umurku berkurang kak) Tapi memangnya kenapa kakak ingin bicara dengan Lisa? Bukannya secara enggak langsung urusan kita dengannya sudah selesai karena masalah si Jupri ini sudah ambyar?"
"Yaaaa, bisa dikatakan ada 1 masalah yang harus dibereskan terlebih dahulu dengan si Lisa ini sebelum semuanya benar-benar selesai sih."
"Eh, apa maksud kakak?"
TOK-TOK-TOK
Mendengar suatu pintu masuknya diketok oleh seseorang, langsung saja Akbar berteriak dari dalam untuk memerintahkan orang tersebut masuk, dan saat orang itu membuka pintu masuk, seperti yang dia duga, orang yang mengetuk pintu itu adalah Lisa yang datang karena mendapatkan pesan dari Nita bahwa dia harus datang ke Helper Club untuk membicarakan suatu hal.
"Permisi kak, aku datang seperti yang kakak mint….ASTAGA KAK AKBAR!! AD…ADA APA DENGAN WAJAHMU ITU?!" kata Lisa yang sempat kaget melihat mata kiri Akbar yang tertutupi perban itu.
"Well, kita bisa membicarakan hal itu sekaligus membicarakan masalah kita, budak, tolong siapkan kursi untuk pelanggan kita ini ya!" kata Akbar sambil menepuk tangannya yang merupakan aba-aba perintah kepada Nita untuk segera menuruti perintahnya.
"Ah, ba..baik tuan besar," kata Nita yang langsung saja buru-buru menyiapkan kursi untuk teman sekelasnya itu yang sebenarnya bisa disiapkan sendiri oleh si Lisa karena dia hanya perlu menarik kelur kursi tamunya.
…
…
"Wah, aku sudah bisa menduga kalau hubungan kalian pasti akan berkembang pesat seiring waktu berjalan, tapi aku tidak menyangka kalau perkembangan kalian itu malah membuat kalian tersesat di jalan setan sejauh ini lho, aku menyesal sudah mendukung hubungan kalian berdua, jadi apa kalian paling tidak bisa kembali saling bertengkar saja? Ka..karena jujur saja, sepertinya itu yang terbaik untuk kalian berdua deh," kata Lisa dengan tatapan kosong penuh penyesalan melihat gambaran romantis antara Akbar dan Nita yang sempat dia bayang-bayangkan itu malah melenceng jauh.
"Ah..ahahahaha, a..a..aku pinginnya begitu sih, ta..tapi...…maaf," kata Nita yang tidak bisa berkata apa-apa lagi.
"Serius deh, apa yang sebenarnya sudah terjadi diantara kalian berdua sejak kejadian penculikanku kemarin itu?" tanya Lisa sambil duduk di kursi yang sudah disediakan (ditarik keluar) oleh Nita.
"Lalu, memangnya bagaimana dengan dirimu sendiri? Sebagai korban langsung dari kejadian itu, kamu tidak terlihat shock atau sejenisnya Lis, padahal ini adalah pertama kalinya kamu diculik seseorang, apalagi seseorang itu ternyata orang yang sangat dekat denganmu, aku sampai ragu kalau kamu ini korban penculikan lho."
"Hmm, bukannya aku tidak panik sih kak Akbar, karena saat aku sempat sadar dan dibuat pingsan lagi oleh si Jupri pada saat itu, aku memang merasa panik dan takut sekaligus, tapi karena saat tersadar aku sudah dikelilingi oleh banyak polisi, memangnya hal macam apa lagi yang harus aku khawatirkan kak? Karena kalau boleh jujur, aku hampir tidak tahu apa-apa yang sedang terjadi disekitarku saat aku pingsan lho," kata Lisa menjelaskan sebab dia tidak merasa shock ataupun hal sejenisnya.
"(Benar juga sih, bagaimana kita takut dengan suatu hal yang bahkan tidak kita ketahui hal apa itu? Huuuuff, syukurlah, kalau begitu aku boleh tidak merasa bersalah karena dia tidak kenapa-kenapa deh)" kata Akbar yang merasa lega karena rasa bersalah yang dia takutkan dimassa lalu tidak menjadi kenyataan.
"Eh, sebentar, kau barusan bilang polisi? I..itu artinya kau juga dibawa ke kantor polisi dong?" tanya Nita.
