Hari terus berganti, minggu berganti minggu hingga bulanpun berganti. Aku sudah berhenti dari club malam itu setelah kejadian kepergok dhika. Sudah cukup penghinaan yang aku dapatkan, karena setelahnya semua mahasiswa dan siswi di kampus mengetahui pekerjaan malamku dan mereka membullyku habis-habisan. Bahkan aku sampai di masukan ke kolam ikan di halaman kampus, selain itu tugasku hilang dan di coret-coret sampai aku harus di hukum dosen. Dan bullyan lainnya,
Bagaimana dengan dhika? jangan di Tanya, itu akan sangat menyakiti hatiku, dhika semakin jauh dariku. Bahkan aku sudah jarang bertemu dengannya, dhika juga sudah jarang ke café. Dhika terlihat menghindariku, dan selama ini yang membantuku hanya kak angga, tetapi aku juga tetap menjaga jarakku karena aku takut akan menjadi fitnah dan salah paham yang berkepanjangan.
Saat ini aku tengah dalam perjalanan menuju rumah om pram, maksudku papa pram. Papa dan kakak memaksaku untuk tinggal bersama mereka, papa gak mau aku tinggal sendiri di rumah tante ratih. Aku yang sudah tak punya pilihan apapun lagi, akhirnya menurut saja.
Tak lama mobil prampun memasuki sebuah rumah yang cukup mewah dengan gaya modern. Aku berjalan mengikuti papa dan kak natasya memasuki rumah. Tak lama seorang wanita paruh baya keluar dari dalam rumah. Tubuhnya yang sedikit sintal dan kelihatan cantik walau umurnya sudah terlihat lebih tua.
"kalian pulang juga, mama sudah masakin makan siang," ujar wanita itu, aku terus memperhatikan wanita itu dengan pandangan tak percaya, benarkah dia mamaku. Ibu yang selalu aku nanti-nantikan. "eh ada tamu juga. Nat, ini temanmu?" Tanya wanita itu saat melihatku. Aku yang menyadari itu segera menunduk dan menghapus air mataku yang sudah lurus membasahi pipi, setelahnya aku kembali menatap wanita paruh baya itu dengan senyumanku.
"Mah, ikut papa dulu yuk" papa pram menarik tangan wanita itu masuk ke dalam rumah.
"ayo kita tunggu diruang makan" ajak kak natasya dan akupun menurutinya.
Cukup lama kami menunggu dan tak lama wanita paruh baya itu kembali dengan papa pram.
"kalian nunggu lama yah" ujar pram tersenyum,
"gak apa-apa kok" ujar natasya, aku melirik ke arah mama tetapi terlihat cemberut dan merengut.
"lita, ini mama kamu Salma" ujar papa
"M-mama," ujarku lirih
"Natasya, bawa dia ke kamarnya dan setelah itu kita makan bersama," ujar mama dengan sinis dan berlalu pergi. Aku masih terpaku menatap mama dengan heran. Kenapa respon mama terlihat dingin dan sinis.
Tidak bertemu selama 19 tahun, apa ini respon yang aku dapat. Tidak adakah pelukan hangat dari mama. Meskipun kecewa, tetapi aku tidak ingin memperlihatkannya ke papa dan kak natasya yang terlihat senang dan antusias. Kak natasya bahkan membawakan koperku dan menarik tanganku menuju kamar.
***
Semakin hari, sikap mama semakin sinis dan dingin. Bahkan seringkali tidak menganggap kehadiranku. Aku sangat heran dengan sikap mama. Apa yang membuat mama seperti membenciku? Apa aku salah datang ke keluarga ini. Aku bahkan sempat bertanya ke papa, kenapa mama bersikap seperti itu, tetapi papa selalu menjawab kalau mama orangnya memang seperti itu. Mungkin masih canggung karena sudah 19 tahun tidak bertemu denganku. Aku mencoba memahaminya, dan mencoba membiasakan diri untuk tinggal dirumah ini. Meskipun mama selalu menghindariku setiap kali aku menyapanya.
