Aku baru saja sampai dirumahku, sungguh melelahkan bagiku hari ini. Apalagi hari ini kuliahku full dari pagi sampai magrib. Terlihat mama, kak natasya, dhika, Daniel dan Papa tengah duduk diruang tengah dengan kondisi yang canggung. Semuanya terlihat tegang dan muram. Aku tak tau ada apa.
"Assalamu'alaikum," ujarku tersenyum membuat semuanya menengok ke arahku dengan tatapan yang tak bisa diartikan. "ternyata lagi ngumpul yah. Hai kakak," aku duduk disamping kak natasya tanpa melirik dhika, seakan tak menganggap dia ada.
"Hai tha, kamu kemana semalam?" Tanya kak natasya terdengar khawatir.
"Oh iya maaf, semalam aku pulang ke rumah tante ratih. Karena aku pulang malem, jadi aku kesana saja kan lebih dekat dari kampus," ujarku tetap memasang senyum.
"BOHONG !!!!" bentak mama membuatku terdiam dan menengok ke arah mama.
"kak, emm... ada apa?" Tanyaku bingung melihat keadaan disini yang terlihat menegangkan.
"tidak apa-apa, kamu pasti lelah. Lebih baik kamu masuk kamar gih," ujar kak natasya.
"tapi kak," ujarku.
"masuklah ke kamar," kini papa yang memintaku, akupun mengangguk dan beranjak.
"sampai kapan kamu berlaga tidak tau apa-apa, hah????" bentak mama membuat gerakanku terhenti.
"ada apa, ma? Apa lita melakukan kesalahan?" Tanyaku bingung.
"jangan panggil aku mama," bentaknya emosi membuatku terpekik kaget.
"mama tenang !!!" ucap papa
"ayo lita kita ke kamarmu," ujar kak natasya yang sudah berdiri disampingku dan menggandeng lenganku.
"tidak, kak. Ada apa ini?" Tanyaku semakin penasaran dan bingung. "ada apa ma?"tanyaku seraya melepas gandengan tangan kak natasya.
"aku bilang jangan panggil aku mama, aku bukan mamamu. Aku tidak sudi dipanggil mama oleh mulut busukmu itu," teriaknya membuatku terpaku ditempat dengan sangat kebingungan. "apa yang kamu lakukan ke anakku Natasya, hah?" mama kini mencengkram kedua lenganku.
"a-aku??? A-pa yang aku lakukan?" Tanyaku bingung.
"kemarin kamu ke apartementnya dhika kan? Ngapain kamu kesana, hah?" bentak mama membuatku semakin mematung.
"ma cukup ma, aku gak apa-apa," ucap kak natasya merangkul pundakku.
"tante,, saya sudah katakan kalau saya dan lita tidak ada apa-apa" ujar dhika kini sudah berdiri disamping kak natasya.
"kamu tidak perlu ikut campur dhika, kamu buktikan saja omongan kamu tadi yang akan menikahi natasya secepatnya,"
Deg
Aku semakin mematung di tempatku saat mendengar ucapan mama barusan yang bagai petir yang menyambarku.
Dhika dan kak natasya? Menikah? air mataku terasa luruh membasahi pipi.
"kenapa lita? kamu kaget mendengarnya?" ucap mama dengan sinis. "darah bajingan itu memang mengalir dalam tubuhmu, kamu mencoba menggoda pacar kakakmu sendiri" ucap mama membuatku menengadahkan kepalaku menatap mama dengan tatapan bingung.
"ma-maksud mama apa?" Tanyaku lirih.
"aku sudah bilang, jangan pernah panggil aku mama. Aku tidak sudi dipanggil mama oleh anak haram sepertimu" teriaknya. Seketika juga semua yang ada disana mematung syok terutama aku yang sudah tidak bisa berkata apapun lagi.
"Ma !!!! papa bilang cukup !!!" bentak papa.
"kenapa aku harus diam, pa? selama ini aku sudah tahan dan diam. Tapi dia melukai putri kita dan aku tidak akan pernah diam lagi" ujar mama dengan tajam.
"ayo masuk kamar lita" kak natasya membawaku menuju tangga untuk pergi ke kamarku.
