Aku menerima pesan dari dhika, yang memintaku untuk datang sendiri ke café dan wajib memakai gaun atau dress dan berdandan cantik. Aku sempat menanyakannya dan dhika hanya berkata kencan buta. Entahlah apa yang tengah dhika siapkan, dhika memang selalu membuat kejutan untukku. Akhirnya aku memutuskan untuk tidak bertanya lagi dan menuruti semua perintah dhika.
Tepat pukul 19.00, aku sudah siap dengan dress sederhana berwarna hitam yang sangat pas dengan tubuhku yang saat ini mulai mengurus. Saat keluar dari rumah, aku terpekik kaget saat melihat okta tengah berdiri disamping mobil audy hitam milinya dengan jas berwarna hitam dan dasi kupu-kupunya. "gator, ada apa?" Tanyaku heran
"anda sangat cantik nona, tapi perkenalkan saya Alfredo. Saya bertugas menjemput anda untuk bertemu dengan tuan saya" ucap okta formal sambil membungkukkan badannya menghormat, membuatku terkekeh.
"ada apa ini?" Tanyaku bingung.
"mulai malam ini, saya bertugas untuk menjadi sopir anda nona. Jadi saya siap melayani anda. Silahkan masuk, tuan pradhika sudah menunggu anda" ucap okta membukakan pintu mobil penumpang mempersilahkanku untuk masuk. Aku hanya menggelengkan kepalaku saat masuk ke dalam mobil.
Sesampainya di café, okta kembali membukakan pintu untukku dan mempersilahkanku. Aku menatap ke arah café yang terlihat remang-remang dan disetiap pekarangan hingga pintu masuk dihiasi lilin dan taburan bunga mawar merah dengan karpet merah.
"ini sangat mengesankan" ujarku dan tak lama dhika datang dengan memakai jas berwarna abu dengan kemeja putihnya, dia terlihat sangat tampan sekali. Dia benar-benar jelmaan dewa yunani yang sangat sempurna. Dhika terlihat tengah berjalan ke arahku.
"selamat datang di kerajaanku, putri yang cantik" ujar dhika dengan senyum mempesonanya. Dhika menyerahkan sebucket bunga mawar yang indah kepadaku, yang sejak tadi dia sembunyikan dibelakang punggungnya. "bunga yang indah, untuk putri yang cantik" ujar dhika gombal banget.
"ini sangat mengesankan sekali pangeran dhika" kekehku. Dhika mengerakkan lengannya kearahku dan aku memahami maksudnya, dengan segera aku merangkul lengan dhika.
"kamu sangat cantik dengan dress hitam ini" bisik dhika membuatku merona. Kami berjalan menuju ke arah taman café. Disana sudah tersedia meja dan 2 buah kursi saling berhadapan dengan taburan kelopak bunga dan juga lilin disekelilingnya.
"ini kencan yang sangat romantis dan indah" bisikku membuat dhika tersenyum ke arahku. Dhika menarik salah satu kursi untuk aku duduk, lalu diapun menarik kursi lainnya untuk dia duduk tepat di hadapanku.
Tak lama datanglah empat orang dengan pakaian waiters, dan nampan dikedua tangan mereka. Aku terpekik kaget melihat keempat orang itu yang tak lain adalah kak dewi, Irene, kak seno dan kak elza tengah memakai pakaian waiters dan memegang nampan makanan di kanan kirinya.
"ternyata profesi kalian malam ini berubah juga yah" kekehku membuat keempat orang itu ikut terkekeh
"korea, cina, itali, prancis atau indonesia?" Tanya dhika membuatku kembali menatap ke arahnya.
"Italia" ujarku
"oke Italia" ujar dhika dan kak dewi menyimpan 2 piring berisi makanan khas itali diatas meja.
"lasagna" ujarku
"tentu, makanlah" ujar dhika dan keempat orang itu berlalu pergi.
"kamu keterlaluan, menyuruh mereka untuk berprofesi ganda seperti ini" ujarku menggelengkan kepalaku.