"Ya tentu sajalah, mereka bilang aku harus jadi saksi dari kejadian itu. Dan sumpah, kalian tidak tahu secemas dan serewel apa orang tuaku ketika mereka dengar aku jadi korban penculikan lho, kantor polisi sampai terasa seperti tempat diskotik karena kericuhan yang dibuat oleh mereka berdua," kata Lisa yang teringat dengan suatu moment yang memalukan.
"Lalu, bagaimana dengan kakakmu?" tanya Akbar kemudian.
"Haa? Kenapa kakak tiba-tiba membahas masalah kakakku? Sudah pasti dia ada di RS karena penyakit DB nya kan?" kata Lisa.
?
"(Lho, sebentar, di.. dia tidak tahu kalau si Mona juga ikutan menyelamatkannya? Ah, benar juga, saat itukan aku menyuruh Bela untuk mengantarkannya kembali ke RS karena kondisinya itu, jadi tentu saja dia tidak tahu soal itu karena diakan masih disekap)" kata Akbar yang masih tidak tahu kalau sebenarnya di bawa ke RS oleh bawahan bu Irwati karena dia pingsan mendadak.
"Dan kak Akbar, aku sudah dengar sedikit ceritanya dari si Nita, katanya kakak sempat melakukan hal gila untuk mengejarku saat aku diculik oleh kak Jupri ya? Apa itu artinya kakak mendapatkan luka itu saat berusaha menyelamatkanku?" tanya Lisa yang lagi-lagi membahas mata si Akbar yang terluka itu.
"Well, bisa dikatakan aku sempat bermasalah dengan para preman disana, dan untung saja bu Helda dan bu Saraswati ada disana pada saat itu dan menolongku membereskan kekacauan disana sekaligus membawaku ke RS terdekat, ya walaupun aku masih tidak paham alasan "asli" 2 orang itu kesana sih."
"Oh, jadi itu sebabnya kenapa bu Saraswati yang malah datang membawa motor culikan kakak, ternyata pada saat itu kakak sedang berada di RS toh, kenapa juga bu Saraswati tidak langsung memberitahu kondisi kakak pada saat itu sih? Akukan sempat panik melihat kakak berubah jadi ibu-ibu umur 30 tahunan," kata Nita yang akhirnya mengerti kenapa malah bu Saraswati yang datang membawa motor yang diambil paksa oleh Akbar dan mulai menyuruhnya untuk pulang sendirian pada saat itu tanpa menjelaskan kondisi Akbar terlebih dahulu.
"Ya mungkin saja dia melakukannya agar kau tidak khawatir dengan kondisiku, tahukan apa yang rata-rata cewek lakukan saat tahu kalau cowoknya tiba-tiba terluka sampai masuk RS padahal 40 menit yang lalu tubuhnya masih sehat waalfiat?"
"Kenapa kakak membuatnya seolah-olah kakak itu pacarku ha? Cuuih, najis banget sumpah" kata Nita yang kesal dengan perumpamaan yang dikatak Akbar barusan.
"Budak, salto 3x dan tiarap sampai aku menyuruhmu bangun."
…
…
Langsung saja Nita yang sempat lupa diri dan tahu apa yang akan terjadi jika dirinya tidak menuruti ucapan Akbar barusan itu segera saja melakukan apa yang seniornya katakan barusan, tentu saja pemandangan perempuan melakukan salto 3x dan kemudian tiarap tanpa sedikitpun kesalahan yang baru saja dia lihat tanpa kacamata 3D itu membuat Lisa menjadi halu untuk beberapa detik.
"(A..aku akan berpura-pura tidak melihatnya) Ah..ahahaha, setelah me..mendengarkan ucapan kalian berdua tadi, aku malah merasa jadi orang yang bersalah disini karena sudah membuat kalian jadi terkena masalah lho, ka..kalau begitu aku minta ma..maaf ya ka..karena sudah membuat kalian kesusahan sekali untuk hari kemarin," kata Lisa sambil membungkukkan badannya karena merasa dirinya harus meminta maaf mengenai hal buruk yang terjadi pada Nita dan sekaligus mata si Akbar.
"No problem, jangan pikirkan nasibku ini Lis, aku rapopo," kata Nita dengan posisi yang masih tiarap.
"Melihatmu bicara saat tiarap seperti itu membuatku geli, cepat bangun lagi sana, aku kasihan dengan lantainya karena ditindih olehmu," kata Akbar yang akhirnya menyuruh si Nita bangkit kembali.
