Saat ini aku tengah berdiri di balkon kamar, memikirkan kejadian beberapa hari yang lalu. Setelah kejadian itu, aku tak pernah bertemu dhika lagi, di kampus ataupun di rumah.
Kenapa takdir ini begitu kejam, tante... om... lita kangen kalian. Apa karena lita anak haram jadi takdir litapun begitu menyakitkan? Bahkan dhikapun tak ingin tetap bersamaku, dhika memilih melepaskanku dan aku akan berusaha mengikuti keinginannya asalkan dia bisa bahagia. Hanya itu yang aku harapkan saat ini, aku ingin dia bahagia tanpa aku.
Hingga sapaan dari seseorang membuatku menengok dan terlihat papa berdiri menjulang dibelakangku. Papa berjalan mendekatiku dan berdiri disampingku dengan tatapannya lurus ke depan.
"kamu bukanlah anak haram, kamu anak papa" ujar papa menengok ke arahku. Aku hanya bisa tersenyum miris.
"terima kasih karena sudah mau menerima lita dan menganggap aku sebagai anak papa," ucapku.
"kamu ngomong apa sih? Kamu anak papa, anak kedua dari keluarga Casandra. Tidak ada yang namanya anak haram." ujar papa seraya memegang kedua pundakku membuatku menghadap ke arahnya. "papa gak mempermasalahkan kamu darah siapa, bagi papa kamu adalah putri papa. Papa minta kamu jangan merasa terbebani dan kepikiran terus yah sayang. Papa yakin dengan berjalannya waktu, mama akan bersikap baik sama kamu. hanya butuh waktu, sayang," papa mengusap kepalaku membuatku langsung memeluk papa dan menangis di pelukannya. "jangan menangis," papa mengusap kepalaku.
***
Hari berganti hari, dan minggupun berlalu. Dhika dan kak natasya bahkan sudah bertunangan dan mereka sudah menentukan tanggal pernikahan mereka. Aku hanya bisa bersembunyi dengan luka yang masih belum mengering dan semakin bernanah. Bukan hanya hatiku, tetapi kondisi tubuhku juga, kondisi tubuhku saat ini mungkin bisa di katakan dalam keadaan sekarat atau kritis. Dokter menyarankan aku untuk mencari donor ginjal, tetapi aku tidak menggubrisnya. Biarkan saja, aku sudah sangat lelah dengan semua ini. Aku hanya tinggal menghitung hari kapan waktuku akan habis. Bahkan sekarang tubuhku penuh dengan memar dan lebam-lebam seperti bekas di pukuli. Bukan hanya itu, sekarang hampir setiap jam, aku bolak balik ke kamar mandi hanya untuk memuntahkan isi perutku. Aku bahkan sudah tak pernah meminum obat apapun, aku sungguh lelah dengan semuanya. Kalau boleh meminta, aku ingin pergi ke tante saat ini juga.
Aku bahkan masih di bully di kampus, dan mereka bilang kalau aku sedang hamil. Gossip macam apa lagi itu, aku tak terlalu memperdulikannya lagi. Tapi ada satu hal yang membuatku penasaran, serli bilang kalau kak angga mengatakan ke brotherhood kalau aku tengah mengandung anaknya. Dan saat ini disinilah aku berada bersama kak angga. Aku meminta kak angga untuk bertemu di taman kota tak jauh dari kampus.
"katakan yang sebenarnya terjadi?" tanyaku to the point.
"lita, ini tidak seperti yang kamu pikirkan," ujar kak angga.
"katakan semuanya kak angga, jangan membuatku tidak menghargai kakak," ujarku sudah sangat emosi. " aku tau kak, ini semua bukan kebetulan. Ini bukan salah paham dan kita tidak benar-benar di jebak kan?" teriakku sudah sangat emosi. "Kakak ada dbalik ini semua kan????????" bentakku dengan mata yang sudah berkabut.
