Pagi sekali dhika sudah sampai di ruangannya, karena tadi ikut mobil okta yang akan kembali ke Bandung.
Saat ini dhika tengah memperhatikan data mengenai pasien dan bayinya dari layar computer. Dhika mengamati keduanya, karena operasi kali ini sangat sulit. "permisi" ketukan terdengar di pintu ruangan dhika, membuatnya menengok dan melihat thalita berdiri di sana.
"selamat pagi dokter lita" sapa dhika dengan santai, Thalita terlihat sudah memakai jas dokter miliknya dan tengah berjalan mendekati dhika.
"Saya datang hanya untuk mengantarkan kunci mobil. Terima kasih untuk sewaannya" ujar lita tersenyum puas.
"begitu yah, sama-sama dokter lita. Dan terima kasih untuk kencan yang semalam" ujar dhika berjalan mendekati thalita.
"Sepertinya anda sangat menyukai kencan semalam"sindir lita
"anda benar dokter lita, saya sangat menikmatinya" jawab dhika dengan senyumannya.
"baguslah, setidaknya saya sudah memenuhi janji saya," jawab lita dan menyimpan kunci mobil dhika di atas meja. Thalita beranjak tetapi dhika menarik lengan thalita, sehingga tubuh thalita menabrak pelan meja di belakangnya. Dhika mengunci tubuh thalita dengan kedua tangannya dan juga meja di belakang Thalita. Thalita kesulitan untuk bergerak, karena tubuh dhika sudah menempel dengan tubuhnya, kedua tangan dhika juga sudah merengkuh tubuh thalita.
Kini keduanya saling bertatapan satu sama lain dengan jarak yang sangat dekat, bahkan hidung mereka hampir bersentuhan. Thalita masih memasang tatapan kebenciannya, berbeda dengan tatapan teduh dari dhika.
"kamu pikir dengan menjebakku semalam, aku akan mundur dan berhenti mengganggumu. Kamu salah lita, aku malah akan terus mengejarmu dan tidak akan pernah berhenti" ucapan dhika membuat lita tak berkutik. Jantung keduanya berpacu dengan sangat cepat.
'kenapa jantung ini, kembali seperti ini. tuhan' batin thalita
"aku sudah menunggumu selama 10 tahun, dan penolakan kamu tidak akan mempengaruhiku. Sudah terlalu sering aku mendapat rasa sakit pada hatiku," ujar dhika membuat lita tak berkutik. Thalita menatap ke dalam mata coklat tajam itu, mata yang selalu membuatnya terbius dan tak bisa berkutik.
"percaya diri sekali anda" ujar thalita tajam membuat dhika tersenyum manis.
"itulah yang saat ini aku punya dan pegang teguh. Aku akan bisa mendapatkan kamu kembali, walau sesulit apapun rintangannya" ujar dhika
"kita lihat saja, siapa yang akhirnya akan kalah" ucap thalita seraya mendorong tubuh dhika hingga pelukannya terlepas, Thalita segera beranjak keluar ruangan dhika. Meninggalkan dhika yang masih berdiri di tempatnya. 'benarkah gue sepercaya diri itu? Bahkan melihat tatapannya saja, membuat gue ketakutan. Takut dia tak akan pernah kembali padaku,' batin dhika
***
Dhika mengumpulkan tim operasi 1 di ruangannya termasuk juga Thalita. Kini semuanya sudah berkumpul disofa ruangan dhika. Dhika mulai membuka pembicaraan dan menjelaskan secara rinci mengenai kasus yang pasien alami. "saya sudah memeriksa kondisinya, ternyata dokter bedah yang sebelumnya itu melakukan kecerobohan yang fatal dan bisa saja merenggut nyawa pasien. Tapi pasien terbilang kuat walau sekarang dia tengah mengandung" ujar dhika.
"apa salah pencangkokan jantung, dok? Saya dengar pasien ini menderita gagal jantung" ujar reza
"iya, dia mengalami gagal jantung. Tetapi bukan karena tranplantasi jantung yang salah melainkan membedah jantung yang salah. Ahli bedah jantung yang sebelumnya telah mem-bypassed salah artery. Kita harus bisa menghapus blockage yang mengancam nyawa pasien dan juga mengancam keselamatan bayi di dalam kandungannya" jelas dhika.