"A..ahaha, te..terima kasih tuan besar," kata Nita.
"(Hmm, tapi jika dilihat dari sikap kalemnya, sepertinya memang dia tidak tahu apa-apa soal yang terjadi saat itu, bahkan mungkin dia juga tidak tahu kalau kakaknya sampai kabur dari RS untuk menyelamatkannya, padahal si Mona bisa saja memberitahunya semua hal yang terjadi pada saat itu sih, tapi ya apa juga gunanya memberitahu kalau aku dan kakaknya berantem dengan preman-preman sinting saat mau mencarinya di bar itu? Unfaedah banget)"
"Baiklah, kalau begitu ayo kita kembali ke masalah kita, ada perlu apa kakak sampai perlu memanggilku kesini? Tidak mungkin kakak menyuruhku datang cuma untuk ngomong "minta maaf" "terima kasih" atau sejenisnya kan? Ya walaupun aku memang harus tetap mengucapakan itu walau tidak disuruh sih," kata Lisa yang sadar diri.
"Ah benar juga, maaf aku terlalu bertele-tele sampai lupa dengan masalah itu."
Akhirnya, setelah selesai melakukan percakapan ringan mengenai kejadian kemarin yang sama sekali tidak diketahui oleh Lisa, Akbarpun mulai membicarakan masalah utamanya sampai perlu membuat Lisa datang ke tempatnya itu.
"Well, sebenarnya aku ingin membicarakan 2 hal padamu saat ini," kata Akbar.
"2 hal?"
"Yup, masalah pertama, tolong tanda tangani ini ya," kata Akbar sambil memberikan buku kerja clubnya.
?
"Eh, tanda tangan?" tanya Lisa sambil menerima buku yang diberikan oleh Akbar barusan dan membacanya sedikit.
"Ya, buku itu adalah buku pelanggan dari pekerjaan kita, sebagai bukti kalau kita memang sudah membantu orang, kita diminta untuk meminta tanda tangan pelanggan kami yang meminta pertolongan setelah masalah mereka beres, karena itulah aku ingin kau menulis nama, jenis masalah yang telah diselesaiakn, dan yang paling penting, tanda tangan di buku itu, dan tolong jangan tanya kenapa hampir buku itu penuh dengan nama pak Ramdan ya," kata Akbar panjang lebar.
"(Anjir, a..aku hampir saja mau menanyakannya, tapi kalau memang begitu, artinya dia dan Nita selalu membantu pak Ramdan bersih-bersih sekolah selama ini dong? A..apa ini semacam kerja sambilan mereka atau sejenisnya agar dapat uang jajan tambahan?)" kata Lisa yang berspekulasi mengenai aktifitas Akbar dan Nita.
"Kami bukan tukang bersih-bersih lho," kata Nita sambil tersenyum kecil yang mengisyaratkan kalau dia tahu apa yang Lisa pikirkan.
"(Hahaha, le..lebih baik aku turuti saja mereka agar mereka tidak sakit hati) Ahahaha, baik-baik, jadi aku cuma perlu isi data dan tanda tangan dihalaman terakhir kali orang yang meminta bantuan kepada kalian kan? Ok, akan kukerjakan sekarang, dan apa kakak juga bisa sekalian memberitahuku soal hal lain yang ingin kakak katakan padaku itu?" tanya Lisa kemudian kepada Akbar sambil mengisi data di buku itu.
"Ah soal masalah yang kedua ya, well ini cuma sebuah pertanyaan simple sih."
"Eh, sebuah pertanyaan?"
"Yap, tapi pertanyaan ini cukup membuatmu serangan jantung."
"Ahahahaha, memangnya pertanyaan macam apa yang ingin kakak tanyakan sampai aku bisa sakit jantung begitu? Apa kakak ingin tanya berapa ukuran dadaku? Ahahahahahaha, haaaaaaaaaaaaaaaaaa, y…ya memang itu bisa membuatku shock sih," kata Lisa yang tersakiti ucapannya sendiri.
"Tenang saja, melihatnya saja aku sudah tahu kok berapa ukurannya," kata Akbar yang sempat tersenyum saat melihat kearah dada Lisa.
"Ahahahahahaha dasar bajingan, bisa tidak kakak langsung tanyakan saja pertanyaan kakak itu sebelum aku membunuh kakak? Karena aku tidak yakin bisa bersabar lagi kalau aku mendengar ucapan konyol ka…."
