Saat ini aku tengah duduk di kursi penonton sambil melihat dhika yang tengah latihan basket di lapangan indoor. Seperti biasanya aku selalu menemani dhika latihan dan saat ini juga aku ingin melakukannya. Terlihat kak daniel menunjuk ke arahku sambil berbicara dengan dhika. Dhika hanya melirikku sekilas.
Saat istirahat, aku berjalan mendekati dhika yang duduk bersama teman-temannya yang lain. Aku sudah berdandan agar terlihat cantik di mata dhika, aku juga memasang senyuman seindah mungkin kepada dhika. "kamu cape yah," saat aku sudah berdiri di dekatnya. "ini minumlah" aku menyodorkan sebotol minuman dingin ke dhika, tetapi dhika tidak bergeming dan mengambil botol aqua yang ada disampingnya. Dhika langsung beranjak meninggalkanku. Semua teman basket dhika memperhatikan ku dan dhika termasuk kak Daniel.
"aku tidak akan menyerah, aku akan berusaha memperbaiki hubungan kita. Aku mohon beri aku kesempatan dhik," aku mengekori dhika dari belakang. "aku akan buktikan kalau semua itu kebohongan, bahkan kak anggapun mengakui kalau aku dan dia dijebak," jelasku apa adanya dan seketika dhika menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap ke arahku.
"apa? kamu bilang dijebak?" dhika tertawa kecut membuatku mengernyitkan dahiku bingung.
"nyari alasan tuh yang masuk akal dong, itu gak mungkin dijebak. Angga juga bukan orang bodoh yang gampang dijebak, lagian siapa yang mau jebak kalian? malam itu kalian jalan berdua kan? Terus kenapa kalian bisa berduaan? Dan foto pelukan dan ciuman di dalam mobil itu apa? kamu mau bilang itu juga dijebak, hah?" ujar dhika emosi membuat lidahku kelu dan tak tau harus menjawab apa.
"tapi aku gak pernah ciuman di mobil" ucapku masih mencoba menjelaskan.
"sudahlah,, dan jangan ikutin aku lagi. Aku muak mendengar omong kosong kamu," ujar dhika dan berlalu pergi meninggalkanku sendiri dengan hati yang kembali terluka.
"lita" aku menengok, dan kak Daniel tengah berdiri tak jauh di belakangku.
"gue minta berhenti ganggu dhika, jangan tambah lagi luka dihatinya. Udah cukup kejadian kemarin, jangan buat dia semakin terluka lagi. Lebih baik loe pergi jauh-jauh dari hidup dhika," ujar kak Daniel dengan sinis membuatku tak percaya kak daniel bisa berkata seperti ini. "oh iya, dan jangan pernah lagi deketin serli. Serli itu labil dan gue gak mau dia jadi kebawa-bawa dengan pergaulan loe," setelah mengucapkan itu, kak danielpun berlalu pergi.
Ya tuhan, kenapa kak daniel tega sekali berkata seperti itu padaku? Apa salahku, kenapa semuanya menuduh dan menghinaku. Air mataku tak bisa aku tahan lagi, hatiku sangat terluka mendengar ucapan dhika dan kak daniel.
Kenapa gak ada yang mau percaya aku?
***
Sepulangnya dari café, dhika mengirimku pesan kalau dia ingin bertemu denganku di taman dekat rumah tante ratih. Tanpa pikir panjang, aku langsung beranjak pergi. Bahkan aku belum sempat berganti pakaianku.
Sesampainya di taman, aku tidak menemukan dhika. Mungkin dia belum datang, aku akan menunggunya disini. Pandanganku terarah ke pohon yang tak jauh dari tempatku berdiri, disana tempat pertama kali dhika mengungkapkan perasaannya padaku. Hiasan lampu bertulisan I Love You masih terbayang di benakku, tanpa terasa air mataku kembali jatuh membasahi pipi.