"tidak ada yang akan menolak perintah leadernya" kekeh dhika dengan bangga
"sombong sekali" aku mencibirnya sambil menikmati makanan di depanku.
"lagian merekanya juga bersedia kok" ujar dhika cuek dan menyuapiku, aku menerimanya dengan senang hati dan kini giliranku yang menyuapi dhika. Tanpa terasa makananpun kandas, dan Irene bersama kak seno kembali datang dengan nampan ditangan masing-masing.
"ini dessertnya, semoga kalian menyukainya" ujar Irene dengan riang.
"tiramisu?" ujarku langsung tergiur dan langsung menyantapnya dengan antusias. "emmmmzzz,,, ini sempurna, ren" ujarku menikmati kelezatan tiramisu sambil mengacungkan jempolku.
"ah syukurlah, kalau begitu selamat menikmati" ujar Irene dan berlalu pergi bersama kak seno.
"cobain deh sayang, ini sangat enak... aaaaa" aku menyuapi dhika.
"emmzzz,, memang tidak buruk" ujar dhika menikmatinya. "apalagi makan dari tangan kekasih sendiri, rasanya sempurna" ujar dhika berlebihan
"lebay" gerutuku dan dhika hanya terkekeh.
"baiklah, tuan lebay. Makanannya sudah selesai, jadi apa selanjutnya?" Tanyaku menggodanya.
"mau ice cream?" Tanya dhika dan aku langsung mengangguk antusias. Dhika menarik tanganku dan berjalan ke arah kanan taman.
"mau pesan ice cream apa?" Tanya serli
"kalian juga berubah profesi?" tanyaku hanya bisa menggelengkan kepalaku melihat kak daniel dan serli dengan memakai pakaian waiters juga dan topi berbentuk kerucut seperti topi ulang tahun. . " kamu memang kejam" aku mencubit pinggang dhika dan membuatnya mengaduh. "aku mau rasa belgia choco chip" ujarku antusias
"seperti yang anda minta nona" ujar kak daniel mengambilnya dari dalam kotak dihadapannya.
"seperti biasa, rasa favorit loe" tambah serli membuatku mengangguk dan menerima ice cream yang di sodorkan kak daniel. Dhika kembali menarik tanganku berjalan menuju tempat lain.
"cobain, ini enak" aku kembali menyuapi dhika. Kami berhenti di tengah taman dekat air mancur, disana juga masih banyak lilin menghiasi. "sekarang apa lagi?" Tanyaku mulai penasaran dengan kejutan dhika. Dhika bersiul dan tak lama ratu datang dengan membawa sepucuk bunga dan kotak kecil.
"oh my god,, semuanya terlibat" kataku dan ratu hanya mengedipkan sebelah matanya sambil terkekeh.
"terima kasih, nona manis. Kamu boleh kembali" ujar dhika setelah menerima bunga dan kotak itu. Ratupun berlalu pergi meninggalkan kami.
"ini" dhika menyodorkan sepucuk bunga itu kepadaku dan dengan senang hati aku menerimanya." Dan ini juga" dhika menyerahkan kotak kecil itu kepadaku membuatku segera membukanya karena penasaran. Terlihat gelang berlian putih yang indah dengan hiasan bintang dan bulan sabit di sisinya. "indah banget" ujarku langsung menyukainya. Dhika segera memasangkan gelang itu ditangan kananku.
"ternyata sangat indah ditangan kamu, aku tidak salah pilih berarti" ujar dhika membuatku mengangguk dan menatap gelang di pergelangan tanganku.
"terima kasih" aku langsung memeluk tubuh dhika membuat dhika terkekeh. Dan tak lama terdengar alunan musik, aku melepas pelukanku dan menatap dhika. "siapa yang memainkan musik? Pasti ini kak angga" tebakku membuat dhika terkekeh dan benar saja, tak jauh darisana kak angga tengah memainkan piano dengan penuh penghayatan.
