Chereads / Ujian Cinta Aziz dan Khumaira! / Chapter 8 - 7. Tertolak Kasar!

Chapter 8 - 7. Tertolak Kasar!

Aziz menidurkan Ridwan di sofa, kemudian tersenyum saat Khumaira menidurkan kepala Ridwan di pangkuan. Entah kenapa senyum terbit tatkala melihat Kakak ipar mengusap rambut keponakan penuh sayang.

"Sudah lama tidak melihat Mbak begini, apa sekarang sudah ikhlas Mas pergi?"

Pertanyaan sensitif membuat Khumaira berhenti mengusap rambut Ridwan. Sedetik kemudian dia kembali mengusap rambut Putranya.

"Insya Allah, ikhlas menerima Mas telah pulang ke Rahmatullah. Lagian, ada Putraku yang membutuhkan kasih sayang. Rasanya berdosa menelantarkan, Tole Ridwan."

Aziz tersenyum mendengar jawaban Khumaira. Dia berjalan untuk mengambilkan air dingin. Usai itu, Aziz memberikan soft drink pada Khumaira, tentu di terima dengan senang hati.

Usai Jawaban Khumaira ruang terasa senyap. Tidak ada percakapan di antara Aziz dan Khumaira. Hanya keheningan menyelimuti keduanya. Kini Aziz sedikit mencuri pandang ke arah Khumaira yang sibuk mengusap rambut Ridwan.

Aziz mengambil laptop untuk mengetik tugas. Suara keyboard terus terdengar ketika ia mengetik kata penting.

Khumaira jadi bingung sendiri berada di ruang mewah tempat Aziz kerja. Berdehem sebentar untuk menetralkan rasa canggung. Jujur saja Khumaira terasa aneh berada di situasi aneh ini.

"Mas, tadi itu keterlaluan."

Aziz menghentikan sebentar mengetik. Merasa aneh dengan pernyataan Khumaira. Mbak ipar sedang membahas apa?

"Maksudnya?"

"Yang tadi Mas jawab pertanyaan, saya. Mas tanpa pikir panjang berkata begitu menusuk walau menggunakan nada jenaka."

Aziz paham arah pembicaraan yang Khumaira katakan. Dia menyudahi mari mengetik dan beralih menatap Khumaira intens.

"Itu benar adanya, saya tidak akan menikah dengan Dik Zahira. Apa yang salah? Bukanya Mbak tahu tabiat Aziz?"

"Mas rubah tabiat Mas itu. Sungguh itu menyakitkan untuk orang tidak terlalu kenal, Mas. Lisan Mas terlalu tajam dan mohon di rubah. Mbak Zahira pasti sakit dan sedih mendengar perkataan Mas. Sebagai wanita aku juga merasa sakit mendengar jawaban, Mas. Minta maaf gih sama Mbak Zahira dan iya, kenapa pernikahan kalian batal?"

Aziz terkekeh mendengar nasihat Khumaira. Dia juga ingin ada seorang merubah dirinya menjadi pribadi lebih baik. Sadar betul lisannya sangat tajam. Tetapi, ini bawaan dari orok. Mencerna perkataan Khumaira dan tersenyum ramah.

"Insya Allah, Aziz akan merubah tabiat untuk menjadi pribadi lebih baik. Terima kasih Mbak dan nanti Aziz akan menemui Dik Zahira untuk minta maaf. Karena Mbak, Aziz membatalkan pernikahan kami!"

Khumaira tersenyum mendengar perkataan Aziz. Namun, langsung luntur mendengar perkataan terakhir. Mengerjap beberapa kali guna menetralkan diri.

"Maksud, Mas?"

"Nanti akan tahu, Mbak mau menunggu Aziz selesai meeting atau pulang sendiri?"

Khumaira jadi bingung sendiri dengan Aziz. Dia tersenyum singkat untuk menanggapi perkataan Adik iparnya.

"Pulang sendiri saja, nanti mau mampir membeli kebutuhan pokok."

"Tunggu saja, Aziz juga ingin membeli sesuatu. Hanya 1 jam tidak lebih, maukan?"

"Mas ini membosankan jika di ruang sendiri. Kami pulang saja, Mas bisa beli ketika jalan pulang."

"Ayolah, Mbak Khumaira yang manis. Demi Adik ipar tampanmu, Aziz mohon."

Khumaira tertawa singkat mendengar kenarsisan Aziz. Dia berpikir Aziz sudah tidak narsis ternyata salah besar. Lucu saat Adik iparnya memuji diri sendiri.

Aziz tersenyum tulus melihat Khumaira tertawa. Rasanya lega bisa melihat tawa itu lagi.