Saat ini aku tengah duduk diatas ranjang, memikirkan semua yang terjadi. Sikap mama yang menurutku sangat aneh dan janggal. Selain itu penyakitku juga semakin parah, kemarin aku memutuskan untuk berhenti melakukan cuci darah karena tidak ada hasil apapun. Dokter sintia menyarankanku untuk mencari donor ginjal yang cocok untukku. Karena hanya itu yang mampu menyembuhkanku. Tapi entahlah, sekarang aku merasa pasrah dengan takdir dan keadaan. Kak natasya datang ke kamarku dan memintaku turun karena dia ingin memperkenalkanku dengan seseorang.. Dua minggu yang lalu kak natasya bercerita kalau dia baru saja jadian dengan laki-laki yang dia taksir sejak SMA dan kemarin kembali bertemu saat kkn. Saat sampai di ruang tengah, terlihat seorang laki-laki tengah duduk memunggungiku. Lelaki itu tengah berbicara dengan mama dan papa.
"honey, kenalin ini adik aku. Yang waktu itu aku ceritakan," ujar kak natasya dengan ceria. Lelaki itu berdiri, membuatku semakin penasaran untuk melihat wajahnya. Tetapi dari postur tubuhnya sepertinya tidak asing bagiku. Hingga lelaki itu berbalik dan menghadap ke arah kami.
Deg... mataku langsung melotot sempurna saat bertemu dengan mata coklat tajam milik lelaki itu.
Dhika.....aku tak menyangka kalau laki-laki itu adalah dhika, pantas aku begitu mengenal postur tubuhnya.
"Kenalin honey, ini lita dan lita ini dhika pacar kakak," ujar kak natasya dan aku menatap dhika dan kak natasya secara bergantian dengan tatapan tak percaya. Jadi benar, mereka memang punya hubungan. Jadi dhika yang mengkhianatiku, dan malah menuduhku.
"Hai Lita," sapa Dhika menyadarkanku, aku hanya bisa menatap dhika dengan berkaca-kaca dan tatapan terluka.
"kamu kenal adik aku, honey?" Tanya kak natasya.
"ya, dia adik tingkatku. Dia juga bekerja di caféku," ujar dhika dengan datarnya tatapannya masih terpaut denganku.
"kamu kerja di café dhika?" Tanya kak natasya kaget dan aku hanya mengangguk dan menundukkan kepalaku.
"dia juga sahabatnya Serli" ujar dhika.
"Serli yang suka berantem dengan okta?" Tanya kak natasya dan dhika mengangguk. Bahkan yang lainnya sudah mengetahui hubungan mereka, dan tak ada yang memberitahukannya padaku. Satu bulan aku putus dengan dhika dan dia dengan mudahnya berpaling ke wanita lain. Apa memang dari sebelumnya juga mereka sudah berpacaran.
"lita kamu kenapa?" Tanya kak natasya menyadarkanku.
"A-aku tidak apa-apa kak. Emm,, kak, aku akan bantu bibi menyiapkan makan siang untuk kalian," ujarku dan berlalu pergi tanpa ingin menatap mereka berdua. Aku berjalan sambil memegang dadaku yang terasa sesak dan sakit. Rasanya sungguh sangat sakit.
***
Aku baru sampai di café bersama kak natasya karena tadi dia ngotot ingin ikut ke café. Kak Natasya tengah memasuki ruangan dhika dan aku berjalan dengan gontai ke ruang ganti untuk mengganti pakaianku. Disana beberapa teman kerjaku bertanya ada apa denganku dan dhika. Kenapa akhir-akhir ini tidak kelihatan bersama dan mesra seperti biasanya. Bahkan dhika terlihat sudah tidak perduli lagi. Aku hanya mengedikkan bahuku tanpa ingin menjawab.
Tak lama ada telpon dari ruangan dhika dan kebetulan aku yang mengangkatnya. Dhika memintaku membawakan minuman dan cemilan untuk mereka.
Aku pun masuk dengan membawa 2 orange jus dan cemilan setelah mengetuk pintu. Aku sempat terpaku di tempat saat melihat natasya tengah manja bergelayut di lengan dhika dan menyandarkan kepalanya ke bahu dhika. Aku menekan hatiku dalam-dalam, dan menyadarkan mereka berdua dengan dehemanku sambil memalingkan wajahku dan membuat mereka berdua menengok ke arahku.