Kak Angga hanya diam saja tidak mau menjawab. Pandangan kami beradu,aku menatap kak angga dengan tajam. "JAWAB KAK??????" teriakku lagi,, "aku akan maafkan kakak kalau kakak jujur sekarang juga" tambahku mulai merendahkan nada suaraku.
"ya lita, aku yang ada dibalik semua ini"
Deg.. mataku membelalak lebar mendengar penuturan kak angga, aku tak menyangka kak angga tega melakukan ini padaku. Aku sangat syok, orang yang aku percaya dan sudah aku anggap kakakku sendiri. Ternyata menjebak dan menipuku seperti ini. Aku memalingkan pandanganku ke arah lain sambil memejamkan mataku menahan emosi yang meluap-luap. Tetapi kak angga langsung mencengkram kedua pundak ku dan membuatku membuka mataku dan menatapnya.
"aku melakukan ini karena aku punya alasan, aku punya alasan lita" ujar kak angga.
"alasan???" ucapku lirih, aku menatap kak angga dengan tatapan sangat terluka hingga air mataku kembali mengalir membasahi pipi.
"aku sangat mencintai kamu, sungguh. Dari awal aku ketemu kamu, aku sudah mencintaimu. Selama ini aku selalu menahannya karena melihat dhika juga menyukai kamu. Tetapi semakin lama, perasaan ini semakin besar. Perasaaan ini sering membuatku terluka karena cinta yang tak terbalaskan. Apalagi saat melihat kamu dengan dhika, aku merasa tidak rela dan hati ini terasa sangat sakit," jelas kak angga lirih. "aku selalu berusaha mengikhlaskan kamu dengan dhika, tetapi aku tidak bisa. Perasaan ini tidak cukup senang melihat kamu bahagia dengan oranglain. Aku ingin kamu, aku ingin kamu menjadi milikku seutuhnya," tambah kak angga.
"jadi kakak melakukan hal serendah ini, dengan cara menjebakku dan membohongi semuanya?" Tanyaku tak percaya.
"ya aku akui, caraku salah. Aku terhasut oleh ucapan amel" ujar kak angga
"Amel?" ucapku semakin tak menyangka, kalau di balik semua ini adalah amel.
"iya amel, dia adalah sepupuku, dia juga yang mengusulkan ide untuk menjebakmu," ucap kak angga."apalagi saat melihat kamu galau karena ditinggal dhika ke Surabaya tanpa kabar apapun darinya. Darisana aku tertantang untuk merebutmu dari dhika, walaupun harus melalui cara kotor seperti ini," ucap kak angga, membuatku semakin geram.
"malam itu aku sengaja menjemputmu dari club, tanpa kamu sadari amel juga membututi kita. Dia mencuri-curi foto kita saat kita berada satu mobil. Kamu ingat, aku memberi minuman ke kamu dan memaksa kamu untuk menghabiskannya. Sebenarnya minuman itu sudah aku campur dengan obat tidur kadar tinggi, dan berhasil membuat kamu tertidur tak lama setelah meminum itu" ujar kak angga membuatku muak.
"dan disana, kamu berbuat semau kamu. begitu !!!" bentakku, tak menyangka angga setega ini.
"aku bersumpah lita, aku tidak menyentuhmu sama sekali. Aku memang menginginkanmu bahkan sangat, tapi aku tidak ingin menyakiti kamu atau melecehkanmu dalam keadaan seperti itu," ucap angga. "aku hanya medekatimu untuk di ambil fotonya seperti yang kamu lihat. Kita seakan-akan tengah berciuman di dalam mobil. Lalu aku sengaja membawamu kerumahmu agar kamu tidak curiga sama sekali. Aku bahkan tidak membuka pakaianmu, aku hanya menyelimutimu hingga batas leher dan aku membuka kaosku agar semua orang percaya kalau kita sudah melakukan hubungan intim," jelas angga membuatku menutup mulutku tak menyangka.