"mau berdansa denganku, tuan putri?" dhika mengulurkan tangannya ke hadapanku, membuatku segera menyambut uluran tangannya. Tangan dhika langsung merengkuh pinggangku dan menarik tubuhku sehingga tubuh kami menempel, dan aku dengan spontan mengalungkan kedua tangannya ke leher dhika. Tiba-tiba lampu sorot menyoroti kami berdua, aku semakin tersenyum mendapatkan kejutan ini dari dhika. Kami mulai bergerak, ke kanan, ke kiri, ke belakang dan kedepan seirama dengan musik. Pandangan kami terpaut satu sama lain, aku selalu saja terbius dengan tatapan tajam milik dhika yang begitu memabukkan. Senyuman tak luput dari kami berdua. Dan tiba-tiba ribuan kelopak bunga mawar merah berjatuhan dari atas tepat mengenai tubuh kami berdua membuatku sempat kaget dan terbuai.
"terima kasih untuk kencan malam ini, ini sungguh sangat sempurna dan berkesan" ucapku
"kamu bahagia?" Tanya dhika dan aku mengangguk antusias. "aku senang mendengarnya, jadi aku tidak sia-sia menggaji semua pegawai baruku itu" kekeh dhika membuatku ikut terkekeh.
"aku mencintai kamu dhika, sangat. Terima kasih untuk semuanya" ujarku jujur.
"akupun juga sangat mencintai kamu" bisik dhika. Dhika menempelkan kening dan hidung kami berdua, meskipun aku harus mendongakkan kepalaku dan dhika harus menunduk, tetapi tubuh kami masih bergerak mengikuti irama music tanpa merasa kesulitan. Senyuman tak pudar dari sudut bibir kami berdua. Aku sangat bahagia, tuhan. Terima kasih untuk semua ini.
"apa aku sudah bilang, kalau malam ini cahaya bulan terkalahkan oleh cahaya yang terpancar dari wajahmu?" ujar dhika membuatku tersipu
"cukup menggombalnya, tuan dhika" gerutuku tetapi aku tetap merona
"aku berkata jujur, sayang. dan apa malam ini juga aku sudah berkata kalau kamu sangat cantik?" Tanya dhika dan aku langsung mencubitnya membuat dhika terkekeh.
"jangan buat aku semakin merona" ujarku membuat dhika terkekeh. " tapi kamu juga sangat tampan" seruku jujur
"oh ya? Pacar siapa dulu dong?" goda dhika dengan bangga
"pacar siapa yah?" kataku " pacarnya.....!!!" aku mengedipkan sebelah mataku membuat dhika tertawa.
"oh sayang, ternyata sekarang kamu pintar sekali menggoda yah" ujar dhika terkekeh. Aku menutup mataku, menikmati keindahan dan kebahagiaan yang menjalar ke setiap sendi tubuh dan hatiku. Kalau boleh aku meminta, jangan pernah hilangkan kebahagiaan ini tuhan.
***
Saat ini aku tengah duduk di sofa diruangan dhika, waktu sudah menunjukkan waktunya pulang. Tetapi dhika masih terlihat sibuk dengan laptopnya. Aku memperhatikan setiap gerakan dhika yang terlihat fokus dengan laptop dihadapannya. Dia begitu sangat tampan, aku tak menyangka bisa memiliki lelaki sebaik dan setampan dia. Aku bersyukur kepada tuhan karena dipertemukan dengan lelaki sesempurna dhika. Bahkan disaat keadaanku yang seperti ini, dia mampu menjadi cahaya dan penerang dalam kehidupanku yang sekarang gelap. "mikirin apa?" Tanya dhika menyadarkan lamunanku, ternyata dhika sudah duduk tepat di sampingku.
"tidak ada, kamu sudah selesai? Aku lihat daritadi kamu sibuk sekali" ujarku
"iya, pekerjaan sangat banyak. Apalagi aku akan melakukan kkn jadi sebisa mungkin aku selesaikan dulu semua pekerjaan " ujar dhika
"kamu jadi kkn di AMI hospital?" Tanyaku
"sebenarnya ini yang mau aku katakan sama kamu" ujar dhika membuatku penasaran. "aku tidak jadi kkn di AMI Hospital" ucap dhika membuatku mengernyitkan dahiku.
