Chereads / Helper Club / Chapter 43 - Bela dan Mona

Chapter 43 - Bela dan Mona

"(1. Tidak ada orang yang sedang datang menjenguk Mona saat ini, karena sekarang adalah waktu di mana semua orang sibuk dengan kegiatannya masing-masing yang membuat mereka sulit untuk menjenguknya, 2. Dia berada di kamar pribadi, jadi dia sendirian di kamarnya ini, 3. Aku sudah memakai masker, topi, dan jaket saat masuk kesini, jadi pasti tidak ada yang mengetahui identitasku walaupun aku tertangkap CCTV, 4. Di bawah beranda kamar ini ada tumbuhan hias yang bisa jadi tempat landasan pelarianku, jadi aku bisa selamat saat aku lompat dari kamar ini, 5. Aku juga sudah membawa STNK editan dan memasang plat nomer palsu di sepeda motorku, jadi pasti tidak ada yang bisa melacakku setelah aku kabur dari dari RS ini. Haha, ahahahahahahahahaha, sempurna banget! Sekarang kita tinggal berharap saja agar si Mona ini tidak melakukan hal yang aku prediksikan tadi)"

"Hei, sampai kapan kau berdiri dan tersenyum seperti orang aneh begitu? Ini bukan rumah sakit jiwa tahu, jadi berhentilah membuatku merinding woi," kata Mona di ranjangnya saat dia melihat temannya, Bela, hanya berdiri di depan pintu masuk dan tersenyum aneh.

"Ahahahahaha, maaf-maaf, tadi aku sempat kepikiran hal yang harus aku lakukan setelah ini, lagian itu juga bukan hal penting kok," kata Bela yang berhenti mengkhayal sambil menghampiri temannya itu.

"Kalau tidak penting, kenapa juga kau pikirkan ha?"

"Karena kalau tidak dipikirkan, untuk apa otak kita diciptakan? Karena tidak memikirkan hal yang harus dipikirkan akan membuat kita terus kepikiran nantinya dipikiran kita di saat kita harus memikirkan soal hal lain."

?

"Aku bingung harus berkata apa, jadi aku…..memilih untuk tidak menjawab."

Bela hanya tertawa saja mendengar ucapan si Mona yang terkadang suka bingung dengan kata-kata yang dia ucapakan itu, lalu sambil duduk di kursi yang tersedia, Bela yang baru saja datang untuk menjenguk Mona itu segera mengeluarkan oleh-oleh yang dia bawa di dalam tasnya.

"Ahahahaha, aku tidak percaya kalau "Wonder Woman" sekolah kita bisa terkena penyakit lho."

"Wonder woman itu cuma julukan, aku tetap manusia biasa tahu."

"Tapi serius kau kena DB? Karena setahuku orang yang kena DB itu punya ruam ... "

Sebelum melanjutkan ucapannya, Mona yang tahu apa yang akan dikatakan Bela itu langsung saja mengangkat pakaiannya dan mulai menunjukkan bagian belakang tubuhnya.

"Kau saja merasa aneh karena aku tidak punya ruam walau terkena DB, apalagi akukan yang jadi korbannya? Ternyata ruamnya malah ada di belakangku selama ini, jadi ya mana aku tahu kalau ternyata aku kena DB," jelas si Mona.

"(Memangnya dia tidak merasa gatal apa dengan ruam sebanyak itu di tubuhnya? Dan kenapa juga ruamnya cuma muncul di bagian belakangnya saja?) Ahahaha, kasihan banget deh temanku ini, maaf ya kalau aku sempat mengira kamu cari alasan buat enggak ngerjain PR matematika."

"Hei, aku memang benci matematika, tapi aku enggak se ekstrim itu untuk cari alasan tidak masuk sekolah hanya untuk menghindari 1 pelajaran saja tahu."

"Pffft, jujur saja, aku malah sempat mengira juga kalau anak-anak sedang bercanda di grup waktu bilang kau masuk RS lho, kamu harus lihat berapa banyak grup yang ramai membuat #prayformona, oh ya BTW, nih jus jambu, lumayan untuk meningkatkan daya tahan tubuhmu," kata Bela yang teringat dengan pesan-pesan para cowok yang mengabari kondisi si Mona sambil melemparkan kotak minuman jus jambu kepada Mona.