"ini seperti kesalahan kecil, tetapi juga tidak bisa dikatakan ringan, ini sangat rumit. Apalagi pasien tengah mengandung besar" ujar Dr. khairul judin
"ya anda benar dr. khairul. Ini seperti mengeluarkan ginjal yang salah. Dan kesalahan kecil ini bisa fatal bagi pasien dan juga bayi nya" ujar dhika.
"maaf dokter, tapi bukankah pasien ini adalah pasien yang ditangani oleh tim operasi 2?" ujar claudya melirik sebal ke arah lita.
"iya, ini pasien yang ditangani tim 2. Apa ada masalah dr. Claudya?" Tanya dhika dengan tenang.
"Tetapi kenapa kita yang menanganinya? Kalau terjadi apa-apa, kita juga bisa di periksa polisi. Dokter yang sebelumnya juga bukankah sudah di penjara bahkan dokter bedah yang gagal saat melakukan operasi keduanya dicabut ijin kedokterannya. Pasien ini sangat beresiko, apalagi kondisinya tengah hamil besar" Jelas Claudya.
"sebenarnya saya juga setuju dengan Dr. claudya, ini terlalu beresiko. Kalau operasi ketiga ini gagal lagi dan pasien sampai meninggal, kita semua akan kena masalah dan dicabut ijin dokternya" ujar suster meliana.
"kalau kalian memang takut, kalian boleh meninggalkan ruangan saya. Saya tidak memaksa kalian untuk membantu saya melakukan operasi ini" ujar dhika tegas membuat semuanya diam membisu. "Saya tidak melihat pasien ini ditangani oleh tim mana. Yang jelas selama saya merasa mampu. saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkan pasien dan juga menyelamatkan bayi di dalam kandungannya" ujar dhika dengan tegas.
"Tunjukanlah kalau kalian dokter sejati, bukan hanya pecundang!!" skakmat ucapan dhika mampu membuat claudya memerah. Dan yang lainnya terdiam saling pandang. "Saya pergi ke ruang operasi lebih dulu, bagi kalian yang mau membantu saya dan berjuang bersama untuk menyelamatkan pasien ini. Saya akan tunggu di ruang operasi" ujar dhika beranjak keluar ruangan terlebih dulu diikuti oleh Thalita.
"aku percaya dengan dokter dhika" ujar khairul dan beranjak mengikuti dhika dan lita
"saya juga ikut, Dokter" ujar reza dan kini hanya tinggal claudya dan meliana yang masih terdiam.
Dhika tengah mencuci kedua tangannya dengan sudah memakai pakaian operasi lengkap, Thalita berdiri disampingnya sambil mencuci kedua tangannya juga.
"kenapa melakukan ini?" Tanya lita
"maksud kamu?" Tanya dhika menatap lita
"ini terlalu beresiko, kenapa tidak membiarkan tim 2 saja yang melakukan operasi ini?" Tanya lita. "aku yakin dr. Rival akan melakukannya walaupun dia tidak mempercayai dirinya sendiri" tambah lita
"aku tidak punya alasan apa-apa, aku melakukan ini karena ingin menyelamatkan pasien itu" ujar dhika dan berlalu pergi meninggalkan lita sendiri.
Saat dhika tengah memakai sarung tangan putih, pintu ruang operasi terbuka dan muncullah claudya bersama meliana dengan sudah menggunakan pakaian operasi.
"apa kami masih bisa membantu?" Tanya claudya menatap ke arah dhika. Dokter reza, dokter khairul, Thalita dan beberapa suster yang bertugas diruang operasi menatap ke arah claudya dan meliana.
"sangat membantu dokter Claudya, anda spesialis anestesi terbaik di rumah sakit ini" ujar reza senang membuat claudya tersenyum tetapi Dhika terlihat biasa saja.
"baiklah, mari kita mulai operasinya" ujar dhika saat semuanya sudah berada pada posisi masing-masing.
"saya akan menyuntikkan 2ml pentothal dan atracurium" ujar claudya seraya menekan beberapa tombol mesin di sampingnya.