"tunggu natasya,, anak sialan itu harus tau siapa dia sebenarnya" ujar mama berapi-api.
"ma, cukup. Natasya mohon" ucap kak natasya
"dengar lita. Kamu bukan anak kandung papamu pramudya, dia hanya berbaik hati memberikan namanya untukmu," ujar salma membuatku menengok kebelakang dan menatap mama tak percaya.
Apa maksud dari ucapan mama barusan? Apa aku bukan anak kandung papa? Lalu anak siapa aku ini? Kenyataan apa lagi yang harus aku ketahui, tuhan?
"tapi kamu anak hasil dari perkosaan !!!!"
Deg
Aku merasa seluruh atap runtuh tepat di atas kepalaku, hatiku semakin remuk dan hancur.
Apa yang mama katakan barusan? Aku, anak haram, hasil perkosaan?
Tubuhku sempat terhuyung kebelakang dan aku langsung berpegangan ke pegangan tangga. Hatiku yang sudah hancur semakin di injak-injak hingga lebur tak tersisa. Tubuhku bahkan bergetar, nafasku terasa tersenggal-senggal. Lidahku bahkan kelu harus berkata apa.
"PUAS???Apa kamu PUAS, hah?" bentak papa.
"kamu tau lita, dulu kami hidup dengan sangat bahagia sebelum insiden itu terjadi. Bajingan-bajingan itu dengan kejamnya memperkosaku tanpa mau mendengar jeritan tangisku dan tidak mengindahkan permohonan ampunku" mama berkata sambil menangis. "mereka tertawa puas diatas penderitaanku. Aku sampai depresi beberapa saat karena kejadian itu. Aku harus melakukan beberapa tes di psikiater karena hal itu. Dan kenyataan yang paling menyakitkan adalah saat tau aku tengah hamil, hatiku hancur. Aku benci dengan keadaan itu. Berkali-kali aku mencoba menggugurkan kandunganku, tetapi selalu saja gagal. Hingga kamu lahirpun, kamu tetap menyakitiku dan hampir merengut nyawaku karena melahirkan kamu" ucap mama terdengar sangat pedih. "aku membuangmu saat itu juga dan berharap kamu tidak akan pernah kembali lagi dan mengusik hidupku. Tapi ternyata aku salah, saat itu kamu datang lagi dengan suami dan putriku. Aku ingin langsung mengusirmu, kalau saja suami dan putriku tidak menghalangiku. " jelas mama berjalan kehadapanku.
"selama ini aku berusaha menahan pedih dari luka yang sudah lama aku kubur. Dan kamu dengan mudah menggalinya kembali. Setiap melihat tawamu itu, bayangan bajingan-bajingan itu kembali terbayang dalam ingatanku. Aku sangat membencimu, seperti aku membenci bajingan-bajingan itu" bentak mama dengan sorot mata yang penuh amarah.
"dan sekarang, kamu mencoba merengut kebahagiaan natasya? Apa salahku padamu? Kenapa kamu datang lagi dan mencoba menghancurkan kebahagiaan kami lagi? Belum cukup kamu merengut kebahagiaanku, hah?" bentak mama
"ti-tidak ma" ujarku terbata-bata karena tangisku.
"JANGAN PANGGIL AKU MAMA !! aku hanya orang yang sudah melahirkanmu ke dunia, bukan mamamu!!" bentak mama membuatku menunduk.
"ma-af" cicitku.
"apa rencana kamu? Apa mau kamu, hah?" Tanya mama.
"a-aku pastikan dhika hanya akan menjadi milik kak natasya, aku tidak akan menganggu dan merengut kebahagiaan kak natasya lagi" isakku
"mama cukup ma, mama puas sekarang. Hah? Mama puas?" ujar kak natasya yang juga ikut menangis "bagaimanapun kejadiannya, aku tidak perduli. Thalita tetaplah adikku, anak bontot keluarga casandra" ujar kak natasya lantang seraya merangkul pundakku. " dan kalaupun dhika dan lita memang saling mencintai, aku akan mengikhlaskan mereka. Mama tau, dari kecil natasya slalu menanyai adik natasya. Dan sekarang natasya sudah bertemu dengannya" ujar ujar natasya. Aku melepas rangkulan tangan kak natasya.
