"Kita harus membawa hadiah ini dengan hati-hati" kata seorang abdi dalem kepada temannya yang lain. Mereka membawa sebuah hadiah yang di tutup dengan kain sutra emas.
"Mengapa hadiah ini begitu berat? Apa Yang Mulia Raja memberitahukan isinya?"
Abdi dalem itu menggeleng.
"Tidak ada yang tahu isi peti hadiah ini. Yang Mulia hanya berpesan agar memberikan hadiah ini kepada Yang Mulia Permaisuri sebagai hadiah lamaran."
"Hadiah lamaran? Bahkan Yang Mulia Ratu Kerajaan Tawang Saja tidak pernah menampakkan wajahnya, bagimana mungkin raja yakin, ia adalah wanita yang tepat untuk dijadikan istri? Apa beliau sudah gila?"
Abdi dalem itu menggeleng dan menghela nafas.
"Jaga mulutmu. apa kau tidak takut ada yang mendengar dan melaporkanmu? Yang aku tahu, wanita ini sangat misterius. Ia tidak pernah menampakakan wajahnya dan selalu menutup wajahnya dengan kain berwarna merah atau emas. Ku dengar ratu Tawang ini juga bukan orang sembarangan. Menurut gossip, sebenarnya ia sudah mati lalu bangkit kembali.
Kau tahu? Berapa banyak orang yang dikubur bersamanya?"
Abdi dalem yang medengarkan ceritanya itu menggeleng.
"Sekitar seratus orang"
"Tunggu bagaimana bisa orang sebanyak itu dikubur? Bukankah kau bilang ia bangkit? Jika ia bangkit, artinya tidak perlu ada yang dimakamkan menemani beliau bukan?"
"Benar, tapi sayangnya orang-orang itu dikubur hidup-hidup sesasat sebelum upacara pemakaman. Dengan kata lain mereka mati sia-sia"
Rasa cemas dan kengerian muncul seketika di tubuh dua orang yang membicarakan tentang ratu tawang dan rumor yang mengikutinya. Mereka tiba-tiba merasa ngeri dan tidak bisa membayangkan orang seperti apa yang akan dipersunting raja mereka. Dalam keheningan kusir kuda tiba-tiba menghentikan laju kereta mereka.
"Maaf, kita sudah sampai." Kata kusir kuda.
Tak lama terdengar suara prajurit mendekat. Dua abdi dalem itu pun segera keluar dan mejelasakan perihal kedatangan mereka.
"Hamba, Sadi dan ini Warman. Kami berdua kemari untuk mengantarkan hadiah-hadian ini kepada Yang Mulia Ratu Tawang" Jelas Sadi kepada penjaga sambil menunjukkan beberapa kereta kuda dengan muatan peti-peti besar.
Setelah memerhatikan dengan saksama prajurit meminta agar Sadi dan Warman membuka peti tersebut.
"Ampun, Yang Mulia Raja Astawarna tidak mengizinkan siapa pun melihat isi dari peti-peti hadiah ini. Bahkan kami pun tidak berhak melihatnya" Jelas Sadi lagi.
Parajurit yang memeriksa pun merasa ragu-ragu untuk memberi izin masuk. Tapi kemudian datang seorang laki-laki dengan pakaian yang sedikit berbeda datang mendekat. Prajurit itu menceritakan apa yang terjadi. Tak lama, ia segera mendekat peti-peti besar itu.
"Tuan, apa kami harus membiarkan mereka masuk?" tanya parjurit kepada orang itu.
~Mengapa aku mencium bau darah dari peti-peti ini, batin Joel dalam hati.~
"Biarakan mereka masuk. Jika hadiah-hadiah ini mencelakai Yang Mulia Ratu, kita hanya tinggal membunuh mereka berdua bersama para kusir itu"
Perintah Joel segera dilaksanakan. Sementara Sadi dan Warman mendadak sesak nafas. Dihati mereka ada ketakutan luar biasa saat ini. Bagaimana tidak? Mereka yang diminta mengantar hadiah-hadian besar dan berat ini saja tidak tahu apa isinya. Sementara itu Raja mereka hanya berpesan agar sesegera mungkin mengantarkan hadiah-hadiah ini kepada Ratu Tawang.