"operasi ini sangat beresiko, tolong berkonsentrasilah" ujar dhika menatap semua mata rekannya. Sebelum melakukan operasi, dhika melihat luka bekas operasi yang sudah mengering. Dipegangnya dengan telunjuk dhika menyusuri panjang luka itu. "pisau bedah" ujar dhika dan suster meliana menyerahkannya ke dhika. Dhika mulai menyayat dada pasien di tempat yang sama dengan sangat hati-hati.
"kanula" ujar dhika dan suster memberikannya.
"bor" ujar dhika lagi dan suster kembali menyerahkannya hingga dada pasien terbuka dan menampakan organ dalam tubuh manusia.
"dokter lita tolong beritahu saya kalau ada pendarahan di daerah lain" perintah dhika.
"baik dok" jawab lita
Dhika memasukkan sebelah tangannya ke dalam sana dan meraba-raba bagian jantung pasien sambil menutup matanya. "disini" ujarnya seraya membuka mata. "berikan saya needle holder" ujar dhika dan suster memberikannya.
Dhika dan lita bekerja sama menjahit bagian jantung pasien. Dan mencoba melakukan blockage yang mengancam nyawa pasien.
Cukup lama keduanya sibuk melakukan pembedahan pada jantung pasien. Claudya merasa sangat cemburu melihat kekompakan dhika dan lita dalam mengoperasi pasien ini.
"bagaimana tekanan darahnya dokter claudya?" Tanya dhika tetapi dokter claudya tidak menjawab dan hanya terus menatap kesal ke arah lita. Karena tidak mendapat jawaban, dhika menengok ke arah claudya.
"Dokter Claudya !!!" ujar dhika sedikit meninggikan suaranya membuat claudya tersadar dan dokter lainnya juga menatap ke arah claudya yang terlihat kaget dan bingung.
"a-apa?" cicit claudya
"aku tanya bagaimana tekanan darahnya?" Tanya dhika lagi membuat claudya memeriksanya.
"tekanan darahnya menurun" ujar claudya yang juga kaget saat mengetahui tekanan darahnya menurun.
"kenapa dari tadi diam saja?! Konsentrasi dokter claudya !!" bentak dhika membuat semua orang yang ada disana kaget termasuk claudya yang hanya bisa menunduk.
"ma-af" ujar claudya, membuat dhika menghela nafasnya dan kembali ke operasi pasien.
"berikan saya laparoscopy" ujar dhika dan meliana memberikannya.
#Laparoscopy adalah alat medis untuk berfungsi untuk pembersihan darah.
"apa tak ada perubahan?" Tanya dhika sedikit menurunkan nada suaranya
"tidak ada, dokter. Oksigennya 90%"ujar claudya
"kenapa hanya 90%?" Tanya dhika kembali menatap claudya
"ini sudah termasuk kondisi stabil, dokter. Jadi tidak akan ada masalah" ujar claudya yakin
"Kau bodoh??? Dia sedang hamil, 100% saja dia bisa dalam bahaya" bentak dhika membuat claudya ketakutan
"su-sudah saya usahakan. Tapi karena pasien ini sedang hamil, kapasitas paru-parunya rendah dan hanya bisa mencapai 90%" ujar claudya kembali memeriksa mesin di sampingnya.
"apa itu alasanmu setelah pasien ini meninggal ?" Tanya dhika menatap tajam claudya.
Claudya juga menatap dhika dengan sedikit ketakutan, karena kesalahannya yang tidak konsentrasi, membuat situasi menjadi seperti ini.
"dokter dhika cukup" ujar lita menengahi perdebatan diantara keduanya.
"aku minta kalian semua berkonsentrasi. Ini bukan operasi kecil, ada 2 nyawa yang harus kita selamatkan" ujar dhika tajam dan kembali melanjutkan operasinya. Semua dokter terlihat tegang dan menelan salivanya sendiri, dokter claudya juga sudah berkaca-kaca.
"siapkan ventilasi paru-parunya dokter claudya" ujar dhika
"apa tidak masalah? Ini melanggar aturan, dokter dhika" ujar thalita menatap dhika
"aku bisa melakukan apa saja untuk menyelamatkan pasien, walau harus melanggar aturan" ujar dhika datar tanpa menatap lita dan tetap fokus ke pasien membuat lita akhirnya terdiam. Claudyapun mulai melakukan apa yang dhika perintahkan, tetapi kondisi pasien masih sama tidak berubah.