"tidak kak, dhika adalah milik kakak" ujarku memaksakan diri untuk tersenyum walaupun hatiku sangat pedih. "a-aku dan dhika sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi. Hubungan kami sudah berakhir," ujarku menarik tangan kak natasya menuju dhika. Aku menyatukan tangan mereka berdua dengan hati yang sangat hancur, sangat sangat hancur. Meskipun pedih, aku tetap tersenyum getir.
"tolong jaga dan bahagiakan kakakku," ujarku menatap dhika. Kami bertatapan cukup lama. Setelah itu aku langsung beranjak menuju kamarku.
***
"hikz.....hikzzzz...hikzzzz...!!!!" aku menangis sejadi-jadinya sambil memeluk kedua lututku dan menenggelamkan kepalaku ke sela-sela lutut. "hikzz.....hikzzzz....hikzzzz.." aku menangis sejadi-jadinya mengeluarkan semua beban dalam hatiku, semua rasa sakit yang aku rasakan.
Kamu anak dari hasil perkosaan
Kamu anak dari hasil perkosaan
"hikzzz.....hikzzz...hikkzzz....hikzzzzz.....!!!" aku menutup kedua telingaku, teriakan mama terus terngiang ditelingaku.
"lita" kak natasya memeluk tubuhku. "hikz....hikz....hikz...."kami menangis bersama. "kamu jangan dengerin omongan mama, mama hanya sedang emosi" ucap kak natasya. "kakak gak perduli status kamu, yang jelas kamu tetaplah adik kandung kakak. Adik yang sangat kakak sayangi" ucap kak natasya melepas pelukannya dan menghapus air mataku. "katakan, apa kamu masih mencintai dhika?" Tanya kak natasya dan aku langsung menggelengkan kepalaku.
"tidak kak, dulu aku memang sempat punya hubungan dengannya. Tapi sekarang kami sudah tak ada hubungan apa-apa lagi. Lagian sekarang aku punya kak angga," ujarku berbohong, maafkan aku kak.
"angga? Maksud kamu angga anak brotherhood?" Tanya kak natasya kaget. Aku mengangguk seraya tersenyum, dan kak natasya terlihat senang dan langsung memeluk tubuhku. Maaf, maafkan aku karena berbohong sama kakak. Hanya ini yang bisa aku lakukan.
***
Hari ini aku tak pergi ke kampus, rasanya aku ingin sendiri dan menghabiskan waktuku di makam tante dan om. Setelah mendoakan keduanya, aku menaburkan bunga ke atas makam mereka berdua.
"tante, om, maaf lita baru sempat datang," gumamku menatap makam kedua orangtuaku, walaupun hanya orangtua angkatku saja.
"hikzz,,,hikzz..." tangisku tak mampu di bendung lagi. Aku menangis sejadi-jadinya di depan makam mereka. "Aku tau sekarang alasan kenapa papa menitipkanku ke tante dan om."
"Kenapa? Kenapa hidupku begitu menyakitkan? Kenapa badai ini tak juga berlalu dan malah semakin kencang menerpa. Pertahanku sudah sangat hancur. Hikz... tante... om... apa boleh lita ikut dengan kalian? Di sini lita merasa tak diharapkan, lita merasa menjadi parasit yang mengusik kehidupan orang-orang disekitar lita. Ijinkan lita untuk ikut bersama kalian. Bahkan rasanya lebih sakit dari rasa sakit penyakit yang lita derita tante," isakku sejadi-jadinya.
Aku sudah tidak sanggup lagi terus bertahan, di tambah dhika akan segera menikah dengan kak natasya. Aku harus apa sekarang, penyakitku sudah semakin parah. Kapan aku bisa menyusul tante dan om. Pertahananku sudah sangat runtuh dan hancur, bahkan sekarang aku tak mampu untuk berdiri tegak.
Siang sudah berganti dengan malam, dan aku masih betah tiduran dengan memeluk makam tante. Aku berharap tak akan pernah lagi membuka mata dan ikut bersama tante dan om.