"ini pesanan kalian," ujarku lirih.
"lita sayang, sini duduk. Ini dhika lagi ngeliatin video orang yang lain manggung. Keren lho suaranya," ujar kak natasya dengan antusias antusias.
"maaf kak, aku masih banyak pekerjaan," jawabku seraya menyimpan dua gelas itu di atas meja beserta makanannya. "kalau begitu aku permisi" ujarku dan berlalu pergi. Saat sudah keluar ruangan, aku memegang dadaku yang terasa sakit. Aku memejamkan mataku untuk menghilangkan rasa sakit yang teramat ini Hatiku sungguh sakit, sangat sangat sakit.
Aku pulang bersama dhika dan kak natasya. Saat ini aku duduk di kursi penumpang belakang dengan hanya menatap keluar jendela tanpa ingin menatap pasangan yang ada di depanku.
"lita, kamu kecapean yah," ujar kak natasya.
"tidak kak," jawabku singkat.
"terus kenapa diam saja daritadi?" Tanya kak natasya.
"gak apa-apa kak, lita hanya ngantuk saja" jawabku asal.
"honey, kamu jangan kasih tugas yang berat-berat dong ke lita. kasian tau adik aku," ujar kak natasya.
"aku tidak menyuruh, dia sendiri yang mengerjakannya," ujar dhika datar membuatku semakin terluka mendengarnya.
"tunggu, kalian berdua seperti yang sedang marahan. Apa ada masalah?" Tanya kak natasya terlihat curiga.
"nggak kak, aku memang kurang akrab dengan pak dhika," ucapku tanpa menatap mereka berdua.
Mobil dhika sudah memasuki pekarangan rumah kami, dan tanpa berkata apapun, aku langsung turun dari mobil meninggalkan pasangan yang membuatku semakin terluka.
***
Setelah aku pikir-pikir lagi, aku sudah memutuskan sesuatu yang menurutku ini jalan yang terbaik. Aku sudah tidak sanggup lagi terus berurusan dengan dhika. Saatnya aku melepaskannya dan pergi jauh dari kehidupannya untuk selama-lamanya.
Setelah dipersilahkan masuk, akupun masuk ke dalam ruangan. Dhika yang tengah mengerjakan sesuatu di laptopnya mengernyitkan dahinya melihatku.
"ada apa?" Tanya dhika dengan datar, aku berusaha terus berjalan ke hadapan meja dhika.
"saya mau memberikan surat pengunduran diri saya," dengan sopan aku menyodorkan amplop putih ke arah dhika. Dhika menghentikan aktivitasnya dan menatap ke arahku.
"maksudnya apa?" Tanya dhika terlihat sinis.
"saya mau mengundurkan diri saya dari café ini," ujarku tanpa ingin melihat tatapan intimidasi dhika.
"tapi apa alasannya?" Tanya dhika.
"tidak ada, saya hanya ingin keluar saja dan fokus kuliah," ucapku. " kalau begitu saya permisi," tanpa mau mendengar lagi pertanyaan dari dhika, aku langsung bergegas keluar ruangan. Dan kembali bekerja untuk hari terakhirku bekerja.
***
Dikampus, aku tengah duduk di taman fakultas kedokteran. Tak lama kak angga menghampiriku. "hai tha" sapanya dan duduk disampingku.
"ada apa kak?" Tanyaku dingin
"kamu kenapa sih? Kok semakin dingin sama aku?" Tanya kak angga.
"aku sudah cukup sakit hati dengan semua ini, jadi aku mohon jangan ganggu aku lagi" ucapku hendak beranjak meninggalkan kak angga. Tetapi kak angga menahan tanganku
"please, jangan kayak gini tha. Aku mohon" ucap kak angga.
"lepasin !!!" ujarku seraya menepis tangan kak angga tetapi tidak juga terlepas.
"tolong jangan terus menghindariku, lita. aku mencintai kamu," ujar kak angga membuatku mematung di tempat.
Apa barusan aku salah dengar?
"a-apa?" ucapku menyakinkan.
"aku mencintai kamu, apa selama ini kamu tidak sadar? Tolong jangan hancurkan lagi hatiku dengan sikapmu yang selalu menghindariku," ujar kak angga lirih.