"aku akan melakukannya sekali lagi" ujar claudya. "karena darah dalam paru-parunya sudah dikeluarkan, tidak akan ada masalah" ujar claudya melakukannya kembali seraya menyuntikkan sesuatu kedalam selang. Dan tak lama ada perubahan dalam kondisi pasien.
"tidak ada gelembung udara, kita sudah berhasil" ujar lita tersenyum puas dan dokter lainnya juga mampu bernafas lega kecuali dhika yang masih terlihat sibuk menjahit luka pasien.
"suster meliana, bisa tolong panggilkan dokter clarissa untuk datang kesini" perintah dhika
"kenapa dokter?" Tanya khairul dan lita menatap heran ke arah dhika.
"kita akan melakukan operasi caesar sekarang juga" ujar dhika membuat wajah dokter yang tadinya lega berubah menjadi tegang kembali.
"bukankah kandungannya masih bulan ke 7 dokter?" Tanya reza
"iya, tetapi sekarang juga kita harus melakukan operasi Caesar. Kondisi pasien memang stabil tetapi tidak dengan bayi nya" ujar dhika membuat semua dokter semakin tegang. "tolong panggilkan sekarang juga, suster meli" perintah dhika lagi
"ba-baik dokter" suster meliana segera menghubungi dokter clarissa.
"bagaimana ini? Kalau sampai bayinya kenapa-kenapa, berakhir sudah karir kita" gumam reza
"kalian jangan takut, aku yang akan bertanggung jawab disini kalau terjadi sesuatu pada pasien dan bayinya" ujar dhika seraya menyelesaikan tahap terakhir operasi
"tidak bisa seperti itu, kita ini satu tim. Dan sudah seharusnya kita menanggungnya bersama" ujar lita membuat dhika menatap thalita.
"apa yang dikatakan dokter thalita itu benar dokter dhika. Kita yang akan menanggung semuanya bersama" sahut khairul.
Dhika sudah menyelesaikan penutupan kembali pada dada pasien dan menutupnya dengan plester besar khusus untuk luka operasi.
Pintu ruang operasi bergeser dan menampakan dokter clarissa atau chacha bersama kedua asistennya dengan sudah lengkap memakai pakaian operasi. Mata chacha bertemu dengan mata Thalita, keduanya bertatapan cukup lama hingga chacha memalingkan matanya ke arah pasien.
"dokter clarissa, anda sudah menerima berkas yang saya berikan kemarin?" Tanya dhika
"iya dokter, saya akan melakukan operasi caesar sekarang juga" ujar clarissa
"kalau butuh bantuan, kami akan tetap disini untuk membantu" tambah dhika
"terima kasih, dokter" ujar chacha dan mulai melakukan operasi Caesar di bantu kedua asistannya. Cukup lama clarisa melakukan operasi Caesar, dan semua dokter dari tim 1 tidak ada yang meninggalkan ruang operasi.
Thalita memperhatikan chacha yang dengan telaten melakukan operasi Caesar. Hingga bayi berjenis kelamin laki-laki itu berhasil dikeluarkan. Tubuhnya yang mungil dan kecil, masih berlumuran darah merah juga tali pusarnya. Bayi itu berada di gendongan chacha.
"kenapa bayinya tidak menangis?" Tanya reza pada khairul dan khairul hanya menggelengkan kepalanya. Keduanya sama-sama penasaran. Chacha membalikkan tubuh bayi itu dan menepuk ringan punggung bayi tetapi tidak juga menangis, mata sang bayi juga tertutup rapat.
Chacha memeriksa detak jantung bayi laki-laki itu dan ekspresi chacha langsung berubah syok. Chacha langsung mengalihkan pandangannya menatap ke arah dhika.
"jantungnya tidak berdetak" ujar clarissa membuat semua orang yang ada disana terpekik kaget. "bayinya sudah tidak bernafas" Tambah Chacha membuat dhika mendekati chacha dan mengambil alih sang bayi dari gendongan chacha.
Di gendongnya bayi mungil itu dengan penuh kelembutan oleh dhika. Dhika membaringkan bayi laki-laki itu di atas brangkar kecil khusus bayi yang sebelumnya sudah dipersiapkan.