"Astaga sumpah dah! Kenapa mereka selalu lebay banget begitu sih? Setelah aku sembuh, akan aku hajar mereka semua," kata Mona yang merasa malu dengan tingkah teman-temannya itu sambil menangkap kotak minuman yang diberikan Bela.

"Ahahahaha, jangan marah begitu dong, itu artinya kamu terkenal dan disayang oleh mereka semua lho, harusnya kamu merasa senang karena banyak orang yang khawatir dengan kondisimu, yaaa walaupun sebagian besar orang-orangnya itu laki-laki sih."

"Ah, disayang ya, sepertinya aku harus meralat kata "disayang" itu menjadi "dihormati" deh," kata Mona sambil meminum jus pemberian Bela.

"Hei, jangan bahas masalah mengenai kau yang tidak suka dihormati orang-orang dan ingin dianggap sebagai cewek normal, lagipula memang tidak ada yang normal dari seorang cewek yang tidak tahu apa-apa soal hal feminism tapi malah suka main sepak bola, balapan, main PS, dan sejenisnya tahu."

!

Mendengar ucapan Bela yang tidak sengaja menusuk hatinya itu, Mona sempat berhenti meminum jusnya karena terlalu memikirkan ucapan Bela barusan yang tidak bisa dia bantah, dan karena tidak bisa dia bantah, dia pun mulai galau.

"Iya! Aku tahu! Aku tahu itu salahku yang masih saja bersikap jantan secara reflek saat bicara dengan orang-orang, tapi mau bagaimana lagi! Gara-gara di lingkungan rumahku dulu lebih banyak cowoknya, akhirnya tanpa aku sadari aku mulai bertingkah dan memiliki hobi yang mirip dengan anak-anak cowok, ditambah lagi ayahku yang juga menyuruhku untuk ikut latihan pencak dan bantu-bantu di bengkel dengannya, jadi makin tidak mungkin aku tidak terpengaruh hal-hal yang kecowokan kalau seperti itu kan?" kata Mona sambil menjatuhkan air mata karena terlalu menghayati adegannya itu.

"(Dan dia mulai curhat soal massa lalunya yang menyedihkan itu lagi) Pfft, dasar konyol, kalau kau memang niat ingin dianggap wanita, sudah seharusnya kau benar-benar berhenti melakukan kebiasaan yang membuatmu dianggap jantan begitukan? Dan jangan menyesal ketika para cewek tidak mau berteman denganmu, karena itu hal yang normal bagi cewek untuk menjaga jarak dengan cewek yang "bukan seperti cewek."

"Ah, kalau begitu kamu tidak normal dong, karena kamu kan cewek pertama yang mau berteman denganku saat kita masuk pertama kali ke SMA dulu."

Bela hanya tersenyum saja ketika temannya itu tiba-tiba membahas mengenai massa lalu mereka, yang di mana pada saat itu si Mona adalah cewek yang sudah dianggap bos para cowok karena sikap tomboinya yang mencolok, tapi itu semua jadi tidak berarti setelah Bela menjadi teman sebangkunya.

"Bukan hanya mengajakku ngobrol dan membicarakan hal-hal soal cewek denganku seperti cewek-cewek normal walau aku sering gak paham karena enggak terbiasa, tapi kamu juga punya hobi yang sama denganku seperti pencak dan olahraga sehingga kita bisa connect, bahkan kamu lebih jago dariku dari 2 hal itu, normalnya kita pasti akan kesal kalau ada orang yang lebih jago dari kita pada hal yang kita kuasai, tapi sumpah, kamu gak tahu seberapa senangnya hatiku saat itu bisa bertemu dan bermain-main dengamu seperti itu Bel, huhuhu," kata Mona yang sempat meneteskan air mata yang deras karena teringat dengan massa-massa indahnya dengan si Bela saat kelas 10 itu.

"(Anjing, lebay banget nih cewek) Ahahahahhahahaha, benar juga ya, kalau diingat-ingat, saat itu dulu kau memang agak menakutkan ketika mau diajak bicara oleh para cewek-cewek karena tatapanmu yang tajam sampai-sampai semuanya takut untuk bicara dan duduk denganmu, padahal saat itu kau cuma panik karena bingung harus bicara soal apa dengan para cewek-cewek di kelas kita itu, ahahahahahaha," kata Bela yang teringat dengan ekspresi wajah Mona yang menakutkan saat bertemu dengannya untuk pertama kalinya.