"aku juga yang sengaja memelukmu waktu dikampus dan itu kesempatan amel untuk memotretnya seakan kita memang tengah berpelukan. Bukan hanya itu, aku yang menghasut dhika dan brotherhood lainnya kalau kita memang punya hubungan dan sering melakukan hubungan seksual selama dhika tidak ada. Dhika sangat marah dan membabi buta kepadaku, tapi aku menerimanya asalkan dhika melepaskan kamu untuk aku. Dan sekarang kenyataannya dhika melepaskan kamu begitu saja tanpa mempercayai ucapanmu," jelas angga dengan sangat memuakkan. "kemarin mereka semua bertanya karena keadaanmu yang slalu muntah-muntah, bahkan dhika menanyakan hal yang tidak seharusnya ditanyakan. Dan aku berkata kalau kamu tengah hamil-"
Plak
Sekuat tenaga aku menampar angga dengan emosi yang menggebu-gebu. Membuat angga menghentikan ucapannya. Aku sungguh sangat muak mendengar penuturan menjijikannya. "puas? PUAS, HAH?????" teriakku, hatiku sangat hancur. Aku sudah tak sanggup lagi menahan beban dalam tubuhku, membuatku terduduk di tanah dengan pandangan syok. Angga hendak menyentuh pundakku tetapi aku langsung menepisnya. "sekarang gue kehilangan segalanya, segalanya...hikzzzzzz..." isakku menutup wajahku dengan kedua tanganku.
"lita, maafkan aku. Aku melakukan ini karena aku sangat mencintai kamu," ujar angga.
"cinta loe bilang?? INI BUKAN CINTA TAPI OBSESI !!!" bentakku menatap sengit ke arah angga. "hikz....hikz....hikz.... aku berusaha meyakinkan dhika dan kamu yang buat dia mencampakkanku," isakku sejadi-jadinya.
"tapi aku juga tidak 100% salah, dhika juga bersalah karena menyakiti kamu. dan dia bahkan tidak mau mempercayai kamu sama sekali. Awalnya aku mencoba diam dan melihat apa respon dhika, kalau dhika mempercayaimu aku akan melepaskan kamu dengannya," ujar kak angga.
"Tetapi kenyataannya cinta dhika tidak sebesar yang aku kira, dia mencampakkanmu dan menghinamu bahkan dia berselingkuh dengan kakak kandungmu sendiri. Dia bahkan tidak perduli denganmu yang selalu mendapat hukuman di kampus dan di bully oleh mahasiswa lain," ucap kak angga sudah duduk rengkuh dihadapanku. "dimana dia saat kamu kesakitan? Dimana dia saat kamu dihina anak-anak brotherhood? Dimana dia saat kamu di bully mahasiswa lain di kampus? Bahkan kamu pernah dikerjain sampai pingsan, apa dia perduli? Tidak lita, tidak sama sekali," ujar angga terlihat emosi.
"aku memang bersalah karena menghasut mereka, tetapi aku lakukan itu agar dhika tidak terus menyakitimu. Aku tidak mau melihat kamu terluka lagi, tapi kalau kamu masih mencintainya. Sekarang juga aku akan datangi dhika dan mengatakan semuanya, semuanya lita." ucap angga.
"sudahlah" ucapku, aku sudah merasa sangat lelah sekali."aku lelah,, biarkanlah. Biarkan seperti ini, dia sudah memiliki wanita lain dan aku tidak ingin menyakiti kakakku sendiri," gumamku.
"maafkan aku" ujar angga lirih seraya menyentuh tanganku tetapi aku segera menepisnya.
"pergilah " ujarku tenang dengan tatapan kosong.
"a-apa?" angga seakan kaget mendengarnya.