Dhika memeriksa detak jantung dan denyut bayi, lalu dengan penuh perasaan dan kelembutan dhika menekan dada bayi dengan sebelah ibu jarinya. Bayi mungil yang berlumuran darah itu masih tidak bergeming. "ayo bernafaslah nak, orangtuamu menunggumu disini" gumam dhika sudah berkaca-kaca. Ini pertama kalinya dhika melihat seorang bayi kecil tak berdosa dilahirkan kedunia ini dalam keadaan sudah tak bernyawa.
"bernafaslah anak manis" gumam dhika masih menekan dada bayi itu dengan penuh perasaan. Semua orang menatap kearah dhika dengan sangat tegang. Ini situasi yang sangat menegangkan bagi semua orang yang berada diruang operasi. "ibumu sudah berjuang untuk menyelamatkanmu, kembalilah sayang" gumam dhika lagi dan tak lama dada bayi itu bergerak naik turun membuat dhika bernafas lega.
"siapkan intubasi untuk bayi ini, keadaannya masih belum stabil" ujar dhika
"baik dokter" ujar clarissa semangat dengan senyuman yang mengembang. Semua dokter yang ada disanapun di buat tersenyum senang, bahkan dokter khairul merangkul dokter reza.
"kita masih bisa melanjutkan perjuangan kita sebagai dokter" ujar khairul membuat reza terkekeh. Dokter clarissa segera menyelesaikan tahap akhir operasi caesarnya dibantu rekannya, dan asisstennya bertugas membersihkan sang bayi.
Thalita terus menatap dhika dan tersenyum kagum dibalik maskernya. Dhika tersenyum puas karena bisa menyelamatkan pasien beserta bayinya dan juga karirnya bersama rekan-rekannya. Baju dhika sudah dipenuhi darah dari sang bayi.
Dhika keluar ruang operasi terlebih dulu dan membersihkan kedua tangannya serta melepas pakaian steril yang di pakainya dan juga semua yang menutupi wajah dan kepalanya.
Thalita menghampiri dhika dengan sudah membuka masker yang menutupi mulutnya. "kamu sangat hebat dokter dhika" puji lita dengan senyuman tulusnya membuat dhika kaget sekaligus senang. Ini pertama kalinya dhika melihat senyuman indah milik Thalita yang sempat menghilang 10 tahun yang lalu. Dhika membalas senyuman lita. Hati dhika sangat senang dan rindunya sedikit terobati melihat senyuman yang selalu dhika rindukan.
Dengan masih memakai pakaian operasi, Dhika keluar ruang operasi dan dhika langsung disambut oleh beberapa orang. Ada beberapa wartawan juga dan orang-orang berjas resmi, salah satunya ada dari kementrian kesehatan, Dhika cukup mengenalnya. "astaga, ramai sekali disini" gumam dhika sedikit tidak nyaman, dhika berjalan mendekati wali dari pasien. "operasinya lancar, dan pasien akan segera di pindahkan ke ruang inap VIP" ujar dhika ke laki-laki yang dhika ketahui sebagai suami pasien.
"bagaimana anda bisa yakin lancar, dokter? Apa operasi ini berhasil? Dokter sebelumnya juga mengatakan hal yang sama seperti anda" ujar seorang laki-laki paruh baya yang menggunakan jas resmi berwarna hitam.
"kita tunggu saja hasilnya sampai pasien siuman" ujar dhika dengan tenang. "dan selamat, pasien sudah melahirkan seorang bayi laki-laki" tambah dhika
"anak saya sudah lahir?" Tanya lelaki yang diketahui suami pasien
"iya, kami tidak bisa menunda lagi kelahiran sang bayi. Karena bisa saja membahayakan nyawanya" jelas dhika
"lalu dimana cucu saya?" tanya lelaki paruh baya itu
"karena kelahirannya fremature, bayi akan dirawat di incubator untuk beberapa saat" ujar dhika dan beberapa wartawan mengajukan beberapa pernyataan kepada dhika mengenai operasi pasien. Dan dhika menjelaskannya secara singkat kepada wartawan itu.
"kalau begitu saya permisi" ujar dhika berlalu pergi dan tak lama pasien bersama bayinya dibawa keluar dari ruang operasi menuju ruang rawat inap. Semua keluarga mengikuti brangkar pasien.
"hari yang melelahkan" gumam dhika saat sampai diruangannya.