"Baiklah Adik ipar yang tampan, Mbak akan menunggu. Konsentrasi meeting jangan berpikir apa pun."

"Baik Mbak, Aziz pergi meeting dulu. Ah lupa, Aziz punya camilan di kulkas dan ada es krim cokelat. Ambil saja semuanya untuk menemani bosan. Jika bosan Mbak bisa pakai laptop Aziz yang itu untuk main game."

"Baik, kamu sangat cerewet, Mas Aziz," canda Khumaira.

"Hanya padamu, Mbak. Baiklah aku pergi dulu!"

Aziz membenarkan penampilan lalu berjalan keluar sembari membawa laptop dan dokumen. Di luar dia sudah di nanti sekretaris pribadi.

Khumaira menyengit heran kenapa Aziz begitu aneh? Mungkin perasannya saja sedikit bercabang membuat dia berpikir aneh.

***

2 Minggu setelah masa iddah selesai, Khumaira semakin terbuka. Walau pancaran mata masih kosong dan hampa.

Tepat hari ini, Aziz bertekad mengatakan hajatnya. Semoga semua akan lancar walau tahu hasil akhir.

Khumaira menatap ke sekeliling rumah mini malis modern Aziz. Sangat rapi dan elegan apa lagi warna cat dinding terlihat lembut.

Sudah beberapa kali Khumaira, Ridwan dan almarhum Azzam datang kemari. Tetapi, tetap takjub dengan interior unik desain Aziz sendiri. Khumaira merasa ada sesuatu berubah dengan rumah Adik iparnya, tetapi apa yang berubah?

"Cat, Aziz menyuruh orang untuk mengganti warna. Warna hijau muda itu sudah lama maka aku ganti warna baru. Bagaimana menurut, Mbak?"

Aziz menyerahkan teh hangat pada Khumaira. Dia ikut duduk di sofa sembari menatap depan. Mata tajam berpupil cokelat keemasan menatap Khumaira penuh arti. Lalu yang di tatap Aziz tampak gelisah.

"Ah, betul sekali. Warna ini begitu lembut dan menarik. Terasa lebih nyaman dan enak di pandang."

"Berarti kemarin rumah Aziz tidak enak di pandang?"

"Bukan begitu, Mas. Arsitek rumah Mas begitu unik dan sangat indah. Hanya saja sekarang lebih enak di pandang."

"Lalu Aziz enak di pandang enggak, Mbak?"

Khumaira tertawa mendengar pertanyaan Aziz. Adik iparnya begitu lucu dengan sifat narsis.

"Hu'um, enak di pandang."

"Kalau begitu pandang diriku sepuas, Mbak."

Khumaira terpaku mendengar jawaban Aziz. Apa maksud perkataan Aziz?

"Ha ha ha, baiklah aku akan memandang, Mas."

Khumaira berusaha menghalau permainan Aziz. Tetapi, kenapa Mata cokelat keemasan itu terasa serius? Di tatap serius begitu membuat Khumaira bergetar.

"Mbak, aku ingin mengatakan sesuatu!"

Khumaira terdiam akan situasi dingin ini. Entah kenapa keringat di telapak tangannya sangat mengganggu.

"Katakan."

"Apa Aziz pria yang baik?"

"Iya, Mas baik tapi satu yang harus di rubah."

"Apa itu?"

"Lisan, Mas. Mas kalau berbicara terlalu enteng tanpa peduli apa pun."

"Akan kuusahakan. Apa Aziz sudah pantas menjadi Imam dan Ayah?"

Khumaira tersenyum teduh mendengar pertanyaan Aziz. Sepertinya Adik ipar mau membina rumah tangga. Senang hatinya mengetahui Aziz mau membuka lembaran baru.

"Insya Allah, sudah karena Mas sudah mapan. Melihat Mas merawat Tole Ridwan, aku melihat sosok Ayah bertanggung jawab di diri, Mas."

Aziz tersenyum mendengar jawaban Khumaira. Dia menunduk untuk menyampaikan maksudnya. Dia harus berani demi menjaga Khumaira dan Ridwan.

"Kalau begitu Aziz sudah pantas jadi Suami Mbak dan Ayah untuk Tole Ridwan."

Deg

Khumaira tercengang mendengar perkataan Aziz. Matanya membulat sempurna dan mulut terbuka sedikit menandakan betapa sok dirinya.

"Hahaha, jangan bercanda, Mas."

"Aziz serius, mari menikah. Izinkan Aziz menjadi Suami Mbak dan Ayah bagi Ridwan."

Khumaira langsung terperanjat dari sofa. Napas memburu dengan mata berkaca penuh emosi. Ingin rasanya Khumaira siram wajah Aziz memakai air dingin ini.