"Yap, benar sekali, lalu setelah itu kau mengenalkanku dengan si Windya dan Rafaela, ya walaupun memang kita bertiga sering ribut karena cara berpikir kita yang berbeda-beda, tapi setelah beberapa waktu berlalu kitapun akhirnya menjadi geng yang paling dihormati di sekolah ini karena keahlian kita masing-masing yang menonjol dari yang lainnya, bahkan dapat julukan "ratu-ratu di sekolah" dong, ahahahaha."

Dan pada akhirnya, karena terlalu asyik membicarakan kejadian-kejadian di massa lalu yang membuat mereka menjadi makin akrab, 2 wanita itu kemudian malah memulai membicarakan masalah-masalah lain untuk diperbincangkan, sehingga tanpa mereka sadari, mereka sudah mengobrol dan bercanda ria selama 1 jam lebih.

"Ahahaha, haaaaa, sialan sumpah, andai saat itu kau tidak mau duduk dan ngobrol denganku, mungkin dari kelas 10 sampai sekarang aku pasti akan sebangku dengan anak-anak cowok lagi seperti saat SMP ku dulu. Dan andai saja 2 anak itu juga lebih perhatian seperti kamu, pasti kehidupan perempuanku di SMA bisa lebih normal lagi dari biasanya."

"Hei, sebenarnya Rafaela dan Windya juga ingin berkunjung kesini, hanya saja mereka punya urusan masing-masing sehingga mereka tidak bisa datang kesini saat ini lho, jangan buat mereka terdengar seperti orang jahat begitu dong."

"Tapi itu tidak merubah fakta kalau kau teman cewekku yang pertama kali menjengukku disinikan? Hehehe, aku tahu ini telat dan lebay, tapi terima kasih sudah mau jadi temanku ya Bel," kata Mona sambil tersenyum manis ke teman wanita pertamanya itu.

"(Ah, dia terlalu polos, mungkin aku akan meneteskan beberapa air mata setelah membunuhnya saat dia memilih jawaban yang salah nanti) Ahahahahaha, ucapanmu seperti orang yang ingin mengungkapkan cintanya sebelum mati tahu, apa kau baru saja melihat drama cinta-cintaan ha? Sejak kapan kau suka genre seperti itu?"

"Ah maaf, aku masih geli dengan sikap romantis dan gombalan maut anak-anak ABG, jadi aku masih belum bisa melihatnya."

"Oh ya Mona, bicada soal masalah romantis, ada beberapa hal yang ingin aku bicarakan denganmu soal masalah itu?" kata Bela yang berusaha merubah topic pembicaraan mereka kearah yang lebih serius.

"Eh, kau serius Bel? Masalah romatis? Denganku? Yakin kau tidak halu mengira aku Rafaela atau Wind….eh tidak-tidak, kalau Windya sih tidak mungkin, karena diakan tidak pernah tertarik dengan …"

Sebelum dirinya menyelesaikan kata-katanya, langsung saja dengan cepat Bela meloncat dari kursinya dan segera memeluk erat-erat Mona yang sedang berbaring di kasur, Mona yang tidak bisa bergerak karena pelukan Bela yang kuat itu tentu saja menjadi kaget dibuatnya.

"ASTAGON DRAGON BEL!! AKU TAHU KAU SUKA MELUK-MELUK ORANG!! TAPI JANGAN MENDADAK BEGINI WOI! AKU BISA DIRAWAT KARENA JANTUNGAN JUGA TAHU!!" kata Mona yang kaget itu tapi tidak bisa bergerak karena Bela memeluknya dengan erat.

"Hei Mona, apa kau berpacaran dengan seseorang sekarang?"

!!!

Mona terkejut bukan main ketika Bela berbisik seperti itu di telinganya, dia tidak mengira kalau ternyata temannya itu bisa mengetahui hal yang belum dia bicarakan pada siapa-siapa itu.

"HAAAA?! BA..BAGAIMANA KAU BISA TAHU HAL ITU?! A..AKU KAN BELUM PERNAH BILANG HAL ITU PADA SIAPA-SIAPA!" kata Mona yang panik.

"Ya seperti biasa, aku hanya menduga-duga saja, saat kemarin kau bilang ingin membicarakan hal yang penting kepada kita bertiga saat istirahat, mungkin kau ingin menyuruh kita melihat pertandinganmu lagi seperti dulu, tapi karena saat itu aku tahu kalau kau tidak punya jadwal lomba pertandingan apapun, aku pun mulai mengira-ngira masalah apa yang ingin kau bicarakan dengan kami, apa itu masalah pencak, olahraga, game, atau lainnya."