"kak angga, apa kakak sadar? Kak, aku ini tunangannya sahabat kakak," ujarku yang masih syok.
"ya, tapi itu dulu. Dan sekarang kamu hanya mantan tunangannya, kamu juga tau kan mengenai hubungan dia dengan kakak kamu," ujar kak angga.
"kakak paham tidak sih, kalau cuma dhika yang aku cintai kak," ujarku ngotot.
"tapi dia sudah menyakiti kamu, lita. Dia bahkan tidak mempercayaimu dan malah berpacaran dengan kakak kandung kamu sendiri. aku gak mau melihat kamu terus menerus terluka," ujar kak angga.
"aku, aku yang buat dhika jadi seperti ini. Aku yang tidak jujur pada dhika, maaf kak. Tappi aku hanya mencintai dhika," ujarku melepaskan cengkraman tangan kak angga dan berlalu pergi. Tetapi baru tiga langkah, aku menghentikan langkahku dan pandanganku beradu dengan mata coklat tajam milik dhika yang berada di lantai tiga fakultas kedokteran. Kami sama-sama saling memandang, aku begitu merindukannya dan ingin sekali aku berteriak memanggil namanya atau berlari menuju tempatnya untuk memeluk tubuhnya dengan erat. Saat masih saling bertautan, dia memalingkan wajahnya dan berlalu pergi, membuat hatiku semakin terluka.
***
Aku baru saja menyelesaikan kuliahku tepat pukul 17.00, saat sampai di parkiran. Tiba-tiba saja dhika datang dan menarik tanganku untuk memasuki mobilnya dan melajukan mobilnya keluar dari area kampus. "ada apa ini? Kenapa kamu bawa aku paksa?" Tanyaku yang kaget dan bingung.
"diamlah" ujar dhika dingin, dan tetap fokus menyetir.
"tapi kita mau kemana?" Tanyaku semakin penasaran, tetapi dhika tidak menjawab dan terus menjalankan mobilnya hingga mobil dhika memasuki area parkir sebuah apartement.
"ayo turun" ujar dhika dingin, kenapa dhika membawaku ke apartementnya. Dhika kembali menarik tanganku paksa keluar dari mobil dan berjalan menuju lift. Di dalam lift kami saling terdiam. Sesekali aku melirik dhika yang masih memasang wajah dinginnya, aku tidak tau dhika mau membawaku kemana. Tapi di satu sisi aku senang bisa berduaan seperti ini dengan dhika, ingin rasanya aku memeluk tubuh dhika. Aku masih terus melirik dhika yang masih memasang wajah dingin dan datarnya.
"kenapa kamu bawa aku kesini?" Tanyaku lirih tetapi Dhika masih tidak menjawab pertanyaanku. Saat aku ingin bertanya kembali, pintu lift sudah terbuka. Dhika kembali menarik tanganku keluar lift dan memasuki sebuah apartemen. Dhika langsung mengunci pintu itu membuatku kebingungan. Dhika berjalan mendekatiku dengan tatapan yang tidak aku kenali. Ini bukan dhika yang selama ini aku kenal. Aku terus mundur menghindari dhika yang terus berjalan mendekatiku.
"dhika, kamu mau apa? kenapa kamu bawa aku kesini?" Tanyaku semakin penasaran dan takut, tetapi dhika tidak menjawab dan langsung menerjangku hingga punggungku menabrak dinding di belakangku.
"Dhikhhhmmmpppppp" Dhika mencium bibirku dengan sangat ganas, bahkan aku kesulitan untuk berontak dan melepaskan diri. Cengkraman tangannya di tengkukku sangatlah kuat membuatku kesulitan untuk bergerak. Bukan hanya itu, tangan dhika juga memegang daerah dadaku dan dengan ganas memainkannya. Aku sudah meringis kesakitan, bahkan aku ingin menangis walau sulit. Tega sekali dhika melecehkanku.
Sekuat tenaga aku mendorong tubuh dhika, membuat dhika mundur beberapa langkah ke belakang. Kami sama-sama terdiam dan menghirup udara sebanyak-banyaknya. Aku menatap dhika dengan tajam, Tatapan dhika tak kalah tajam dan mengerikan. Aku bahkan tidak mengenali sosok lelaki dihadapanku ini.
