DINDA
BAB 9. Perih
(Ada beberapa kata-kata kasar dan adegan kekerasan, tolong bijak dalam membaca dan menyikapinya ❤️❤️❤️)
"BRENGSEEEKKK!!! ANJING!! BANGSAT!!" Erza menenggak minuman di depannya. Dari tadi umpatannya nggak berhenti terdengar.
"Gue bilang juga apa, Za. Dia itu simpenan orang! Elonya aja yang nggak mau percaya." Baim ikut meminum satu sloki wiski.
"Dan gara-gara kenekatan elo kita resmi di pecat.. cheeerrsss.." gantian Uno yang menenggak minuman.
"Elo emang hebat, Za. Ayo bersulang untuk kenekatan Erza dan cintanya yang gila." Andy mengangkat gelas.
"Tooossss!!!" selain Erza mereka bertiga menautkan slokinya.
"Kalian udah mabok ayo pulang!!" Riska yang baru saja datang berdiri di samping Uno dan melipat tangannya di dada.
"Gue belom mabok, Bebs, Erza yang mabok." Uno masih setengah sadar, dia bergelayut manja di pundak Riska.
Riska kualahan ngadepin temen-temennya yang mabuk di pinggir jalan kecil di belakang cafe. Riska hanya bisa bergeleng melihat Erza yang acak-acakan banget, di tambah bau alkohol yang menusuk hidung.
"Uno ayo pulang!! Im, elo masih sadarkan??! Elo goncengin Erza pulang!! Andy bantu gue angkat Uno!" Riska semakin marah ngelihat kelakuan temen-temen dan pacarnya.
"Gue nggak mau pulang!" Erza menepis tangan Baim.
"Dari dulukan gue udah ngomongin elo, Za. Sekarang elo kualatkan? Gantian elo yang dipermainin cewek!!" Riska naik pitam ngelihat kelakuan Erza.
"Iya..hahahahaha.." Erza malah ketawa.
"Tinggalin aja, Im. Paling ntar satpol pp yang nemuin!" Riska membopong Uno di temani Andy, disusul oleh Baim, mereka ninggalin Erza yang masih terkapar di jalanan.
Erza meneguk habis minuman keras langsung dari botolnya. Pikirannya udah melayang entah ke mana, di lemparkannya botol kosong ke tembok depan.
PYAAARRR..
Bunyi pecahan menggema ke mana-mana. Erza tersenyum puas, tampaknya dia menikmati rasa fly di dapatnya dari sensasi meminum alkohol.
"DINDA!!!" teriak Erza.
Teriakan Erza menyentak dan membangunkan Dinda dari lamunannya. Dinda sudah pulang dan sedang berjalan di gang yang biasa dia lalui di belakang Maroon cafe.
Dinda mencari-cari arah suara itu dan menemukan Erza yang terduduk memeluk lututnya. Bau alkohol menyengat keluar dari hembusan nafasnya yang berat dan panas. Dinda langsung menghampiri tubuh Erza yang terkulai lemas.
"Erza??? Apa-apaan ini, Za? Kenapa loe minum sebanyak ini??" Dinda berlari menghampiri Erza.
"Dinda..? Dinda?" Erza mengangkat wajahnya dan melihat tatapan cemas Dinda, Erza tersenyum sinis.
"Elo mabuk, Za. Ayo pulang!!" Dinda mencoba membantu Erza untuk bangkit berdiri.
Erza bukannya mencoba bangkit malah menarik tangan Dinda. Dinda langsung jatuh ke dalam pelukan Erza, tangannya mencengkram kuat tubuh Dinda. Dinda meringis menahan sakit.
"Gue cinta ama elo, Din!!" Erza mencium dengan paksa dan kasar bibir Dinda.
"Lepasin gue, Za!!" tolak Dinda.
Namun Erza malah mengecangkan pelukannya dan semakin membabi buta menciumi bibir Dinda. Tangannya meraba seluruh tubuh Dinda dengan kasar. Dinda berusaha memberontak, namun tenaga Erza terlalu kuat untuk Dinda lawan.
"Za!!! Elo mabuk, Za!!" tampar Dinda.
Setelah menerima tamparan itu, akal sehat Erza mulai kembali terkumpul. Pikirannya kembali tersadar dari buaian alkohol. Di lihatnya wajah Dinda, Erza memalingkan wajahnya saat pandangan mereka bertemu.
Erza bangkit dengan sempoyongan dan berjalan lunglai meninggalkan Dinda. Dinda hanya bisa pasrah dan melihat Erza yang meninggalkannya menuju ke ujung jalan.
Dinda tak kuasa menahan air matanya, air matanya tak terbendung lagi. Kenapa dia begitu sakit mengetahui Erza membencinya? Apakah benar Dinda sudah mulai menyukai Erza?
Lututnya terasa sangat lemas, Dinda duduk berjongkok dan meneruskan tangisannya. Menangis dan menyesali kebodohannya.