Kenapa harus seperti ini dhika? aku sangat merindukan kamu. Bisakah kamu memaafkan aku dan kembali percaya padaku. Hanya kamu yang aku miliki saat ini, hanya kamu pelita dalam hidupku, kamulah semangatku untuk terus bertahan hidup.
Sudah satu jam aku menunggu dhika, tetapi dhika masih belum menunjukkan sosoknya, hingga hujanpun turun dengan derasnya mengguyur tubuhku, aku sama sekali tak beranjak. Aku tetap berdiri disini dengan memeluk tubuhku yang begitu menggigil.Aku berharap dhika segera datang.
Hujan sudah kembali reda, tetapi dhika masih belum datang.Tubuhku sudah sangat menggigil tetapi aku masih bertahan di tempatku berdiri. Hingga tak lama dhikapun datang dengan wajah dinginnya. Aku sangat bahagia melihatnya, bahkan aku kembali memasang senyuman lebarku. "maaf membuatmu menunggu lama" ujar dhika "kenapa hujan-hujanan?" Tanya dhika.
"aku terlalu bersemangat untuk bertemu kamu, jadi aku lupa untuk membawa payung," ujarku masih memasang senyumku menatap wajah tampannya, aku bahkan melupakan tubuhku yang sangat menggigil.
"kenapa lita?" Tanya dhika tiba-tiba menatapku dengan tajam
"ke-kenapa???" aku tidak tau maksud dari ucapan dhika.
"kenapa kamu bohongi aku dan khianati aku?" Tanya dhika masih tenang tetapi tatapannya sangat tajam, membuat senyumku memudar.
"aku berani bersumpah dhika kalau aku tidak pernah khianati kamu dan bohongi kamu," ujarku meyakinkannya.
"Simpan sumpah sialanmu itu!!" bentak dhika membuatku terpekik kaget, dhika membentakku.
Dhika....? kenapa?
"aku tidak bodoh dan bego,,, sampai kapan kamu akan ucapkan omong kosong ini, hah???" bentak dhika. "selama seminggu ini aku kasih kamu kesempatan untuk membuktikan ucapanmu itu, aku kasih kamu kesempatan untuk berkata jujur walaupun itu menyakitkan. Walaupun kenyataannya kamu dan angga ada hubungan. Aku kasih kamu kesempatan itu," amuk dhika, matanya sudah menyala tajam dan aura menakutkan itu kembali keluar membuatku semakin gugup.
"tapi aku tidak bohong," ujarku.
"tidak berbohong??? Kamu bilang tidak bohong? Lalu apa maksudnya kamu setiap malam keluar dengan angga bahkan hingga pukul 4 pagi, dan kamu bilang ke aku kalau kamu sudah tidur. Apa itu bukan kebohongan? JAWAB AKU LITA, APA ITU BUKAN KEBOHONGAN???" Amuk dhika membuatku semakin ketakutan dan mundur beberapa langkah ke belakang. Dhika mendekatiku dan mencengkram kedua lenganku dengan kuat, membuatku meringis kesakitan.
"kamu tau, sejak kepulanganku dari Surabaya kamu terlihat aneh. Setiap aku ingin mampir kerumah, kamu selalu melarangku untuk mampir, bahkan setiap aku ingin menunggumu sampai kamu tertidurpun kamu selalu melarang dengan berbagai alasan. Kamu tau, chacha mantan sahabat kamu bilang ke aku kalau kamu ada hubungan dengan angga, aku tidak percaya awalnya. Bahkan aku membentaknya, seenaknya menuduh orang," ujar dhika "tapi aku selalu kepikiran, aku ingin membuktikannya kalau omongan chacha itu tidak bener. Setiap malam, setelah mengantar kamu pulang. Aku slalu duduk disini, memperhatikan kamu. Kalau saja benar kamu sudah tidur, aku akan sangat percaya dengan kamu. Tapi malam itu aku melihat angga datang, dan kalian berangkat berdua. Aku berusaha mengikuti kalian, tetapi aku kehilangan jejak kalian. Aku kembali lagi kesini dan menunggu kamu semalaman disini," ujar dhika "kamu pulang tepat pukul 4 bersama dengan angga.Keesokan harinya kamu juga pergi lagi menggunakan taxi. Tapi setiap aku Tanya, kamu selalu membohongiku. Kenapa Lita? KENAPA KAMU BOHONG??? Pergi kemana sebenarnya kamu setiap malam, hah??" bentak dhika
"jawab lita, kenapa kamu diam saja? Jawab aku" ujar dhika menghentakkan tubuhku. Aku bingung, aku tidak tau harus menjawab apa. Haruskah aku menjawab kalau aku bekerja di club malam, haruskah aku berkata kalau selama ini aku membutuhkan dana untuk pengobatanku? Tidak, aku tidak bisa. Aku tidak bisa terus membebani dhika, aku tidak bisa terus membuatnya kerepotan karena penyakitku.