"kenapa? Lalu kamu akan melakukan kkn dimana?" Tanyaku
"disebuah klinik, klinik kecil di daerah pelosokan di Surabaya" ujar dhika
"Su-surabaya??????" aku sangat kaget mendengarnya.
"iya sayang, kebetulan di klinik itu masih kekurangan dokter ahli.Pembimbing aku menyarankan aku pergi kesana. Mungkin pengalaman dan pengetahuan yang aku dapatkan akan lebih berguna disana" jelas dhika "di AMI hospital kan sudah jelas kapasitas dan keahlian dokternya sangat bagus, jadi aku akan jarang mendapatkan penanganan langsung dengan pasien. Berbeda dengan di klinik itu" jelas dhika membuatku merasa tidak ikhlas melepaskannya.
"aku paham, tapi kenapa harus ke Surabaya? Apalagi tiga bulan masa kknnya" keluhku sungguh tak rela dhika pergi meninggalkanku. Aku akan semakin kesepian, dan bagaimana kalau aku tidak bertahan sampai tiga bulan kedepan.
"aku akan usahakan untuk bisa pulang sebulan sekali, aku akan selalu hubungin kamu kok." Ujar dhika
"jadi kejutan kemarin itu hanya untuk menutupi ini, kamu akan pergi ninggalin aku" ujarku sedih
"sayang,, hey dengar !!" dhika memegang kedua pipiku membuatku menatap matanya. "aku hanya pergi selama tiga bulan saja, kita masih dalam satu Negara. Aku kesana hanya untuk memenuhi tugas. Aku janji disana aku akan jaga hati ini selalu untuk kamu" ujar dhika penuh keyakinan
"tapi,,, aku..." aku tidak tau harus berbicara apa, yang aku takutkan adalah aku tidak bisa menatap wajah dhika lagi.
"aku janji ini tidak akan sulit untuk kita, aku akan selalu menghubungi kamu, dan akan aku usahakan untuk pulang sebulan sekali. Kamu percaya kan?" Tanya dhika membuatku akhirnya mengangguk pasrah "kamu jaga kesehatan yah, inget lho jaga pola makan kamu, biar gak terserang types lagi kayak waktu itu. Dan jangan sampai kelelahan" ujar dhika membuatku tersenyum muram. Aku bukan sakit types, dhika. Aku sakit gagal ginjal, dhika.
"ekspresi wajahnya jangan muram gitu dong sayang, kamu buat aku berat untuk ninggalin kamu" ujar dhika membuat aku langsung memeluknya dengan erat.
"aku akan kesepian, setelah kamu pergi" isakku. Aku takut dhika, sekarang aku begitu ketakutan. Takut tak bisa bersamamu lagi.
"tidak sayang, di sini masih ada serli, ratu, Irene dan okta. Daniel dan angga juga kan melakukan kkn disini, dewi dan elza juga hanya di kota tangerang tidak jauh dari sini sayang" jelas dhika. Aku maunya kamu, dhika. Bukan yang lain.
"iya tapi kamu yang paling jauh" cicitku. Apa aku bisa tetap menahanmu disini, dhika.
"Kalau saja kita sudah nikah. Aku akan langsung boyong kamu ke Surabaya" kekeh dhika
"apa kita bisa bertemu lagi?" gumamku dan ternyata dhika mendengarnya karena dhika menarikku dari pelukannya.
"kamu bicara apa sih sayang, kita pasti akan bertemu lagi. Aku hanya pergi untuk tiga bulan saja dan akan langsung kembali padamu lagi sayang" ucap dhika menyakinkan. "kenapa kamu begitu ketakutan?" tanyanya lagi membuatku menggelengkan kepalaku dan menghapus air mataku.