"Tapi kemarin aku dengar kabar yang mengejutkan dari grup gosip anak-anak cewek kelas 11 kalau kau sedang dekat dengan seorang cowok, jadi aku pun bisa buat kesimpulan yang agak ngawur, yaitu "Apa mungkin si Mona ingin memperkenalkan pacarnya pada kita saat istirahat?", begitu."

?

"(Bangsat! Te…ternyata ada grup begituan dikelas kita, DAN KENAPA AKU ENGGAK DIUNDANG MASUK KESANA WOI!! AKUKAN JUGA CEWEK SIALAN!!)" kata Mona yang merasa terdistriminasi.

"Jadi apa dugaanku tadi benar? Kalau iya, apa aku boleh tahu siapa laki-laki beruntung itu?" kata Bela sambil tersenyum sinis.

Mendengar Bela yang salah mengira kalau dirinya sudah pacaran dengan seseorang seperti itu, Mona yang sempat agak merasa malu karena ini pertama kalinya dia membicarakan masalah "pacar" nya kepada seseorang itu berusaha untuk menjelaskan situasi yang sebenarnya kepada Bela agar dia tidak salah faham.

"Anu ma..maaf Bel, se..sebenarnya dugaanmu tidak salah sih, a..aku memang sudah berpacaran dengan seseorang, ta..tapi aku jadiannya bukan di waktu-waktu dulu, melainkan kemarin sore setelah pulang sekolah."

?

"Lho, kemarin sore? Ka..kalau begitu apa yang ingin kau bicarakan kepada kami saat waktu istirahat kemarin kalau bukan masalah pacarmu itu?" kata Bela yang sempat bingung karena ternyata dugaannya salah.

"Ah itu, sebenarnya saat itu aku ingin berdiskusi dan meminta bantuan kalian untuk membantuku menyatakan cinta kepada laki-laki yang aku suka, tapi sayangnya saat itu tiba-tiba aku mendapatkan panggilan yang tidak terduga yang tidak bisa aku abaikan, tapi apa kau tahu apa yang lucu Bel?"

"Kau pergi ke ruang Helper Club, lalu 2 anggota club itu membantumu menyatakan cinta ke laki-lakimu saat sore kemarin dan hasilnya berhasil, begitukan?"

"Tunggu, ba..bagaimana kau bisa tahu kalau aku …"

"Aku mendengarnya dari adikmu sedikit kalau kau bertemu dengan si Akbar itu, dan selebihnya aku cuma menduga-duga."

"Wah sialan, sepertinya julukan ratu para ratumu itu bukan kaleng-kaleng ya? Aku jadi merinding," kata Mona yang takut dengan kemampuran prediksi Bela.

"Baiklah, kalau begitu aku akan menanyakan 1 hal penting lagi, setelah kau mendapatkan pacar berkat bantuan dari mereka, apa pendapatmu tentang si Akbar ini?" kata Bela yang mulai menatap tajam si Mona.

Ketika mendengar temannya tiba-tiba meminta pendapatnya mengenai orang yang sempat membuat hatinya berdebar-debar sekaligus salah tingkah seperti orang bodoh pada hari kemarin itu, dengan wajah kesal karena teringat kenangan konyol itu, Mona pun mulai bersabda.

"Cih, si sialan itu ya? Aku mengira dia itu anak antisosial yang membuat grup gaje hanya untuk menjauh dari teman-teman di kelasnya, tapi di luar dugaan, dia benar-benar berbeda banget dengan apa yang aku bayangkan ketika aku bicara dengannya ditempat clubnya kemarin."

"Kalau di kelas, si makhluk aneh serba serius yang duduk tanpa teman sebangku ini tidak pernah bicara sekalipun dengan teman-teman disekitarnya selain saat belajar, bahkan kalaupun dipaksa bicara dengan anak lainnya, dia hanya bicara "berisik, diam, bodo amat" dan sejenisnya, pokoknya sikapnya itu dingin banget sampai bulu kudukmu bisa berdiri."

"(Ahahaha, aku bisa membayangkannya sih)"

"Tapi, saat dia berada di ruangan clubnya, sumpah, aku gak percaya dengan yang aku lihat, dia benar-benar berubah 180 derajat, dia benar-benar banyak bicara dan suka bersikap konyol, bahkan dia juga gak sungkan-sungkah bicara hal yang tidak senonoh dengan santainya, saking tidak senonohnya aku sampai ingin menghajar dan mengkulitinya kecil-kecil lho, tapi yaaaa walaupun begitu ….."