Ruang Inkubator
Chacha tengah memeriksa kondisi bayi yang berada didalam tabung incubator. Tak lama seseorang menghampirinya. "bagaimana kondisinya?" Tanya seseorang itu membuat chacha menengadahkan kepalanya.
"lita" gumam chacha saat melihat thalita berada di sampingnya. "keadaannya sudah mulai stabil, akan terjadi pendarahan yang mengakibatkan keguguran kalau pasien tidak segera melakukan operasi Caesar" jelas chacha. "tapi syukurlah dokter dhika lebih memahaminya makanya dia mengambil langkah ini" tambah chacha
"syukurlah" ujar lita. "bayi mungil ini sangat tampan dan lucu, walau berat badannya dibawah rata-rata" ujar lita
"iya, bayi ini termasuk bayi yang kuat. Disaat sang ibu mengidap penyakit jantung dan bahkan menjadi korban malpraktek tetapi bayi ini tetap bertahan" jelas chacha tersenyum menatap bayi mungil yang tengah tertidur.
"iya" ujar lita ikut tersenyum menatap bayi mungil itu. Keduanya terdiam beberapa saat, sibuk dengan pikiran masing-masing.
"lita,, emm.. bagaimana kalau kita minum kopi bersama?" ajak chacha sedikit ragu membuat lita menatap chacha
"baiklah" ujar lita membuat chacha tersenyum senang.
Keduanya berjalan berdampingan keluar ruangan itu.
"aku sempat takut tadi saat mengetahui kalau bayi nya tidak bernafas. Aku pikir hari ini aku akan berhenti menjadi seorang dokter kandungan" kekeh chacha. "Orangtua pasien itu sangat kejam, ancamannya sungguh menakutkan. Kamu lihat tadi lita, diluar ruang operasi banyak sekali orang. Bahkan ada juga dari kementrian kesehatan dan penjagaan yang ketat. Seperti kita ini seorang buronan, Itu sangat menakutkan" ceroscos chacha membuat lita terkekeh.
"iya itu sangat menakutkan, semua dokter yang ada diruang operasi dibuat tegang. Bahkan tidak ada yang berani keluar ruangan sebelum dokter dhika yang keluar terlebih dulu" ujar lita tersenyum
"iya kamu bener, dokter dhika memang keren. Kamu lihat saat dia menyelamatkan bayi itu, dengan penuh kelembutan dia menekan dada sang bayi. Dia benar-benar luar biasa, benar kan?" ucap chacha antusias tetapi mendadak terdiam saat melihat raut wajah Thalita. "emm,, maaf maksud aku-" chacha mendadak tidak enak
"kamu benar, dia sangat keren dan luar biasa" ujar lita tersenyum ke arah chacha. Thalita berjalan terlebih dulu menuju salah satu meja di paling ujung, diikuti chacha. Keduanya duduk berhadapan dan segera memesan kopi. Keduanya masih sama-sama terdiam, hingga kopi pesanan merekapun datang. Merekapun menyeduh kopi panas itu.
"emm lita, soal masalah yang terjadi pada kita di masa lalu. Aku benar-benar minta maaf, maafkan aku lita" ujar chacha berkaca-kaca, kedua tangan chacha gemetaran mencengkram gelas kopi di hadapannya. Sulit sekali rasanya untuk chacha mengeluarkan suaranya, seakan ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya. Thalita masih terdiam menatap chacha. "dulu aku sungguh ke kanak-kanakan. Aku terlalu dibutakan oleh cinta, aku harusnya sadar kalau semua itu bukan salah kamu. Aku terlalu naïf" Air mata chacha luruh membasahi pipi, Thalita masih tidak menjawabnya. "10 tahun ini aku selalu dihantui rasa bersalah, aku merasa kehancuran kamu berawal dari aku. Aku juga bodoh karena sudah dimanfaatkan amel saat itu. A-aku..aku.. aku sangat menyesal lita, maafkan aku,,,hikz" Chacha menunduk sambil menangis.