"ya sudah aku gak apa-apa kamu tinggalin, tapi inget yah jangan tebar pesona sama cewek lain apalagi sama dokter dan suster disana" ucapku mencoba mengalihkan pembicaraan, dhika tersenyum dan membelai kepalaku dengan lembut.
"daulat, tuan putri" ujar dhika membuatku tersenyum. "emm sayang, bukan maksud aku perhitungan atau mempertanyakannya. Tapi kemarin ada tagihan ke aku mengenai kartu yang kamu gunakan" ujar dhika terlihat tidak enak.
"sebenarnya aku senang, kamu mau nerima dan menggunakannya tapi aku penasaran kamu mendebitnya dari AMI hospital dalam jumlah yang cukup besar. Apa kamu sakit? Kenapa biayanya begitu besar?" Tanya dhika hati-hati. Ya tuhan,, aku sudah teledor. Bagaimana ini, pasti dhika akan sangat mencurigaiku.
"i-itu,, aku-" aku bingung harus berkata apa.
"aku tak masalah mengenai jumlahnya, tetapi aku khawatir karena pendebitannya dilakukan dirumah sakit. Apa kamu sakit sayang? Apa badan kamu sakit-sakit lagi seperti saat itu?" Tanya dhika terlihat sangat khawatir.
"iya,, eh maksud aku nggak" aku gugup dan bingung untuk menjelaskannya. "sebenarnya begini, hasil tes waktu itu kan menyatakan aku terserang penyakit types. Nah sebenarnya dokter masih menyarankan aku untuk melakukan rawat jalan" ujarku seadanya karena memang itu kenyataannya.
"apa begitu? Apa penyakit types kamu sangat parah? Sampai harus menjalani rawat jalan?" Tanya dhika sedikit curiga, aku paham dhika tidak mungkin bisa dibohongi. Bagaimanapun juga dhika adalah seorang calon dokter.
"tidak apa-apa kok, kemarin hanya untuk memastikan kondisi tubuhku saja. Supaya tidak terserang lagi types. Aku kan sering kecapean, dan yang membuat harganya mahal itu adalah vitamin untuk pertahanan kondisi tubuh biar tidak gampang terserang penyakit dan kelelahan" jelasku, tidak 100% berbohong karena memang obat untuk pereda nyeri yang selalu aku alami.
"oh begitu, tidak apa-apa sayang. aku hanya khawatir kamu sakit saja, aku takut kamu kembali meriang dan sakit sakit badan kamu lagi. Kalau bisa kamu beli vitamin yang paling bagus buat pertahanan tubuh kamu" ujar dhika. "dan kenapa gak ajak aku?" Tanya dhika memicingkan matanya
"kamu sedang sibuk dengan bimbingan buat kkn waktu itu, jadi aku tidak bilang sama kamu" ujarku
"Lain kali kabarin aku yah kalau kamu mau ke rumah sakit. Aku khawatir kamu kenapa-kenapa" ujar dhika membuatku mengangguk. Maafkan ketidak jujuranku, dhika.
***
Hari hariku tanpa dhika seperti kehilangan secerca cahaya dalam hidupku. Walaupun dhika tidak pernah berhenti untuk selalu menghubungiku, melalui skype atau media social lainnya. Tetapi tetap saja rasa sepi itu masih menyelimuti hatiku. Saat aku merasakan kesakitan yang luar biasa bahkan saat melakukan cuci darah, pikiranku selalu tertuju ke dhika. Aku begitu takut sekembalinya dhika, lita tidak sesehat saat ini. Kondisinya semakin memburuk padahal sudah rutin melakukan cuci darah. Kemarin siang aku dibantu teman sekelasku untuk bisa bekerja disebuah club malam yang cukup elit dan terkenal di daerah bandung. Aku terpaksa menerima tawaran itu karena aku sangat butuh tambahan uang, aku tidak ingin menggunakan lagi kartu yang dhika berikan. Aku takut dhika semakin curiga seperti kemarin.