"pergi !!!" ujarku dengan tajam
"tapi-"
"PERGI !!!!!" bentakku menatap tajam kak angga membuatnya terdiam dan akhirnya beranjak meninggalkanku sendiri dalam keterpurukan. Aku kembali menangis sejadi-jadinya.
***
Aku sudah memutuskan untuk menyudahi semuanya. Aku tidak ingin memperdulikan lagi yang lain. Cukup memikirkan diriku sendiri, aku sudah terlalu lelah dengan semuanya.
Aku baru saja masuk ke kelas setelah dari toilet. Di kelas terlihat sangat heboh sekali dan terlihat gelisah, saling tuduh menuduh. Membuatku kebingungan, sebenarnya apa yang terjadi. Tak lama anggota senatpun datang, yang tak lain adalah dhika, Daniel, dewi, elza dan seno. Ini pertama kalinya aku kembali bertemu dengan dhika setelah perpisahan terakhir kami. "ada apa ini?" Tanya dhika menenangkan para murid. Aku masih berdiri di tempatku karena tak tau apa yang terjadi.
"maaf kak, kami panggil kakak karena Riri kehilangan dompet dan handphonenya," jelas Shilla yang tengah menenangkan Riri yang sedang menangis.
"Coba kamu inget-inget lagi, siapa tau kamu kelupaan tadi," ujar kak dewi
"tidak kak, tadi sebelum aku keluar. Aku sempat chatingan dulu sama temen dan setelah itu aku menyimpannya kembali ke dalam tas," jelas Riri.
"Tapi tadi gue lihat, lita ada dikelas sendirian," ujar amel yang entah sejak kapan ada di dalam kelasku. Aku mengernyitkan dahiku mendengar penuturan amel yang mencurigakan bagiku.
"eh iya, daritadi kan lita ada di kelas," sahut Andre.
"kalian nuduh gue? Gue diem di kelas karena kepala gue pusing," ujarku .
"kalau loe sakit, kenapa tidak diem di ruang kesehatan saja? Kenapa di kelas?" sahut kak seno.
"memangnya salah kalau di kelas, kak? Yang penting kan tidak sampai menganggu oranglain," ujarku.
"sudah sudah, kalian jangan saling menuduh. Kamu, coba kamu miscall handphone kamu," perintah dewi.
"sudah kak, tapi sudah tidak aktif," isak riri, aku merasa firasat buruk. Tatapan amel sangat mencurigakan.
"kita lihat cctv saja," ujar kak elza
"eh kak, gimana kalau dicek saja tas mereka satu-satu. Kalau masih tidak ada baru cek cctv," ujar amel membuatku semakin curga.
"kita lihat cctv saja," ujar dhika hendak beranjak.
"maaf kak, tapi cctv di kelas ini kebetulan rusak dan sedang diperbaiki," sahut Fitri.
"udah dicek saja langsung tas mereka," ujar kak seno.
"ya terserah kalian saja" ujar dhika.
Semua siswa/i berkumpul di depan kelas. Sedangkan kak dewi, kak elza, kak seno dan kak daniel berkeliling setiap meja memeriksa tas yang ada disana. Dhika berdiri di depan memperhatikan mereka semua.
"amel, ini kan bukan kelas kamu? kenapa kamu ada disini" Tanya dhika
"oh aku tadi bareng sama Sally kesini kak, iyakan sall" ujar amel dan sally menganggukkan kepalanya.
"Ini tas punya siapa?" ucap seno mengangkat sebuah tas berwarna coklat muda. Dan benar sekali firasatku, amel memasukan dompet itu ke dalam tasku.
"Itu milik Thalita," teriak Alifah.
"Thalita apa dompet ini milik kamu?" Tanya kak seno mengeluarkan dompet ukuran besar berwarna pink.
"itu dompet saya kak" ucap Riri menghampiri kak seno dan memeriksa dompet dan hpnya. "iya ini dompet saya, dan ini hp saya" ucapnya.