•••DINDA•••
.
.
.
Sinar matahari siang terasa begitu panas, masuk melalui sela-sela jendela. Kepala Erza masih terasa begitu berat dan seperti ingin pecah. Diteguknya segelas air putih dari atas meja. Erza menengadah melihat berapa sekarang, pukul dua siang. Erza kebingungan dengan keadaan sekitarnya yang baru pertama kali dia lihat.
Kamar yang rapi, bau collone yang manis. Selimut yang sedikit mulai pudar, boneka-boneka kecil, dan buku-buku pelajaran tertata rapi di meja yang terletak di sudut ruangan.
Erza menggaruk-garuk rambutnya bingung. Lalu kaget karena tak ada baju yang menutupi tubuhnya. Celananya masih sama, hanya bajunya yang hilang. Spontan Erza menyilangkan tangan menutupi dadanya. Sambil berusaha mencari-cari kaosnya, benaknya di penuhi pikiran-pikiran ngaco.
"Jangan-jangan gue diperkosa sama tante-tante..? Gue kemarin mabuk dan nggak inget apa-apa.." Erza memejamkan matanya sebal.
"Tapi kok kamarnya kayak kamar cewek sih??" Erza kembali melihat ke sekeliling.
"Semoga bukan cewek jelek!! Gila masa keperjakaan gue ilang semalem?!" Erza bergumam ngelantur kemana-mana.
Erza berjalan dan hendak membuka pintu saat pintu itu terbuka. Seorang wanita datang, senyumnya mengembang melihat Erza sudah sadar, wajah keibunya membuat Erza ikut tersenyum juga.
"Sudah sadar, Nak? Ini ibu bawakan sarapan..hm.. makan siang mungkin lebih tepat." Senyumnya seraya masuk dengan membawa nampan.
"Masa beneran gue diperkosa tante-tante?" pikir Erza kalut.
"Anu..anu..ini di mana, ya, Bu?"
"Semalaman kamu mabuk, Nak, trus pingsan di jalanan. Anak saya yang nolongin kamu. Dia yang cuci dan setrika bajumu yang kena mutahanmu semalam." Wanita ini menjelaskan kejadian semalam, lalu memberikan kaos yang sudah terlipat dengan rapi pada Erza.
"Terima kasih, Bu." Erza lega karena semalam dia nggak diapa-apain.
"Kamu pasti lapar. Makan dulu sebelum pulang, Nak."
Erza mengangguk setuju dengan ucapan ibu tadi. Diambilnya kaos yang sudah terlipat bersih dan wangi lalu memakainya. Saat memakainya Erza melihat beberapa foto yang terbingkai cantik di atas meja.
"DINDA??" Erza kaget, ternyata pemilik kamar itu adalah Dinda.
"Bagaiaman bisa?? Kemarin gue mabuk.. trus?? Kok??" Erza mencoba mengingat-ingat lagi kejadian semalam.
"Elo mabuk, Za. Terus jatoh terkapar di jalanan. Gue pungut elo pulang." tiba-tiba Dinda masuk ke kamar dan mengagetkan Erza.
Dinda sengaja menghindari tatapan Erza, lalu masuk dan merapikan ranjangnya yang berantakan. Erza memandang Dinda dengan perasaan yang bercampur aduk menjadi satu. Banyak sekali pertanyaan di dalam benaknya yang begitu ingin ia tanyakan pada Dinda. Erza berharap Dinda nggak berhubungan atau bahkan tidur dengan pria itu semalam.
"Gue udah tahu loe mau ngomong apa, Za. Gue nggak peduli tentang apa yang elo pikirin tentang gue, karena emang seperti itulah gue."
Erza diem, masih terpaku mendengar pengakuan yang keluar dari mulut Dinda. Hatinya sangat sakit mendengar ucapan Dinda, perlahan Erza mendekati Dinda. Dinda berjalan mundur menghindari langkah Erza sampai akhirnya mentok di ujung ranjang.
"Berapa harga yang mesti gue bayar buat tidur sama elo?" bisik Erza di telinga Dinda.
Bisikan panas Erza menggema di seluruh pikiran Dinda. Hatinya kembali tertusuk oleh tajamnya kata-kata Erza. Namun Dinda masih berusaha tegar, ia nggak ingin menperlihatkan sedikitpun air matanya ke Erza.
Dinda diam, tangannya mengepal, ia sama sekali tak berusaha menjawab ataupun membantah. Erza juga terdiam sesaat, namun akhirnya berpaling dan keluar dari kamar Dinda. Meninggalkan Dinda yang terduduk lemas di atas ranjangnya.
Dinda berjalan lesu menuju jendela, melihat Sosok Erza yang terus berlari meninggalkan rumah dan juga dirinya.
•••DINDA•••
Hello
Like dan comment ya
Semoga suka.
Love berhamburan..
❤️❤️❤️