Thalita masih sedikit kesal sebenarnya mengingat kejadian pahit di masalalu, tetapi Thalita juga tak sekejam itu mengacuhkan permintaan chacha yang begitu tulus. Tangan Thalita terulur memegang tangan chacha, membuat chacha menengadahkan kepalanya menatap thalita yang tengah tersenyum. "sudahlah, semuanya sudah berlalu. Lagian gue senang akhirnya loe nyadar kalau loe itu sungguh kekanak-kanakan" kekeh lita membuat chacha juga ikut terkekeh ditengah tangisannya seraya menghapus air matanya.
"iya gue sadar dulu gue sangat keterlaluan. Gue terlalu ke kanak-kanakan dan tidak pernah bisa berpikir dewasa" ujar chacha. "tapi saat pertama kali gue membantu seorang ibu yang berjuang melahirkan anaknya, disana gue mendapatkan pelajaran yang sangat berharga. Gue baru menyadari kalau ada sesuatu yang sangat berharga sudah hilang dari hidup gue" jelas chacha menerawang jauh. "gue sudah membuat orang-orang yang menyayangi gue pergi. Orangtua gue yang menelantarkan gue karena gue yang susah di atur, mereka sibuk dengan pekerjaan mereka apalagi papa gue menikah lagi" ucap chacha. "gue kehilangan segalanya, saudara tiri gue memonopoli kehidupan papa gue. Dan mama, entahlah sejak isu papa selingkuh, mama pergi tanpa mau mengajak gue. Dari dulu gue tinggal bersama mbok ina, dia yang sampai sekarang menemani gue" ujar chacha dan lita terus memperhatikannya. "selain itu juga, karena keegoisan gue. Gue kehilangan ketiga sahabat terbaik gue" tangis chacha kembali pecah. "karena sikap gue, semua orang pergi dari gue. Bahkan laki-lakipun tidak pernah ada yang mencintai gue dengan tulus" isak chacha. "Sejak hubungan gue dan Gilang berakhir, gue tidak pernah pacaran lagi bahkan gue sudah tidak percaya lagi akan cinta. Hidup gue sangat menyedihkan" chacha terkekeh mentertawakan dirinya sendiri. "dengan gue menjadi seorang dokter kandungan, gue menemukan kebahagiaan itu. Setiap kali gue mampu menolong seorang ibu yang melahirkan dengan selamat, gue merasa sangat bahagia dan tentunya merasa sangat berguna. Hidup gue jadi tidak sia-sia lagi dan sedikit berguna bagaimanapun juga" ujar chacha menatap kosong dengan air mata yang luruh membasahi pipi.
"lita, gue tau mungkin persahabatan ini tidak mungkin diperbaiki lagi. Tapi gue mohon maafkan gue, selama 10 tahun ini gue tidak bisa tenang karena rasa bersalah gue sama loe" ujar chacha kembali menatap thalita.
"sudahlah, gue sudah tidak mau mengingat lagi kejadian pahit itu. Lagian sekarang semuanya sudah jauh lebih baik" ujar lita tersenyum.
"tapi masalah loe dan dokter dhika? gue yang awalnya membuat hubungan kalian hancur" ujar chacha membuat lita terdiam. " gue tau loe masih mencintainya" tambah chacha
"mencintainya?" Thalita terdiam sesaat memikirkan sesuatu. "gue gak tau apa benar gue masih mencintainya, karena sekarang yang gue rasakan hanya kebencian" ujar thalita.
"mulut loe bisa berkata kalau loe membencinya tapi gue bisa melihatnya dimata loe, kalau loe masih sangat mencintainya" ujar chacha membuat lita terkekeh
"mungkin iya, mungkin juga tidak. Tapi setiap kali gue melihatnya, sakit hati itu masih ada dan kebencian itu semakin besar. Yang dia lakukan di masa lalu membuat gue muak padanya" ujar lita dengan sangat dingin.
"loe salah menilai dokter dhika, apa yang terjadi dimasa lalu bukanlah kesalahannya" ucap chacha. "bahkan saat gue bilang kalau loe selingkuh, dia mengamuk dan memarahi gue habis-habisan" ujar chacha
"loe benar, tidak semuanya kesalahan dia. Tapi tetap saja dia yang paling bersalah, dia yang sudah menghancurkan hidup gue. Kalaupun ini semua kesalahan kak angga dan amel, tapi kenapa dia juga menolak dan mencampakkan gue" ujar lita membuat chacha terdiam.