Dan disinilah aku sekarang, sudah sudah berganti pakaian dengan seragam dari club. Kemeja yang sangat sempit dan pas ditubuhku, membuat belahan dadaku terlihat jelas dipadu dengan rok sepan hitam yang sangat minim dan seksi. Aku sangat risih dengan penampilanku saat ini, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa, hanya ini yang bisa aku lakukan. Aku mengatur rambut panjangku membuatnya sedikit menutupi belahan dadaku. Hingar bingar music terdengar jelas di telingaku, suasana yang ramai dan lampu yang berkedip-kedip membuat minim cahaya disini. Aku mencoba mengenyahkan rasa risih yang meliputi diriku. Aku berusaha bekerja sebaik mungkin, meski terkadang banyak lelaki hidung belang yang menggodaku, tetapi aku masih berusaha bersikap sopan dan menjaga harga diriku. Apalagi pemilik club yang merupakan sepupu teman kuliahku itu sudah diberi tahu kalau aku wanita baik-baik dan hanya ingin bekerja sebagai seorang pelayan saja. Untungnya sepupunya itu mengerti dan berusaha menjagaku selama aku bekerja disana. Aku juga harus mengatur waktuku dengan kuliah, bekerja di café dan membuat kue.
Hari ini adalah jadwalku melakukan cuci darah. Dengan dokter spesialis ginjal bernama Dr. Sintia Khatary. Dokter menjelaskan kondisiku saat ini semakin memburuk karena aku kurang beristirahat yang cukup. Aku memang jarang tidur, bahkan tidak pernah tidur karena ke sibukanku. Dokter menyuruhku untuk mengatur waktu istirahatku. Aku berjalan keluar ruangan dokter dan terpekik kaget saat melihat seseorang berdiri di hadapanku.
"k-ak angga !!!!" ujarku sangat kaget saat melihat kak angga berdiri tegak didepan pintu ruangan dokter sintia. "kakak lagi magang disini yah, emm aku kebetulan tadi ada keperluan dengan dr sintia. Dokter sintia itu salah satu langganan tante dulu. Aku datang untuk memberikan pesanannya" ujarku memasang wajah ceriaku untuk menutupi rasa gugup yang melandaku. Kak Angga masih diam membisu "emm,, kakak pasti sedang sibuk banget. Kalau begitu aku pulang duluan yah kak, aku harus ke café untuk bekerja" ujarku dan bergegas pergi.
"aku mendengar semuanya" ujar kak angga membuatku menghentikan langkahku."kenapa?" Tanya kak angga lagi.
"kakak mendengar apa sih? Aku kan cuma berbicara mengenai kue sama dokter sintia" ujarku tetap menyembunyikan segalanya.
"lita aku tidak bodoh"kak angga memperpendek jarang diantara kami, aku tidak bisa bergerak sama sekali hingga jarak kami sangat dekat. "sejak kapan kamu sakit?" Tanya kak angga, aku hanya menatap mata hijau milik angga. "apa dhika tau soal ini?" Tanya kak angga lagi.
"tidak, tolong kak jangan sampai dhika tau. Aku tidak mau dia khawatir dan terbebani" ujarku memelas
"tapi, dia akan marah besar dan terpukul saat nanti dia mengetahuinya" ujar kak angga
"aku tau kak, tapi aku tidak punya pilihan lain" jawabku mulai berkaca-kaca. "aku mohon jangan sampai yang lain mengetahuinya, terutama dhika" ujarku memelas membuat kak angga terdiam.
"baiklah,, tapi kamu jangan melarangku untuk selalu mengontrol kondisi kamu" ujar kak angga membuatku mengangguk kaku. "sekarang ayo kita makan siang" kak angga langsung menarik tanganku.
"tapi kak, aku mau ke café" ujarku mencoba melepaskan genggaman kak angga
"aku tidak suka ada penolakan lita. Setelah kita makan, kamu boleh kembali ke café" ujar kak angga
"baiklah, tapi tolong lepaskan tanganku. Aku tidak nyaman dengan tatapan orang-orang" ujarku membuat angga melepas pegangannya.
***