Mendengar kata "tapi" setelah menjelek-jelekan kakaknya itu, tahulah si Bela tentang hal macam apa yang akan dikatakan oleh Mona selanjutnya, karena itu dia pun mulai bersiap mengeluarkan pisau di dalam sakunya.

"(Inilah saat-saatnya, tolong jangan kecewakan aku Mon) Ya? Walaupun begitu kenapa Mon?"

"Entah kenapa, saat aku ada disampingnya saat itu, perasaanku jadi terasa sangat hangat lho," kata Mona yang teringat dengan moment disaat mereka hanya berdua di dalam club itu.

!!!

"Hehehe, untuk seorang gadis yang selalu bermain dengan laki-laki, aku tahu aku konyol bicara seperti itu, tapi entah kenapa saat aku bicara dengannya, aku merasa dia berbeda dengan para cowok yang lain, dia tidak menganggapku tomboy atau laki-laki walaupun aku sempat berbuat kasar padanya, tapi dia beneran bersikap seolah kalau aku ini beneran perempuan lho, ahahahahahaha, sumpah daaaah! Kalau aku ingat sikap malu-maluku saat berduaan dengannya kemarin sampai berlari seperti orang bodoh begitu, rasanya aku ingin menyalib diriku sendiri deh," kata Mona yang menertawakan peristiwa dimassa lalu.

"(Ah, jadi itu sebabnya kemarin dia lari-lari seperti orang kerasuk … eh tunggu, sekarang bukan waktunya untuk hal sepele seperti itu) Ahahaha, jarang-jarang aku mendengar kalau kau bersikap malu seperti itu Mon, apa itu artinya kau menyimpan rasa dengan si Akbar ini?"

Di saat temannya itu mengatakan kata "rasa" padanya, tanpa disadari oleh dirinya sendiri, si Mona langsung saja teringat dengan perasaan yang sempat dia rasakan saat dirinya sedang berbincang-bincang berduaan dengan si Akbar kemarin, dan karena dia tidak mau membohongi perasaannya saat itu, Mona si gadis tomboy yang sedang jatuh cinta itupun berterus terang.

"Kalau boleh jujur Bel, sepertinya aku memang suka dengan si Akbar."

...

...

...

!!!!!!!!

"(DASAR KEPARAT BAJINGAN!!! MATI KAU SIAL….)"

"Tapi sayangnya aku sudah pacaran dengan seseorang sekarang, jadi tidak mungkin aku menyimpan rasa suka kepada diakan? Ahahahahaha."

?

"(Eh?)" kata Bela yang berhenti mengeluarkan pisau yang dia sembunyikan di celananya.

"Aku ini memang tomboy, tapi aku tidak sejantan itu untuk selingkuh dengan pacar pertamaku Bel, begini-begini aku juga punya harga diri tahu," kata Mona dengan rasa bangga yang tinggi.

!!!

"(Eeeeeeeeeeeeeeh?!)"

"Well, dia memang sempat membuatku jatuh hati karena sikap dan kebaikannya itu sih, tapi sayang sekali aku telat menyadari hal itu, andai saja aku tahu sikap konyolnya itu lebih awal-awal saat pertama kali bertemu, ya mungkin sekarang aku sudah pacaran dengan dia, MUNGKIN sih, ahahahahaha!"

Mendengar jawaban yang tidak jelas dan membingungkan seperti itu, Bela yang tidak bisa sabar lagi dengan perasaan si Mona sesungguhnya itu langsung saja bertindak nekad dengan menanyainya secara blak-blakan.

"BODOH AMATLAH!! INTO THE POINT SAJA SIALAN!! JADI SIMPLENYA KAU ITU TIDAK MAU PACARAN DENGAN DIAKAN?" kata Bela yang kesulitan membuat kesimpulan dari ucapan Mona yang dianggapnya ambigu itu sambil memegang kerah baju dan mengoyang-goyangkan tubuh temannya itu.

"Ahh!! Te..tentu saja aku tidak mau pacaran dengan dia Bel! Kan sudah aku bilang aku tidak sejantan itu untuk selingkuh disaat aku baru saja jadian woi! Jadi bisakah kau berhenti mengoyang-goyangkan kerah bajuku seperti ini? Aku ini pasien disini tahu!" kata Mona yang merasa pusing karena si Bela mengoyang-goyangkan dirinya.