Tinggal sederhana bersama mereka berdua membuatku nyaman dan tenang, hanya kasih sayang mereka yang tidak pernah berdusta dan bualan semata. Hanya mereka yang bisa aku miliki. Handphoneku terus berdering tanpa ingin aku angkat, aku sudah tak perduli lagi dengan semuanya. Aku hanya ingin berada di sini bersama tante dan om. Hingga hujan turun dan mengguyur seluruh tubuhku yang terasa sakit dan kini semakin sakit. Aku memejamkan mataku merasakan air yang menerpa wajahku dan membuat tubuhku semakin kedinginan. Hingga aku merasakan air hujan berhenti mengguyur tubuhku. Perlahan aku membuka mataku dan mendongakkan kepalaku, di sana seseorang berdiri menjulang tinggi dengan memegang payung hitamnya. Mata kami masih beradu dengan tatapan yang tidak bisa aku pahami. Sulit sekali memahami tatapan tajam miliknya.
"Sebaiknya kamu pulang" ucapnya yang datar menyadarkanku. Aku segera memalingkan pandanganku dan menunduk.
"biarkan aku sendiri" ucapku dengan lemah.
"ini sudah larut malam, dan berbahaya" ucapnya so perhatian membuatku tersenyum kecut.
"katakan saja pada kak natasya, kalau aku akan menginap di rumah tante. Jadi sekarang pergilah, biarkan aku sendiri" ujarku tak kalah dingin.
"aku datang bukan karena kakakmu" ujarnya membuatku tersenyum kecut. Apa maksudnya bukan karena kakak, bukankah dia calon suami kak natasya.
Aku beranjak setelah mengusap nisan tante dan berpamitan kepada keduanya. Aku berjalan meninggalkannya sendiri membuat tubuhku kembali terguyur hujan, aku terus berjalan walau kakiku terasa sakit dan rasa pusing yang menyerangku. Tubuhku hampir oleng ke belakang tetapi dia menahan tubuhku. Membuatku menengok dan tatapan kami kembali bertemu dengan jarak yang sangat dekat.
Iya, dia adalah dhika yang entah tau dari mana kalau aku ada disini. Dia memegang kedua pundakku, membuat tubuhku bersandar ke dada bidangnya. Aku segera memalingkan pandanganku dan melepas cengkraman tangannya.
"kamu tidak sedang baik-baik saja" ujarnya masih memegang pundakku.
"bukan urusanmu!!" sinisku dan menepis tangannya. Aku sudah tak ingin lagi berdekatan dengannya, sudah cukup !! aku berjalan meninggalkan dia dan berjalan menyusuri jalanan sendiri di bawah guyuran air hujan. Tak lama sebuah mobil melewatiku dan menghentikannya di pinggir jalan. Sang sopir yang tak lain adalah dhika, kembali turun kali ini tanpa memakai payung. Langkahku terhenti saat melihat dhika sudah menuruni mobil. Kami bertatapan cukup lama, hingga dhika berjalan ke arahku dan tanpa berbicara apapun memasangkan jaketnya ke tubuh dan kepalaku. Aku hendak melepaskan jaketnya tetapi di tahan olehnya.
"sekali ini saja" ujarnya membuatku terdiam dan menurutinya. Dia membawaku masuk ke dalam mobilnya dan berlalu pergi menuju rumah tante. Di dalam mobil, tak ada yang mengeluarkan suara sedikitpun. Aku sibuk menatap keluar jendela tanpa ingin menatap dhika. Sudah cukup, sudah cukup rasa sakit yang aku rasakan.
Tak terasa mobilpun sudah berhenti di depan rumah tante. Aku melepas jaketnya dan beranjak turun setelah mengucapkan terima kasih. Dengan langkah gontai aku berjalan mendekati pintu dan tiba-tiba saja, rasa meriang dan sakit itu kembali terasa di perutku. Tanganku terasa ikut kram dan sulit memegang knop pintu. Tubuhku seketika ambruk ke lantai dengan berpegangan ke daun pintu saking sakitnya. Tak lama aku merasa seseorang mengangkat tubuhku. Dari aroma parfumnya, aku sudah tau kalau dhika masih ada di depan rumah. Tubuhku terasa sangat lemas dan aku tak sanggup lagi untuk berontak. Aku merebahkan kepalaku di dadanya. Dia membawaku masuk dan menurunkanku di sisi ranjang. Dia beranjak dan tak lama kembali mendekat dengan handuk di tangannya. Dengan telaten dia mengusap rambutku yang basah dan bahkan tubuhku.