"kamu gak bisa jawab, hah? Atau masih mau berbohong?" Tanya dhika dengan sinis. Aku menatap mata dhika yang terlihat merah. "jawab lita? kenapa kamu lakuin ini? Kenapa harus angga? Kenapa harus sahabatku sendiri, Lita?" Tanya dhika.
Aku mulai kebingungan dan lidahku seakan terasa sangat kelu, apa yang harus aku katakan sekarang? "aku selama ini berusaha untuk memberimu kesempatan kedua, kalau kamu memang mengakuinya. Tetapi kamu masih saja berbicara omong kosong itu, aku tidak bego lita" ujar dhika tajam. "aku tau kedekatan kalian saat aku di Surabaya, aku sering bertanya sama kamu dan memancing kamu untuk berkata jujur. Tetapi apa? kamu terus berbohong, kamu terus membohongiku" ujar dhika kini matanya terlihat terluka. "saat itu aku bahkan bersumpah akan memaafkan kamu, apapun yang kamu lakukan kalau kamu berkata jujur. Tetapi kamu terus berbohong, kamu selalu saja bebohong. Kenapa lita?" Tanya dhika membuatku kembali terdiam dan menangis, aku bingung harus menjawab apa.
"kamu tidak bisa menjawab, baiklah" dhika melepas cengkramannya dan berpaling menghadap kearah lain. "kita sudahi saja hubungan ini"
Deg...
Mataku melotot sempurna mendengar ucapan dhika. Air mata seakan semakin deras mengalir membasahi pipi. Aku harus bagaimana? Kenapa begini dhika? dengan Tubuh yang bergetar karena ucapan dhika dan menggigil. 5 kata itu seperti petir yang menyambar jantungku. aku tidak mampu berkata apapun lagi. "aku tidak bisa melanjutkan lagi hubungan ini, aku terlalu sakit hati dan kecewa" ucap dhika dan berlalu pergi meninggalkanku sendiri.
Aku langsung terduduk di atas tanah yang basah sambil menangis sejadi-jadinya. Hatiku hancur, sangat hancur. Sakit, perih dan pedih aku rasakan saat ini.
Kenapa?????? Kenapa harus seperti ini??? aku hanya memilikinya tuhan, dan kau merengutnya dariku...
Apa salahku??????
Bahkan disini, ditempat ini. Dimana tempat ini menjadi saksi cinta kami bersatu, tetapi disini juga yang menjadi saksi cinta kami kandas. Hatiku hancur,, sangat sakit rasanya.
"hikz....hikz....kenapaa???? kenapa seperti ini??hikzz..hikzz.." tangisku meraung-raung. Aku bahkan tak pernah meminta dan mengharapkan apapun, aku hanya butuh dhika, hanya dia. Kenapa seperti ini tuhan? Apa salahku??? Bahkan aku tak menginginkan penyakit ini, andai aku bisa. Aku ingin mengatakan segalanya pada dhika, aku ingin menceritakan betapa takutnya aku saat ini, betapa sakitnya aku.
***