Setelah memastikan bahwa si Mona tidak berbohong dengan mengecek detak nadi di leher dan besar kecil pupil matanya, yakinlah Bela kalau semua yang baru saja diucapakan oleh Mona itu benar-benar jujur, karena itulah Bela benar-benar merasa lega karena tidak perlu melakukan kegiatan "berdarah-darah" yang dia rencanakan.

"Ahahahahaha, syukurlah kau tidak berbohong, aku sempat berpikir untuk membunuhmu dengan sadis kalau kau berbohong lho," kata Bela yang akhirnya melepaskan cengkramannya sambil duduk kembali ke kursinya dengan perasaan lega.

"Uhuk-uhuk, da..dasar bajingan, kau tadi benar-benar hampir membunuhku tahu! Kenapa kau jadi lebay begitu sih? Memangnya segitu mengejutkannya buat kamu kalau aku punya pacar?" kata Mona yang masih saja kesal dengan apa yang dilakukan Bela tadi.

"Ahahahahaha, maaf-maaf, aku sih kurang peduli dengan masalah pacarmu itu, tapi aku jadi sering agak berlebihan kalau ini sudah membahas soal romansa kakakku, hehehe." jawab Bela tanpa rasa dosa sekalipun walau sudah tahu dirinya hampir membunuh temannya.

"Ha? Kakakmu? Memangnya kau punya kakak?"

???

"(Waduh, a..aku keceplosan) Ah e...enggak kok aku tadi cuma salah om ... "

"Hei, aku tahu kalau kau sedang berbohong kalau meralat ucapan secara mendadak gitu lho, beritahu aku apa yang kau sembunyikan Bel," kata Mona dengan tatapan yang melotot.

"(Ahahaha, yaaaaa lagian kakak juga tidak melarang untuk memberitahu hal ini, jadi ya sudahlah) Ahahaha, baik baik aku akan jujur, si Akbar itu adalah kakakku lho."

"Oh begitu, dia kakakmu rupanya, aku kira apaan."

!

Stop! Wait a minute!

Akhirnya, setelah lirik terkenal dari lagu Bruno Mars itu muncul di kepalanya, langsung saja Mona menghentikan waktu untuk memproses arti ucapan si Bela barusan, dan setalah 0,0 sekian detik kemudian, Mona yang sudah selesai memproses semua ucapan temannya itu pun menjalakan waktu kembali dan mulai meledak-ledak.

"HAAAAAAAAAAAAAA?! APAAAAAA?! KAU BARU BILANG APA TADI?!! SI AKBAR ITU KAKAKMU?!" kata Mona menggila.

"Yap, dan aku adiknnya," kata Bela sambil tersenyum manis.

"Ta..tapi…tapi kalian seumuran, ja..jangan-jangan kalian …"

"Yap, kami kembar."

!!!

"Jancook!! Ka..kau serius?! I..ini hampir sudah 1 tahun sejak kita bertemu, da..dan kau bilang padaku kalau selama ini kau 1 sekolah dengan Akbar tanpa ada yang sadar kalau bocah itu adalah kakakmu?! Bahkan si Windya dan Rafaela?"

"Ahahahaha, sebenarnya mereka juga baru tahu sih, jadi maaf ya, karena aku pikir hal itu bukan hal perlu aku beritahu pada kalian, jadi ya tidak aku katakan."

"Aku akan memastikan ini untuk yang terakhirnya kalinya, ka..kau tidak sedang bercanda seperti biasanyakan Bel? Karena kalau iya, candaanmu yang 1 ini benar-benar tidak luc ..."

"Aku tidak bercanda," kata Bela yang langsung memasang senyuman yang beraura "serius."

Melihat senyuman itu, Mona yang paham berbagai macam bentuk senyuman Bela itu hanya menghela nafas panjang, dia masih berusaha untuk menghilangkan shocknya mengetahui kalau ternyata si Bela benar-benar tidak bercanda mengenai hubungannya dengan si Akbar.

"Astaga, sumpah dah! Aku benar-benar tidak sanggup menerima kenyataan ini, maksudku ini info soal kakak dari si ratu para ratu sekolah yang dipuja seluruh siswa, kalau 1 sekolah tahu soal hal ini, pasti si Akbar akan jadi pusat perhatian lho, apalagi kalau dilihat dari sikap kalian yang saling berlawanan begitu," kata Mona yang masih saja merasa shock sampai menjambak-jambak rambutnya sendiri.