"sudah makan?" tanyanya.
"pergilah, tidak perlu mengasihaniku" ujarku, tetapi dia tak mendengarkanku dan menghubungi seseorang. Aku melirik jari manisnya, yang sudah tak ada cincin pertunangan kami. Sedangkan di tanganku masih ada cincin itu tersemat indah. Hatiku kembali sakit dan terluka. Aku menatap cincin di jari manisku, aku hendak membukanya tetapi di tahan olehnya membuatku menatap ke arahnya dengan kernyitan.
"biarkan seperti itu" ucapnya, dan aku segera menepis tangannya dari tanganku. Aku beranjak dengan sangat kesal dan beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan diriku.
Apa yang terjadi dengan dhika, kenapa dia mendadak lembut seperti ini. Apa maunya, apa dia ingin memberiku harapan palsu lagi. Hatiku terasa sangat lelah sekali, dan sialnya cincin ini sulit untuk ku lepas. Cincin ini adalah saksi cintaku padanya. Cukup lama aku termenung di kamar mandi, aku beranjak keluar kamar dengan sudah memakai pakaian panjangku. Aku pikir dia sudah pergi, ternyata dia masih ada disini tengah menyiapkan minuman dan pizza yang sepertinya baru dia pesan. Aku tak ingin menghampirinya, aku kembali memasuki kamarku untuk beristirahat dan mengunci pintu kamar. Tetapi saat pintu akan di tutup, kaki seseorang menahannya dan mendorong pintu hingga terbuka lebar. Aku menatapnya dengan tatapan emosi dan kesal, aku segera memalingkan wajahku dan menuju ranjang untuk aku tidur.
"lebih baik kamu makan dulu" ujarnya
"aku tidak mau" jawabku singkat dan beranjak menaiki ranjang. Tetapi dia menarik pergelangan tanganku dan membawaku ke meja makan. Entahlah, aku ingin menolaknya tetapi tubuhku seakan tak bisa bekerja sama dengan pikiranku. Aku duduk di kursi meja makan.
"minumlah teh ini" ujarnya menyodorkan mug berisi teh padaku. Tanpa berkata apapun aku meneguk teh itu yang terasa hangat ke dalam tenggorokan dan tubuhku. Aku sadar, dia tengah menatapku. Aku sengaja menatap kosong kedepan padahal aku masih mampu melihatnya dari ekor mataku.
"kamu belum makan kan, makanlah pizza ini" ujarnya, dan sekali lagi tanpa menjawab pertanyaannya dan mengatakan apapun aku mengambil satu potong pizza dan memakannya dalam diam. Dhika terlihat masih memakai kaos putihnya yang masih belum kering karena kehujanan tadi. Ingin sekali aku memberinya handuk dan pakaian milik om yang tersimpan disini. Tetapi hatiku terlanjur terluka, aku tak ingin kembali luluh olehnya. Kami sama-sama terdiam seakan tak ada yang ingin kami bicarakan, dan hanya menikmati kebersamaan ini.
Aku sudah menghabiskan satu potong pizza, dan beranjak dari dudukku. "pulanglah, aku sudah selesai. Dan jangan sampai ada salah paham lagi" ujarku dan beranjak menuju kamarku, tetapi seketika tanganku tertarik dan tubuhku menabrak dada bidang miliknya. Dia memelukku dengan sangat erat.
"ku mohon biarkan seperti ini, sebentar saja," ujarnya membuat pertahananku untuk menjaga hatiku kembali runtuh seketika. Aku begitu merindukannya, sangat merindukannya. Tangisku pecah seketika di pelukannya, aku tak sanggup membohongi hatiku sendiri kalau aku begitu merindukan dan mencintainya.