"Tarik perkataanmu, Mas!"

Aziz berdiri menghadap Khumaira. Dia sudah maju tidak mungkin mundur. Berharap sebuah keajaiban tetapi dia tahu hasilnya mustahil.

"Maaf, Aziz serius Mbak!"

"Berani-beraninya kamu bicara begitu padaku. Jangan mimpi dan jangan pernah berkata begitu karena aku tidak akan sudi menikah denganmu. Ingat aku Kakak iparmu, jaga ucapanmu!"

Aziz menutup mata mendengar penolakan kejam Khumaira. Benar adanya ini sangat sulit mengutarakan keinginannya.

"Mbak, maafkan Aziz berkata begitu. Namun, Aziz serius ingin menikah dengan, Mbak Khumaira. Mbak izinkan aku menjaga kalian. Tole Ridwan butuh sosok Ayah yang menjaganya ___"

"Berhenti jangan kamu teruskan. Jadi ini alasan kamu mendekati kami? Ingat ini ... kami tidak butuh kamu menjaga kami. Aku mampu menjaga Putraku dan jangan mimpi menjaga kami. Ingat Mas Aziz, kamu Adikku dan aku tidak akan sudi menikah turun ranjang. Cintaku dan segalanya hanya milik Mas Azzam. Aku sangat kecewa, padamu!"

"Mbak dengarkan penjelasan, Aziz. Ini tidak seperti pikiran, Mbak!"

"Stop, jangan berbicara lagi ...! Aku sangat muak padamu yang menganggap mudah. Menjaga bukan berarti menikah karena sampai kapan pun aku tidak akan mau menikah dengan, Anda. Jangan pernah muncul di hadapanku!"

"Mbak ... Mbak maafkan, aku. Tolong jangan begini, aku punya alasan meminta semua ini. Mbak ....!"

Aziz frustrasi Khumaira tidak mau mendengar penjelasannya. Ini akan terasa sulit sampai Aziz ingin berlari ke makam Azzam.

Khumaira berlari menuju kamar tamu untuk membawa Ridwan pulang. Hatinya begitu hancur akan tindakan Aziz. Orang yang mampu membuat tersenyum ternyata sumber kehancuran.

Khumaira tidak akan pernah mau menikah lagi. Hanya Azzam Suaminya, hanya Azzam yang berhak atasnya. Tidak peduli apa pun, yang dia tahu cepat keluar dari rumah terkutuk ini.

Aziz menunduk sembari meremas rambutnya kasar. Rasanya sakit di tolak begitu kasar oleh Khumaira. Sungguh dia tulus menjaga Ridwan dan memberi hiburan untuk Khumaira. Aziz tulus menyayangi Ridwan karena keponakannya sudah di anggap anak. Dan untuk Khumaira, dia tulus ingin menikahinya.

Aziz merasa kalut saat Khumaira keluar rumah sembari menangis membawa Ridwan yang tertidur. Hatinya ikut sakit karena melaksanakan amanah terakhir Kakaknya sungguh berat.

"Mas aku tertolak. Apa yang harus kulakukan? Mbak Khumaira sangat marah dan kecewa, padaku. Mas amanahmu begitu berat, tolong Aziz Mas. Sakit sekali walau aku tahu hasilnya begini."

Aziz merasa miris menghadapi penolakan Khumaira. Walau sadar ini hasilnya, namun rasanya begitu sesak. Jika begini Aziz merasa luruh tanpa terkontrol. Tidak boleh menyerah karena amanah harus di laksanakan apa pun yang terjadi

Lain sisi di angkutan umum, Khumaira mendekap Ridwan sembari menangis dalam diam. Hatinya hancur lebur mengingat perkataan Aziz tadi. Rasa kecewa menggerogoti hati Khumaira yang rapuh.

"Dia pikir aku apa? Ya Allah sesak sekali tolong berikan hamba kekuatan menghadapi masalah ini semua. Mas Azzam kenapa Adikmu begitu kejam? Adek sangat mencintai dan sangat merindukan, Mas. Mas cinta Adek begitu tulus dan cinta ini akan bersemi sampai ajal menjemput. Mas tenang saja Adek tidak akan pernah mau menikah dengan siapa pun karena hanya Mas. Cinta kita abadi jangan khawatir Adek akan setia sama, Mas. Ya Allah, hamba tidak sanggup menerima cobaan ini. Lindungi cinta dan hati hamba untuk, Mas Azzam. Ya Allah jauhkan hamba dari pernikahan turun ranjang, Amin," batin Khumaira sembari menangis dalam diam.