Belum selesai dirinya bicara, Akbar yang memiringkan kepalanya 30 derajat sambil menatap tajam kearah Lisa itu segera memotong ucapannya dan mulai menanyakan pertanyaan dengan suara yang tenang namun tegas, yang dimana pertanyaan yang bisa membuatnya terkena serangan jantung itu adalah….
"Bisa beritahu aku Lis? Kenapa kau ingin bunuh diri?"
...
...
...
...
...
...
???
Suasana sempat menjadi hening seketika untuk beberapa detik, karena bagaimana mereka semua tidak menjadi terdiam ketika Akbar mengatakan kata-kata yang sangat tidak biasa seperti itu? Jika dia membicara masalah vulgar yang berlebihan, mungkin mereka bisa masih mentoleransi karena mereka sudah tahu bagaimana kondisi otak si Akbar, tapi ketika dia tiba-tiba merubah suasanan dengan membahas hal berat seperti "bunuh diri" dengan sikap yang tenang, tidak mungkin Nita dan Lisa bisa langsung terbiasa dengan perubahan itu.
"Anu kak Akbar, aku tahu kalau kakak suka bicara hal yang tidak normal seperti apa tepung segitiga biru itu member VIP Iluminati di Indonesia atau sejenisnya, ta..tapi bukannya ucapan kakak barusan agak menakutkan walaupun cuma untuk candaan? Da..dan memangnya kakak sendiri sadar dengan ucapan kakak tadi itu maksudnya apa? Itu tidak lucu walaupun kakak mau ngelawak lho," kata Nita yang sempat merasa ngeri dengan sikap Akbar yang terlihat santai saat mengatakan kata-kata berat itu.
"Ha? Ngelawak? Memangnya ada yang salah kalau aku mau membicarakan sesuatu yang benar?" kata Akbar yang masih saja bersikap kalem dengan tatapan datarnya.
…
…
"A..ah..ahahahaha, Ka..kakak bicaraan apaan sih? Bunuh diri? Kenapa juga aku mau bunuh diri kak? Aku memang diculik dan mungkin mau dijual kemarin, tapi aku tidak ingat apa-apa soal peristiwa kemarin yang membuatku sampai mau bunuh diri lho," kata Lisa yang mengira kalau Akbar agak berlebihan memikirkan mengenai kondisinya saat ini.
"Oh begitu, baiklah, kalau begitu aku akan menanyakan pertanyaan lain yang mungkin jawabannya bisa menjawab pertanyaanku tadi."
"Eh, pertanyaan lain?"
"Yup, kenapa kau ingin membuat si Jupri jatuh cinta padamu?" tanya Akbar lagi yang masih saja tidak merubah ekspresi wajah dan gaya duduknya yang menyebalkan.
!!!
Kagetlah 2 wanita itu ketika Akbar tiba-tiba menganti topic pembicaraan menjadi topic yang lebih intens lagi, bukan karena apa, tapi karena yang dibicarakan Akbar ini adalah masalah yang hampir membuat hubungan suatu kakak adik terpecah belah, hal ini tentu saja membuat Nita kesal karena Akbar membahas lagi masalah yang seharusnya sudah done.
"Kak Akbar! Jangan bicara ngacau lagi deh! Masalah itu sudah selesai kita bahas tahu! Kenapa lagi-lagi kakak membahas masalah hubungan si Jupri dengan mereka lagi? Apa kakak terlalu gabut sampai ingin membicarakan masalah di massa lalu?" kata Nita dengan nada emosi tinggi.
"Hanya karena kau berpikir itu selesai, bukan berarti orang lain disekitarmu juga menganggap hal itu selesai juga Nit, lagian aku tidak pernah menganggap masalah itu sudah selesai, karena aku menggangapnya masih tertunda," jawab Akbar yang menjelaskan pendapatnya mengenai masalah di massa lalu itu.
"Eh, tertunda kata kakak? Jangan ngebacot aneh kak! Masalah itu sudah kelar karena si Lisa sendiri yang bilang…"
"Ya, itu dia, dia memang mengatakan kata-kata yang bertujuan untuk menjauhkan kakaknya dari si Jupri, tapi apa dia pernah bilang pada kita kalau dia tidak punya perasaan terhadap si Jupri?"
"Kakak amnesia ya? Diakan sudah pernah bilang pada kita kalau dia tidak suka pada Jupri sejak SMP karena dia playboy tahu!!"