"kenapa kamu lakuin ini, Dhika? kenapa kamu tega lakuin ini?" ujarku menangis.
"Kenapa? KENAPA HAH?? KAMU BISA MELAYANI SETIAP LAKI-LAKI HIDUNG BELANG DI CLUB SIALAN ITU,, KENAPA AKU TIDAK BISA, KENAPA LITA, BERAPA BAYARANMU SETIAP MALAM. AKAN AKU BERIKAN UNTUKMU BAHKAN DUA KALI LIPAT !!" bentak dhika,
PLAK
Tanganku melayang hingga menampar pipi dhika dengan kerasnya bahkan tanganku terasa ngilu saat menamparnya. Kami sama-sama terdiam dengan emosi yang menggebu. Aku merasa perih di bagian sudut bibirku yang terluka karena ulah dhika. Kami bertatapan dengan pandangan sendu dan tajam.
"Jaga ucapan kamu dhika!! Tega sekali kamu melakukan ini. Hina aku sepuas kamu,, kamu tak jauh berbeda dengan laki-laki hidung belang dan orang-orang munafik seperti di luar sana. Aku pikir kamu berbeda dhika, aku pikir kamu sosok yang sangat sempurna. Tapi aku salah,,hikzzz... aku salah," isakku sejadi-jadinya, hatiku hancur karena di lecehkannya. Dhika masih mematung menatap ke arahku. Aku menghapus air mataku dan beranjak menuju pintu apartement untuk segera pergi dari tempat terkutuk ini. Tetapi dhika kembali mencekal pergelangan tanganku, membuatku memberontak.
"Lepaskan aku!!!" bentakku tetapi dhika tak menggubrisnya.
"jangan harap aku akan melepaskanmu," ujarnya dingin dan menarikku ke dalam kamarnya membuatku semakin ketakutan. Aku berontak terus dan meminta untuk di lepaskan, tetapi dhika tak menggubrisnya. Dhika menghempaskan tubuhku ke atas ranjang. Aku tak menyangka dhika akan melakukan hal seperti ini, lelaki yang sangat aku kagumi berbuat hal menjijikan seperti ini.
"Dhika jangan dhik, aku mohon," isakku sambil berangsur mundur, tetapi dhika tidak memperdulikannya dan kembali menerjang dan menindih tubuhku, dia langsung melumat kembali bibirku. Tetapi kali ini terasa sangat lembut. Bahkan akupun sempat terbuai. Ciuman dhika terasa penuh kerinduan. Tangan dhika mulai turun menelusuri tubuhku dengan lembut tidak seperti tadi. Aku sudah tidak berontak lagi, aku sungguh menikmati aktivitas dhika, karena aku begitu merindukannya.
Kalau dengan cara ini, kamu bisa percaya sama aku. Kalau aku tidak pernah mengkhianati kamu dan aku tidak pernah menyerahkan mahkotaku kepada siapapun. Aku ikhlas, aku ikhlas menyerahkan harta yang sangat berharga ini. Harta yang selalu aku jaga selama hidup aku untuk kamu. Aku ikhlas hanya untuk kamu, Dhika. Aku menutup mataku dengan air mata yang kembali luruh membasahi pipi.
Tuhan, ampuni dosa hamba dan dhika. Ampuni hamba yang melakukan dosa besar ini. Tetapi mungkin hanya dengan cara ini, aku bisa meyakinkan dhika kalau aku tidak bersalah.
"Menikmatinya, hmm?" ucapan dingin milik seseorang menyadarkanku. Aku membuka mataku dan terlihat dhika sudah berdiri menjulang dihadapanku. Aku terbangun dan merapihkan pakaianku yang tersingkap karena ulah dhika. "aku pikir kamu akan menamparku lagi, atau kamu akan terus berteriak meminta tolong. Ternyata kamu pasrah dan menikmatinya" ejek dhika dengan senyum sinisnya. "pemberontakan kamu tadi ternyata cuma kedok saja," ucap dhika sarkasis. " aku salah menilai kamu, ternyata kamu memang sudah terbiasa melakukan hal seperti ini dan menikmatinya." ujar dhika merogoh sakunya dan mengeluarkan dompetnya.