"Ya itu sih tidak masalah buatku, tapi kalau itu memang akan terjadi, kak Akbar pasti akan kesal banget."

"(Dan dia mulai menggunakan kata "kak", dia sungguhan tidak bercanda soal masalah ini, tapi sebentar, kenapa ucapannnya barusan itu kok rasanya …) Hei, barusan kau bicara seolah si Akbar tidak ingin ada yang tahu kalau kau adalah adiknya, memangnya kenapa juga dia kesal kalau semua orang disekolah tahu kalau kau adalah adiknya?"

"Ahahaha, sebenarnya ada sebuah masalah yang membuatnya kesal dan tidak mau bicara denganku, jadi walaupun dia tidak melarangku untuk tidak memberitahu hubungan kami berdua ke banyak orang, tapi aku rasa dia akan marah kalau ada orang lain yang berusaha membahas masalahku dengannya deh, jadi itu sebabnya aku sebisa mungkin untuk tidak bicara banyak soal hal ini, tapi yaaaaa karena terlanjur keceplosan, ya aku terus terang saja deh padamu."

"Bentar-bentar, Masalah? Jangan bercanda Bel! Memangnya masalah macam apa yang bisa membuat semua orang tidak sadar kalau dia bukan kakakmu selama 1 tahun lebih ini ha? Aku memang sering bertengkar dengan adikku, tapi kami bahkan tidak saling benci selama itu tahu!"

"Maaf, ini masalah yang cukup rumit sampai kakakku itu tidak ingin ada yang tahu soal masalah kami, jadi aku tidak bisa memberitahumu soal hal ini, lagipula gara-gara itu juga dia sudah sangat membenciku sampai tidak mau bicara denganku."

"Ya ampun, kenapa masalah kalian itu terdengar lebih rumit ketimbang pelajaran ... "

TUTURUU-TUTURUU

Belum selesai dirinya melanjutkan kata-katanya itu, Bela sempat diganggu dengan panggilan telepon yang membuatnya harus berhenti bicara dulu, dan ketika dia tahu siapa orang yang baru saja menelponnya itu, Bela pun menjadi kaget.

"Eh, ka..kak Akbar?! Ke..kenapa dia tiba-tiba menelponku?"

"Wah, orang yang dibicarakan malah muncul, kebetulan gila macam apa ini? Apa ini juga pertanda kalau Bumi itu kotak? Atau malah dia sudah tahu apa yang sedang kita bicarakan ini dengan kemampuan analisisnya?" kata si Mona yang teringat dengan kemampuan si Akbar yang sesuatu itu.

"Ahahahaha, ti..tidak mungkinlah dia bisa tahu tentang hal ini, dia pasti cuma sedang salah pencet telepon atau mau bicara soal hal la …"

Dan ketika si Bela menekan tombol "terima panggilan" secara reflek, langsung saja Akbar yang daritadi menunggu si Bela mengangkat panggilannya itu mulai berteriak …

[BEL!! KAU SEKARANG ADA DI RS SI MONAKAN?!]

!!!

"BANGSAT!!! DI..DIA BENERAN TAHU DONG?! A…APA DIA ADA DISEKITAR SINI DAN DIAM-DIAM MENGAWASI KITA?! TA..TAPI DARI ARAH MANA?! DAN BAGAIMANA CARANYA DIA BISA TAHU?!" kata Mona yang shock ketika mendengar suara teriakan Akbar dari HP Bela yang dalam mode "SPEAKER" itu sambil melihat kearah luar jendela untuk mencari keberadaannya.

"A..a…a…a….ah…ka..kak Akbar, a..aku tahu kakak kesal kalau aku membahas masalah kita itu, ta..tapi sumpah, a...aku tadi tidak ada maksud untuk …."

[MAAF BEL! AKU TIDAK PAHAM DENGAN APA YANG KAU KATAKAN BARUSAN! TAPI SEKARANG POKOKNYA DENGARKAN KATA-KATAKU!! AKU INGIN MINTA TOLONG KEPADAMU!!]

"Eh, mi..minta tolong?" tanya Bela.

[YAA! ADIK SI MONA YANG NAMANYA LISA ITU BARU SAJA DICULIK! TOLONG BANTU AKU MENGEJAR PENCULIKNYA!]