"Dan kau masih tidak sadar kalau omongannya tidak sinkron dengan tindakannya Nit?"
?
"Tindakan?"
"Foto Nit, fo-to."
…
…
!
"Foto? Apa kakak sedang membicarakan foto si Lisa saat SMP it.."
"Tunggu dulu Nita! Jangan dengarkan ucapan kak Akbar lagi! Aku tak tahu kenapa dia sampai ngomong ngawur seperti itu, ta..tapi yang pasti…"
Belum selesai bicara, Akbar yang tahu kalau Lisa sedang berusaha untuk mencegah Nita menyadari sesuatu yang tidak dia sadari itu langsung saja menyela kata-kata Lisa dengan berkata…
"Hei budak, aku mau tanya pertanyaan anak ABG tingkat SMP nih, memangnya normal ya mefoto cowok sejak SMP dan beberapa tahun kemudian foto itu kita jadikan bukti kalau orang itu playboy kepada orang yang sedang ingin PDK kepada cowok itu? Apalagi kalau kita juga pakai teori "Mungkin dia punya banyak foto dan cuma ngambil foto tertentu yang bisa membuatnya dikatakan playboy", uuuuuuuu, bukannya kelakuannya ini malah makin jadi aneh Nit?" tanya Akbar sambil mengangkat ke 2 kakinya ke mejanya untuk menunjukkan bahwa dialah yang mengendalikan percakapan saat ini.
...
…
!!!
Kali ini, bukannya membantah atau mengejek-ngejek si Akbar lagi, tapi si Nita malah merasa shock karena tidak mengira kalau ucapan yang baru saja dikatakan Akbar itu ada benarnya.
"Ah, ba…ba..ba…..BANGSAT!! Me…memang benar itu tidak logis, da..dan kenapa juga aku tidak sadar kalau kamu itu sebenarnya sudah mefoto seorang cowok secara diam-diam saat SMP sih? Astaga!! A…apa aku memang sebodoh itu sampai aku tidak sadar dengan hal yang jelas seperti itu?" kata Nita yang shock dengan kenyataan yang baru dia sadari itu sambil menjambak-jambak rambutnya karena dia juga merasa kesal.
"Jadi, apa ada pembelaan diri saudari Lisa? Mungkin saudari bisa mulai memberitahu kami dari tujuan sebenarnya anda mefoto Jupri saat SMP secara diam-diam itu, dan semoga jawaban anda bukan "Karena gue suka sama dia tapi gue enggak berani, jadi gue Cuma mencintai dalam diam dan cuma bisa nikmati foto-fotonya saja", begitu," kata Akbar dengan nada bercanda khasnya.
…
…
Lisa terdiam, Nita berkeringat, Akbar kalem, pembaca tegang, author capek dengan semua kejadian yang bahkan durasinya belum terjadi sampai 10 menit itu, hal itu dikarenakan mereka belum siap menghadapi perubahan alur yang tidak tercenakan secara mendadak seperti itu.
Namun apapun itu, yang namanya waktu cangung pasti akan berakhir pada waktunya juga, dan itulah yang terjadi setelah moment diam selama beberapa menit di ruangan Helper itu berlalu, karena yakin dirinya sudah tidak bisa berkutik lagi, Lisa yang sempat menarik nafas panjangan dan mengangkat kepalanya tinggi-tinggi sambil melihat kearah atap ruangan itu akhirnya memutuskan untuk berterus terang.
"Haaaaaaaaaaa.....Padahal aku sudah hampir pasrah dan melupakan masalah ini, tapi gara-gara kalian aku jadi kepikiran lagi deh."
"A..ahaha, a..ayolah Lisa, ka..kamu pasti Cuma bercand … "
"Terus?"
"Ha?"
"Terus kenapa? Memangnya tidak boleh?" tanya Lisa kembali sambil mulai melotot kesal kearah Akbar.
!!!
Nita yang tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh temannya barusan itu langsung memegang kepalanya sendiri dengan erat dan kemudian memijat-mijat kepalanya itu untuk menghilangkan rasa pusing akibat rasa shock yang muncul mendadak.
"As…astaga Lis…a..ar…artinya kau…kau benar-benar sungguhan suka dengan kak Jupri? Ta..tapi ke..kenapa kau menolong…"
"Makannya itu dasar sialan, aku bilang pada kalian, memangnya ke-NAAA-PAAAAAAAAAAAAA??!!"
BRAAAKKK!!