Tanganku terangkat hingga menyentuh dada bidangnya. "A-apa disini sudah tak ada lagi namaku? A-apa disini aku tak berarti lagi,,hikzzz..." isakku sejadi-jadinya aku mendongakkan kepalaku menatap matanya yang terlihat teduh dan memerah, aku juga dapat melihat air matanya yang menggantung.
"a-apa cinta itu sudah tak ada lagi disini? Apa aku sudah benar-benar lenyap dari hati ini" tanyaku sendu masih memegang dadanya. Tangannya menyentuh tanganku dan semakin menekan dadanya tepat di jantungnya.
"jantung ini masih berdetak dengan kencang seperti biasanya saat berada di dekatmu," ujar dhika membuatku semakin menangis.
"kalau begitu kenapa?? Kenapa dhika,,hikzzz..kenapa kita jadi seperti ini,,hikzz...apa salahku sampai kamu meninggalkanku seperti ini,,hikzzz... hikzz... aku tak pernah mengkhianatimu sedikitpun, aku sangat mencintaimu" aku menangis sejadi-jadinya sambil mencengkram kaos dhika bagian depannya dan memukul dadanya berkali-kali.
"kenapa kamu lakukan ini, dhika. kenapa,, hikzz...hikzz,,,kenapa? Kalau kamu mencintaiku, kenapa kamu melakukan ini? apa seburuk itu aku untukmu,, hikzz..hikzzz..." aku menangis meraung-raung hingga dhika kembali menarikku ke dalam pelukannya dengan sangat erat. Dan terasa sangat hangat.
"kenapa dhika?" gumamku
"aku tidak tau, sungguh aku tidak tau kenapa keadaan kita harus seperti ini. Aku juga tidak tau mana yang benar dan mana yang salah. Aku tidak tau kenapa takdir membawa kita seperti ini. Tapi aku masih tetap mencintaimu, Lita." ujar dhika lirih, aku merasa dhika memelukku dengan sangat erat seakan kami akan berpisah untuk selamanya.
"apa ini adalah pelukan perpisahan?" tanyaku dengan masih menangis memeluknya. Tetapi dhika hanya terdiam saja dan malah mengusap kepalaku.
"dhika-"
"biarkan seperti ini dulu, aku mohon," ujarnya membuatku terdiam dan memeluknya dengan erat, aku merebahkan kepalaku di dada bidangnya. Kenangan saat pertama kali kami bertemu hingga bertunangan berputar di kepalaku begitu saja layaknya film yang sedang di putar, membuatku kembali menangis terisak di pelukannya.
Setelah cukup lama kami saling berpelukan, dhika melepas pelukannya dan menangkup wajahku dengan tatapan terlukanya, bahkan aku melihat pipinya basah, apa dhika juga menangis sepertiku. Dhika mencium bibirku dengan lembut, sangat lembut dan aku bisa merasakan rasa asin dari air matanya dan air mataku. Setelahnya dhika melepas ciumannya dan kembali menatapku dengan teduh. Tatapan yang selalu aku rindukan.
"Maafkan aku, mungkin kita tidak di takdirkan untuk bersama. Setelah ini aku akan menjadi kakak iparmu,"
Deg.. benar saja dugaanku, kalau kami memang akan berpisah. Dhika akan meninggalkanku untuk selamanya, aku pikir dia akan memaafkanku dan memperjuangkan cinta kita, tetapi kenyataannya dia melepaskanku dan dia akan menikah dengan kak natasya. Dia menjauhkan tubuhnya dariku.
"aku akan berusaha menyayangimu, sebagai adikku," ucapnya tersenyum dan mengusap kepalaku dengan lembut dan berlalu pergi meninggalkan rumah tanpa berpaling lagi. Meninggalkan aku yang masih mematung sendiri menatapnya yang sudah menghilang di balik pintu. Tubuhku langsung ambruk ke lantai, sakit tidak mampu menahannya lagi.
"hikzzz...hikzz...hikzz...kenapa???? Kenapa seperti ini??? kenapa kamu memilih melepaskanku, dhika. kenapa!!hikz...hikz.. aku mencintaimu, dhika..hikzzz" isakku sejadi-jadinya, meraung-raung di atas lantai.
***