"maaf aku tidak suka memakai bekas oranglain," ujarnya sinis dan melempar beberapa lembar uang seratus ribu ke sampingku.
Aku merasa sangat terhina, tanpa sadar aku mengepalkan kedua tanganku dengan erat, emosiku sudah mencapai ke ubun-ubun. "apalagi itu bekas sahabatku sendiri, pulanglah. Aku sudah puas denganmu," ujar dhika dan berlalu pergi keluar kamarnya.
Aku sungguh sangat terhina mendengar ucapan dhika. Tega sekali dhika mengatakan itu padaku.
Tanpa pikir panjang, aku menyambar tasku tanpa mengambil uang dari lelaki brengsek itu dan berlalu pergi. Aku berlari sekuat tenaga meninggalkan apartement milik laki-laki brengsek itu dengan tangis yang sudah sangat pecah.
"AAaaarrrrrgghhhhtttt!!!!" teriakku sejadi-jadinya di pinggir jalan yang sepi karena ini sudah larut malam. Aku menangis sejadi-jadinya dengan terduduk di tanah.
Kenapa? Kenapa dia tega melecehkanku dan menghinaku? Apa salahku???
"Kenapa??hikzz...hikz...hikzzz...KENAPA!!" teriakku menangis sejadi-jadinya. Kenapa hidupku semenderita ini tuhan, apa salahku? Aku mencintainya, tapi dia menodai cinta ini. Dia tega melakukan hal menjijikan itu padaku. Laki-laki yang aku pikir seorang malaikat tanpa sayap, kini sudah berubah menjadi sosok devil yang sangat mengerikan.
Aku kembali berjalan menyusuri jalanan, malam yang semakin larut dengan tangis yang terus mengalir. Kenapa? Kenapa dhika tega sekali memperlakukanku seperti pelacur? Kenapa dia tega sekali merendahkanku seperti itu? Apa sebegitu rendahnya aku dimata dhika?
Entah sudah berapa jauh aku berjalan meninggalkan apartement milik dhika. Air mataku seakan tak mampu berhenti mengalir, mewakilkan pahitnya yang tengah aku alami. Aku menatap sekeliling karena cukup sepi,aku bahkan tak sadar kalau aku sudah sampai di depan rumah tante ratih. Aku menghapus air mataku dan masuk kedalam rumah tante ratih yang sudah cukup lama aku tinggali.
Setelah mencopot semua baju yang aku pakai, aku membiarkan tubuhku terguyur air dari shower. Isakan demi isakan kembali keluar dari bibirku. Bayangan saat dhika menjamah tubuhku masih terbayang-bayang. Dhikalah orang yang pertama kali menyentuh bagian tubuhku, tetapi dengan kejamnya dhika mengatakan
Maaf aku tidak suka memakai bekas oranglain
Apalagi itu bekas sahabatku sendiri, pulanglah. Aku sudah puas denganmu
Aku semakin menangis terisak sambil memeluk kedua lututku yang di tekuk. "hikz....hikz....hikzz....!!!!" Rasanya sungguh sangat menyakitkan, hatiku hancur lebur seketika. Mulai saat ini aku bersumpah akan melupakan dhika untuk selama-lamanya. Dia tak pantas untukku, dia benar-benar tak pantas untukku. Aku harus bangkit dan memikirkan masa depanku.
Cukup !!! kalau memang harus melepaskannya, maka aku akan melepaskan semuanya termasuk dhika. Aku akan mencoba jalani hidupku dengan keluarga baruku, kalau memang aku harus mengikhlaskan dhika dengan kak natasya, maka akan aku lakukan itu. Aku tidak ingin semakin berlarut-larut dalam masalah ini, aku yakin badai ini akan segera berlalu. Dan seiringnya waktu berjalan, aku yakin aku mampu melupakan dhika dan menerimanya sebagai kakak iparku kelak. Sudah cukup hinaan yang aku dapatkan, sekarang saatnya aku bangkit dan lupakan segalanya tentang dhika dan juga sahabat. "kamu bisa lita, kamu pasti bisa !!!" gumamku penuh keyakinan.
***