"gue kurang tau juga sih apa yang terjadi sebenarnya, saat loe di DO dari kampus. Gue sibuk mengurusi kepindahan gue ke Universitas Gajah Mada di Yogyakarta. Jadi gue tidak dengar apapun tentang loe dan kak dhika, gue juga kehilangan kontak dengan serli dan ratu" ujar chacha
"loe pindah kuliah ke UGM?" Tanya lita sempat kaget
"iya, gue ikut mbok ina ke kampung halamannya. Karena rumah gue yang di bandung ditempati oleh keluarga dari istri baru bokap gue" ujar chacha "terakhir kali gue ketemu sama ratu saat pernikahan serli. Serli mengirimkan undangan via facebook ke gue" jelas chacha
"jadi serli sudah menikah" ujar lita tersenyum senang.
"iya, dia sudah menikah dengan kak Daniel. Mereka sungguh pasangan yang serasi, membuat gue iri" ujar chacha membuat lita senang.
"ternyata mereka memang berjodoh" ujar lita
"terakhir kali gue denger kabar loe dari ratu, kalau loe sudah meninggal. Loe menjadi korban kebakaran yang terjadi di AMI hospital cabang bandung. Gue bener-bener syok mendengarnya, gue bahkan belum sempat meminta maaf sama loe. Gue gak percaya kalau loe sudah meninggal, dan ratupun berkata hal yang sama. Hidupnya tidak tenang setelah kepergian loe, bahkan disaat dia belum sempat meminta maaf sama loe" ujar chacha merasa bersalah ke thalita
"mungkin kalau tidak ada anak kecil itu, gue sudah mati dilahap api. Tapi tuhan masih memberi gue kesempatan untuk tetap hidup" gumam lita menghela nafasnya mengingat tentang alm. Rahma.
"Tuhan masih memberi kesempatan buat gue, ratu dan yang lainnya untuk bisa menebus kesalahan kami ke loe, Terutama kak Dhika. Loe tau tha, saat pernikahan serli, kak dhika bahkan tidak hadir. Ratu bilang kak dhika menghukum dirinya sendiri dengan mengasingkan diri dari semuanya" ujar chacha. "Sejak kabar kematian loe, kak dhika sudah menjadi mayat hidup yang tidak punya tujuan hidup. Bahkan dia mengasingkan diri dari semua sahabat-sahabatnya, anak brotherhood bahkan tidak ada yang tau dimana dhika" ujar chacha membuat lita terdiam
'apa benar dhika sebegitu tersiksanya?' batin lita
"ratu juga menceritakan semuanya sama gue, kalau kak angga dan amel yang menjebak loe. Loe sama sekali tidak bersalah" ujar chacha
"apa dhika juga tau kebenarannya?" Tanya lita
"gue gak tau, ratu hanya cerita itu" ujar chacha. "tapi terlepas dari itu, gue yakin dokter dhika sangat mencintai loe, lita. Loe mampu memaafkan gue tapi kenapa tidak dengan dokter dhika?" Tanya chacha.
"gue gak tau, luka ini masih menganga lebar disini" ujar lita menyentuh dadanya sendiri membuat chacha terdiam.
"gue akan sangat merasa bersalah kalau loe dan dokter dhika tidak bisa kembali bersama" ujar chacha
"itu sangat mustahil" jawab lita menunduk dan menyeduh kopinya. "jangan bahas ini lagi, bahas saja mengenai yang lain. Bagaimana kabar serli dan ratu?" Tanya thalita mengalihkan pembicaraan.
"terakhir sih gue denger kalau ratu juga sudah menikah dan sekarang mereka sudah mempunyai anak" ujar chacha
"ratu sudah menikah? sama siapa?" Tanya lita penasaran
"sama-" chacha terdiam sesaat karena merasa tidak enak.
"baiklah, biar gue tebak. Apa dengan kak angga?" tanya lita membuat chacha mengangguk "ck, kenapa sulit sekali bilang kak angga? Loe masih mikir kalau gue punya perasaan sama kak angga yah" ujar lita membuat chacha terkekeh. "dari awal juga gue nggak pernah punya perasaan apa-apa sama dia. Gue hanya menganggapnya sebagai sahabat dari dhika" ucap lita membuat chacha mengangguk.
Dan mengalirlah cerita mereka tentang apa yang telah mereka lalui.
***