Chereads / Ratu Tanah Jawa / Chapter 7 - Selamat Ulang Tahun

Chapter 7 - Selamat Ulang Tahun

"Lintang apa yang membuatmu merasa semua yang kau ceritakan itu benar?" tanya Prof. Sian.

Lintang yang melamun karena membayangkan cerita yang ia sampaikan. Setelah tersadar, ia kembali ke duania nyata. Kembali ke saat di mana ia harus menceritakan isi dari gulungan kitab yang ia temukan.

"Prof. Saya tidak berbohong, memang itulah yang tertulis di gulungan yang saya temukan"

Prof Sian menyandarkan tubuhnya dengan tatapan tajam ke arah Lintang.

"Apa aku boleh melihat gulungan itu?" tantang Prof. Sian pada Lintang.

"Hanya melihat foto-foto ini membuatku tidak yakin. Lagi pula apa yang membuatmu yakin, cerita Ratu Tawang yang kau sebut ini adalah nyata? Bukankah bahkan sejarah pun tidak mencatat nama wanita ini?"

"Ingat, Lintang kau adalah seorang mahasiswa dan Kau ingin menjadi arkeolog. Seorang arkeolog itu bukan seorang pendongeng yang mengarang cerita. Jadi saranku, ada baiknya kau tidak terlalu memercai gulungan itu. Lagi pula, bisa saja itu adalah sebuah karya sastra seperti cerita Romeo and Juliet di zaman kuno bukan?"

"Tapi saya rasa cerita ini asli Prof" bantah Lintang mempertahankan argumennya.

"Saya sudah menghabiskan banyak waktu untuk menerjemahkan semua ini. Saya juga melakukannya hati-hati. Saya menemukan ini di reruntuhan. Apa mungkin, sebuah cerita karangan akan semistis dan semenarik ini?"

"Tidak ada yang tidak mungkin, imaginasi para penulis terkadang bisa melampaui pikiran kita" jelas Prof. Sian lagi.

"Kau tahu Lintang, aku tidak punya banyak waktu. Perbaiki semua ini"

Dan Prof.Sian pergi begitu saja meninggalkan Lintang di kantornya.

"Aku pasti sudah dianggap gila!" gumam Lintang pada dirinya sendiri.

~Aku meneliti ini lebih dari satu bulan. Mengapa ia tidak percaya pada ceritaku? Apa aku harus mebawa bukti fisik gulungan itu padanya?!~

Lintang yang sedih mulai mengambil foto-foto yang ia berikan pada dosen pembimbingnya. Ia merapikan kertas-kerta yang ia tulis dan memasukkanya ke dalam tas. Secara tidak sengaja, Lintang menjatuhkan sesuatu dari meja.

~Apa ini?~

Lintang berjongkok untuk mengambil benda itu. Benda itu adalah gelang berwarna putih dengan motif klasssik. Merasa penasaran Lintang mencoba mengamati benda itu di bawah cahaya. Pada salah satu sisinya bertuliskan sebuah nama.

~Edward Loius King of Skanidavia~

Melihat nama itu, Lintang merasa sedikit aneh. Ia merasa nama itu tidak asing baginya. Namun ia tidak mengingat di mana ia mendengar nama itu. Dengan rasa penasaran yang tinggi, ia mengambil gelang itu dan memasukkannya ke dalam tas. Sebelum ia melakukan itu, Lintang memastikan tidak ada kamera CCTV di ruangan Prof. Sian. Dan dengan cepat ia pun segera pergi.

Sementara itu, Prof. Sian yang mengajar di kelas merasa ada yang aneh saat ia menganggakat tangan. Ia merasa tangannya terasa ringan.

"Prof?" kata seorang mahasiswa yang hadir secara virtual di kelas itu. "Apa anda baik-baik saja?"

Prof. Sian segera menjawab dan melanjutkan pengajaran yang ia lakukan.

Selasai kelas, barulah ia sadar ia kehilangan gelang berlilan yang ia pakai. Dengan cepat ia kembali ke kantor, ia mencoba mencarinya namun tidak menemukan apapun.

~Sepertinya jodohku dengan gelang itu sudah berakhir, batin Prof. Sian~

Pulang ke rumah, Lintang langsung masuk ke rumah dan menelpon sahabat baiknya Ken.