Firasatku benar sekali, kali ini aku kembali di fitnah, dan entah apa yang akan terjadi padaku kali ini.
"Bisa jelaskan, Lita?" Tanya dhika yang kini menatap kearahku penuh tanya, semua mata bahkan kini terarah kepadaku.
"Bukan aku yang mengambilnya, aku tidak tau kenapa ada ditasku. Aku memang ada di kelas daritadi, tapi aku tidak melakukan apa-apa. aku hanya beristirahat bahkan tadi di kelas juga ada Sally. Kamu lihat kan, sall aku gak ngelakuin apa-apa," ujarku kepada sally.
"Bohong kak, aku masuk ke kelas karena melihat lita mengambil sesuatu dari tas riri, tapi aku diam saja karena takut salah sangka dan jadi fitnah. Tapi ternyata dia beneran ngambil dompet riri," jelas Sally membuatku melongo kaget, aku tak percaya sally akan memfitnahku.
"bawa saja langsung ke dekan" ujar kak elza.
"kak, aku berani bersumpah kalau aku tidak mencurinya," ujarku meyakinkan
"Dasar maling !!!!" teriak semua teman sekelasku.
"Mana ada maling yang ngaku," teriak amel, amel bahkan terus mengoceh dan mengompori semua anak-anak dikelas. Dhika tiba-tiba saja menarik tanganku keluar kelas dan berjalan menuju ruang dekan.
"dhika aku mohon percaya sama aku, aku tidak melakukan hal itu," ujarku berharap dhika mempercayaiku.
"kepercayaanku sudah hilang, diamlah." ujar dhika dengan dingin.
Kenapa dhika kembali dingin padaku? Apa karena isu kehamilanku itu. Dhika membawaku ke ruangan dekan dan di suruh menunggu hingga satu jam lamanya di ruang tunggu diruangan dekan. Sedangkan dekan dan pihak lain tengah berbincang, aku terus meremas kedua tanganku dengan gugup. Apa yang akan terjadi padaku sekarang.
Dan tak lama dekanpun datang, dekan membawa surat pernyataan untukku dan aku membacanya. Mataku membelalak lebar saat mengetahui kalau beasiswaku di cabut seutuhnya. Tak ada lagi beasiswa untukku.
Tuhan.... Apa lagi ini, kenapa seakan tak ada hentinya kau menghukumku. Cita-citaku semakin kandas dan hidupku semakin hancur. Lengkap sudah semuanya. Berkali-kali aku memohon ke dekan, tetapi hasilnya nihil. Aku tidak bisa melanjutkan kuliahku lagi.
Aku berjalan dengan gontai meninggalkan ruangan dekan, dan saat membuka pintu. Aku langsung berhadapan dengan dhika yang hendak menemui dekan sepertinya. Kami saling bertatapan cukup lama, akupun memalingkan wajahku dan beranjak melewati dhika.
Semua mahasiswa dan mahasiswi yang aku lewati terus mengeluarkan kata-kata kasar dan menyakitkan. Sepanjang lorong kampus menuju gerbang utama, cacian dan hinaan aku dapatkan. Bahkan dengan lantang mereka mengucapkan bahasa kasar yang tak seharusnya dikeluarkan oleh seorang yang terpelajar. Mereka meneriakiku maling, aku hanya bisa tersenyum miris melihat kehancuranku. Bahkan kali ini air mataku tak mampu lagi menetes. Mungkin air mataku sudah kering karena terlalu sering aku menangis. Ini akhir dari segalanya, akhir hidupku.
Tiba-tiba saja beberapa orang melempariku dengan kertas yang sudah diremas-remas, membuatku terpekik kaget. Bahkan mereka melempariku dengan kue yang selalu aku jual dan aku buat. Aku berusaha mengacuhkannya dan terus berjalan tanpa menghiraukan lemparan yang menerpa tubuhku. Setelah itu beberapa orang melempariku dengan tomat, sayuran, buah-buahan dan bahkan air yang di bungkus plastic yang sudah busuk membuat baju dan badanku sangat kotor,
"pergi jauh pelacur.....!!!!" teriak amel.