~Semoga kita semua selamat~
"Hadiah? Raja Astawarna Dwi Angkara itu mengantarkan hadiah?" kata Edward kepad Joel.
Berita ini tentu saja membuat Raja Edward sangat tidak senang. Mengapa setiap kali ia datang berkunjung ke Tawang, selalu saja orang yang membuatnya tidak senang. Dulu Kartika, permaisuri Kerajaan Artha Pura Kencana, sekarang seorang raja lain.
"Baiklah, apa respon Siane akan hal ini?" tanya Edward kepada Joel orang kepercayaannya.
"Yang Mulia Ratu, ingin menemui mereka. Saat ini Yang Mulia Ratu sudah siap disinggahsana"
"Oh" jawab Edward kesal. "Ayo ke sana. Siapa tahu raja murahan ini juga menyiapkan sesuatu untuk mencelakai Ratuku"
~Ratu anda? Bahkan wanita yang anda sebut sebagai ratu itu tidak pernah mau menikah dengan anda? Apa pantas wanita seperti ini terus anda datangi dan lindungi? Edward kau bodoh, kata Joel dalam hatinya~
"Baiklah Yang Mulia Raja Edward"
Di dalam istana, Ratu berdiri di depan singgasana dengan wajah yang tertutupi oleh kain. Di sisi kanan dan kiri para petinggi kerajaan hadir untuk menyaksikan hadiah apa yang dipersambahkan oleh Raja Astawarna Dwi Angkara itu. Sadi dan Wardi berjalan terlebih dahulu, sedangkan dibelakang mereka, peti-peti berisi hadiah yang berat di bawa oleh para prajurit.
"Yang Mulia Ratu Tawang, kami mempersembahakan hadiah ini sebagai hadiah lamaran." Jelas Sadi. Belum selesai ia bicara, Edward menghunuskan pedang ke leher Sadi.
"Hadiah apa Kau bilang? Coba ucapkan sekali lagi"
Sadi gemetar dan berlutut.
"Hamba hanya seorang adbi dalem, hamba tidak berani membantah perintah tuan hamba" jelas Sadi.
Edward yang kesal menganyunkan pedang ke atas dan hendak menebas leher Sadi. Beruntung, Ratu menghentikannya.
"Berhentilah bersifat kekanak-kanankan" kata Siane.
Kata-kata iu membuat Edward berhenti dan mengembalikan pedangnya.
"Yang Mulia Ratu terima kasih atas kebaikan Yang Mulia Ratu, hamba bersedia melakukan apapun sebagai gantinya" kata Sadi.
"Tidak perlu" potong Ratu Tawang. "Cepat buka saja isi peti-peti itu"
Seketika itu, Sadi dan Wardi memerintahkan mereka semua membawa peti-peti hadiah yang begitu berat berjumlah sembilan dan membukanya perlahan. Saat satu-persatu peti itu dibuka semua orang kaget dan nyaris kehilangan kata-kata.
"Semua ini adalah jasad keluarga kerajaan Wira Kerta Jaya berserta seluruh penerusnya" kata Ratu Tawang.
"Kau sudah gila,? Bagaimana mungkin mempersembahkan mayat raja dan ratu mereka berserta semua penerus kerajaan kepada Ratu. Apa kau tidak…"
Ratu Tawang menghentikan Joel.
"Apa hanya ini yang Raja kalian berikan?" tanya Sang Ratu yang sangat tenang.
"Yang Mulia hamba masih ada senuh kotak kecil" jawab Wardi. Ia segera mengeluarkannya dan membukanya.
"Ini adalah benda pusakan kerajaan Wira Kerta Jaya, apa raja kalian berniat memberikan kekuasaan kepadaku sebagai hadiah?"
Ratu Tawang mengembalikan pusaka itu ke kotak. Ia membalikkan badan dan duduk di singahsana. semua orang menunggu keputusan yang ia ambil.
"Raja kalian membunuh semua orang-orang ini demi bisa menikah denganku? Aku memang bermusuhan dengan kerajaan Wira Kerta Jaya, tapi tak kusangka akan melihat jasad keluarga kerajaan sebagai hadiah. "
"Pengawal, makamkan ke Sembilan keluarga kerajaan ini dengan hormat dan untuk kalian berdua, kembalilah dan katakan pada Raja kalian. Aku menolak hadiah-hadiah ini"