"Baiklah, apa yang membuatku harus datang kemari?" tanya Ken saat ia tiba di kediaman mewah Lintang.

"Aku menemukan sesuatu" kata Lintang.

"Tentang gulungan itu?"

"Bukan" jawab Lintang. Ia segera menunjukkan sebuah gelas klassik.

"Oh pamer bisa beli gelang baru?" jawab Ken sinis.

Lintang yang mendengar itu langsung naik darah. Ia tidak habis pikir, mengapa Ken bisa mengatakan hal seperti itu. Selama ini Ken tahu, Lintang adalah seseorang yang tidak pernah memamerkan apapun.

"Lihat baik-baik tulisan dibelakan gelang itu"

Ken segera mengambil gelang dari tangan Lintang dan membacanya.

"Woo, ini diukir secara tradisional. Nama pemiliknya adalah Edward Louis Raja dari Skanidavia? Apa benar ini asli?"

Lintang menggeleng dengan pertanyaan Ken. Ia menceritakan bagaimana ia bisa mendapat gelang itu.

"Kau mencurinya, apa kau tidak takut? Jika Prof. Sian mengetahuinya maka habislah Kau. Bukan hanya skripsimu yang terancam, maka kau juga terancam tidak bisa lulus."

Lintang teresenyum kecut. "Ia sudah menganggapku halu, bagaimana menurutmu?"

Ken yang mendengar hal itu tak bisa menyembunyikan keterkejutannya.

"Mengapa demikian? Apa karena isi cerita dari gulungan yang kau ceritakan itu?"

Lintang menganguk, tak terasa saat itu tiba-tiba ayahnya datang. Saat itu juga sang ayah menanyakan mengapa putri semata wayangnya itu merasa tidak bahagia.

"Oh, begitu rupanya?" kata sang ayah. "Apa kau mau aku menemui Prof. Sian dan memintanya meluluskanmu?"

"Tidak ayah, bukan seperti itu" bantah Lintang.

"Lalu apa?" tanya sang ayah. "Apa yang bisa ayah bantu? Katakan"

Lintang memberikan gelang yang ia temukan dan meminta ayahnya melakukan suatu hal.

"Baiklah, apapun akan aku coba lakukan. Pastikan saja Kau akan lulus tahun ini. Tidak baik menunda-nunda kelulusan. Kau juga Ken, kau juga harus lulus tahun ini. Jika Kau mau kau bisa bekerja untuk Om nanti setelah lulus."

"Om, mana cocok. Aku akan sama kayak Lintang. Sementara perusahaan om bergerak dibidang minyak?"

Ayah Lintang tertawa.

"Semua bisa dipelajari, tapi hati yang baik sulit diperoleh. Ingat itu baik-baik Ken."

Di lain tempat, Prof. Sian kembali ke rumah dengan mobilnya. Ia merasa sedikt tidak enak badan sejak mendengar semua yang Lintang ceritakan. Ditambah, ia juga kehilangan gelang yang ia pakai. Bukan masalah harga, hanya saja menurutnya gelang itu cukup berharga karena sebuah hadiah.

"Sudah pulang?" tanya seseorang di ruang tengah. Prof. Sian menoleh ke arah ruang tengah.

"Aku membeli semua makanan ini. Dan berharap, kau menyukainya Nyonya"

Sian, segera mendekati pria itu. Ia melihatnya dan mengamati meja berisi semua makanan.

"Ming, Kau adalah seorang dokter bukan? Kau bahkan juga tahu kalau semua makanan ini berlemak dengan campuran bahan-bahan kimia yang tidak baik untuk kesehatan. Jadi mengapa Kau masih mau memakannya?"

"Nyonya, ayolah. Ini adalah menu ke kinian. Aku belum mencicipinya."

"Apa hidup abadi membuatmu tak cukup untuk makan?" sindir Sian.

"Yang Mulia, hari ini adalah hari ulang tahun Anda. Meski kita selalu bertahan dan tidak bisa mati, tidak ada salahnya kita tetap merayakannya. Apa lagi, lihat semua menu ini adalah menu kekinian dengan variasi memasak"

Prof. Sian tidak bisa mendebat Ming lagi kali ini. Ia segera mengambil kursi dan duduk di depannya.

Ming menuangkan wine mahal yang ia beli secara daring.

"Selamat Ulang Tahun Yang Mulia Ratu Siane Yang"