"dasar maling,,,,,!!"
"dasar Jalang"
"dasar bitch!!" Tubuh, rambut, baju dan wajahku sudah basah dan kotor karena lemparan dari beberapa mahasiswa dan mahasiswi. Langkahku terhenti saat angga berdiri di depanku, dia melepas jaketnya dan memasangkan jaketnya padaku, hingga ekor mataku melihat dhika yang berhenti berlari sambil melihat ke arahku.
"Apa yang kalian lakukan, hah? Kalian semua tak jauh berbeda dengan binatang yang tak punya hati !!!" teriak angga emosi.
Angga merangkul tubuhku dan membawaku pergi meninggalkan tempat ini. Aku melirik dhika yang terlihat menatap kami dengan kecewa..
Kami berjalan hingga keluar gerbang.
"tunggu disini, aku akan bawa mobil dulu" ujar angga.
"tidak usah, pergilah dan ini terima kasih," aku melepas jaket milik angga dan beranjak meninggalkan angga.
"lita tunggu," angga mencekal tanganku membuatku berhenti berjalan.
"kenapa kamu diam saja diperlakukan seperti ini? Kenapa kamu tidak melawan?" Tanya angga menatap mataku yang menatapnya datar. Aku terkekeh kecil
"melawan bagaimana? Sepupumu yang sudah menjebakku juga" ujarku dengan sinis.
"tapi lita-"
"cukupp,,, cukkup !!!!" ujarku tajam. "ini adalah hadiah dari seseorang yang mengaku mencintaiku, ah lebih tepatnya obsesi untuk kepentingannya sendiri" ujarku tersenyum sinis. "kenapa kak, kenapa kakak gak hamilin lita saja sekalian? Agar semua omongan mereka bisa lita anggap angin lalu karena memang kenyataannya seperti itu, kenapa kakak gak lakuin aja saat itu?"ujarku.
"lita kamu ngomong apa sih, aku minta maaf. Aku akan bicara ke dekan sekarang juga agar kamu tidak dihukum olehnya," ujar angga.
"terlambat !!!! aku sudah di DO," ucapku dan berhasil membuat angga melotot sempurna. Aku menepis tangan angga dan berjalan meninggalkan angga sendiri yang masih syok di tempatnya. Aku baru saja sampai ke rumah dan terlihat mama dan kak natasya tengah duduk diruang tamu. Kebetulan papa sedang pergi keluar kota karena urusan bisnis.
"assalamu'alaikum" ucapku membuat mama dan kak natasya menengok ke arahku.
"astaga lita" kak natasya terpekik kaget melihat kondisiku yang sangat kotor.
"dasar anak tak tau diuntung !!!!" ujar mama menghampiriku
Plak
Pipiku terasa perih dan ngilu karena ditampar sekerasnya oleh mama, aku hanya terdiam di tempatku. "kamu datang lagi kesini hanya untuk membuat malu keluarga, hah? Dasar anak tak tau diuntung. Darah bajingan dari ayahmu menurun kepadamu" bentak mama. "mau jadi apa kamu, hah? Bikin malu keluarga" mama memukuli tubuh dan kepalaku. Tubuhku yang penuh dengan lebam dan bengkak membuatku semakin kesakitan.
"ampun ma, lita gak nyuri. Lita di fitnah" ucapku menghindari amukan mama yang sangat menyakitkan di tubuhku.
"mah sudah mah" kak natasya mencoba menahan mama.
"anak ini sudah bikin malu keluarga kita, dia hamil diluar nikah dan sekarang mencuri. Mau jadi apa kamu hah" mama semakin merajalela memukuliku. Hingga akhirnya dhika datang dan menarikku menjauhi mama.
"tante sudah tante" ujar dhika
"jangan membelanya lagi, dia anak sialan. Pembawa sial, tak tau diri, dasar anak haram !!!" teriak mama emosi
"nat, bawa lita ke kamarnya" ucap dhika membuat kak natasya mengangguk
"tidak !!! pergi dari rumah ini anak sialan. Aku tidak ingin keluargaku tercoreng olehmu" teriak mama.
"mah, mamah jangan kayak gini dong. Ini belum tentu benar" ujar kak natasya. "ayo masuk lita" kak natasya merangkulku dan membawaku menuju kamar.
"Natasya berhenti !! kamu pilih dia atau mamah yang keluar dari rumah ini?"
Deg... semuanya mematung bingung, hatiku semakin sakit.
"mamah, mamah gak bisa kayak gini. Kita ini keluarga" ujar kak natasya .
"jawab natasya, pilih dia atau mamah????" teriak mama. "mamah sudah tidak tahan lagi melihat wajah sialannya itu, dan mamah tidak bisa terus serumah dengannya" ucap mama salma penuh dengan amarah. Dengan berat hati aku melepas rangkulan kak natasya di pundakku.
"biar aku yang pergi dari rumah ini," ujarku datar dan beranjak menuju kamarku. Tak ada air mata sedikitpun yang keluar dari mataku. Aku sudah sangat pasrah, aku segera bergegas membereskan pakaianku tanpa berganti pakaian.
10 menit kemudian, aku turun sambil menggerek koperku.
"lita kamu tidak perlu pergi. Setidaknya tunggu sampai papa pulang" ujar kak natasya menahanku. Aku hanya tersenyum dan melepas pegangan tangannya.
"aku tidak apa-apa" ucapku tetap tersenyum walau hatiku hancur berkeping-keping. "mah, maafkan lita karena sudah membuat malu mama dan papa. Maafkan lita juga karena sudah begitu banyak menyakiti mamah" ujarku mendekati mama tetapi mama memalingkan wajahnya dariku."aku senang bisa bertemu dengan mama, papa dan kak natasya walaupun singkat. Tetapi setidaknya lita pernah merasakan keluarga yang utuh" ujarku lagi, kak natasya sudah menangis.
"kakak, lita sayang banget sama kakak. Jaga diri kakak yah, dan jaga mama dan papa juga" ujarku. "lita tidak tau kapan kita bisa bertemu lagi, atau mungkin tidak akan pernah. Tapi lita akan selalu berdoa untuk kebahagiaan kalian semua" ucapku tersenyum. "lita pergi" akupun beranjak keluar rumah dengan hati yang pedih, aku melewati dhika tanpa ingin menatapnya.
Sekilas aku kembali menatap rumah orangtuaku. Sudah cukup semuanya, aku akan meninggalkan segalanya.
Semoga kalian semua berbahagia walau tanpa ada aku. Dan aku kembali berjalan meninggalkan rumah. Aku berjalan menyusuri jalanan sambil menggerek koperku. Aku berhenti di sebuah danau yang tak terurus. Entah apa yang membawaku kesini, tapi saat ini pikiranku kosong.
Aku sudah tak mampu lagi untuk bertahan, cintaku sudah pergi dan mencampakkanku.
Keluargaku mengusirku, aku benar-benar tak di harapkan oleh siapapun. Penyakit ini semakin menyiksaku, entah sampai kapan aku bisa bertahan seperti ini. Aku sudah tak memiliki siapapun. Aku akan lebih cepat bertemu dengan tante dan om di alam sana.
Aku berjalan menuruni danau dan terus berjalan ke arah tengah danau hingga tubuhku sudah terasa sangat menggigil dan menusuk-nusuk ke setiap sendi dan tulangku yang semakin terasa sangat sakit. Sekarang tubuhku sudah ternggelam semua tinggal kepalaku.
Selamat tinggal semuanya....