DINDA
BAB 7. Kencan Pertama
Esoknya..
Erza udah dandan cakep dan melesat cepat ke SMA N 2. Sampe di sana ia langsung disambut dongkol sama Baim yang udah nungguin dari tadi.
"Im, elo ke studionya jalan kaki dulu, ya." teriak Erza tanpa rasa bersalah.
"Hah???! Demi cewek elo rela ngorbanin gue, Za??" Baim tambah dongkol.
"Sorry, Bro." Erza nyengir.
"Oke deh, gue cabut dulu." Baim berjalan malas meninggalkan Erza.
"Hati-hati, ya." Erza menepuk bahu Baim beberapa kali.
"Pergi sana!" Baim nendang motor Erza.
Erza nungguin Dinda di deket Gerbang sekolahan. Erza udah nggak sabaran ngelihat sang pujaan hati, kakinya terus bergerak naik turun. Nggak lama Dinda keluar dari pintu gerbang, lalu berpamitan dengan sahabatnya Venny. Dilihatnya Erza nungguin di atas motor hijaunya.
"Loe naik motor?" tanya Dinda.
"Iya, ayuk cabut."
"Tempatnya di situ doang." Dinda menunjuk ke arah toko roti yang hanya berjarak beberapa meter.
"Biasanya elo nggak pernah bawa motor, jadi gue sengaja milih tempat yang deket." lanjut Dinda lagi.
"Yah kan bisa buat nganterin elo pulang nanti." Erza nggak kehabisan ide.
"Nggak usah, gue pulangnya naik angkot juga bisa. Ayo sana, gue jalan kaki duluan, ya,"
"E..bonceng aja." ajak Erza.
"Nggak usah, deket juga. Tuh kan?" belum sempet Erza memakai helmnya Dinda udah sampai di depan toko.
Dinda dan Erza masuk ke dalam toko. Di belakang Erza, Vania mantan kekasihnya dari tadi diam-diam mengikuti kemanapun Erza pergi. Erza sama sekali nggak menyadari kehadiran Vania karena dia emang sengaja pake mobil Papanya. Vania nungguin Erza dan memarkirkan mobilnya sedikit jauh dari toko.
Dinda yang sekilas melihat mobil hitam milik Vania terkejut. Dinda mengenali mobil itu sebagai milik Satrio.
"Gue nggak ada janji dengannya hari ini. Tenang Dinda pasti bukan Om Satrio." Dinda mencoba menenangkan dirinya.
"Din..Din.. kok bengong? Elo mau pesen apa?" ucapan Erza menyadarkan Dinda dari lamunannya.
"Ng.. gue pesen strawberry cake aja, terus minumnya es lemon tea." Dinda masih terus melihat ke arah luar.
"Loe ngeliatin apa sih?" Erza ikutan menoleh ke luar.
"Ng..nggak kok." Dinda tersenyum dan memalingkan wajahnya dari jalanan.
Akhirnya pesanan mereka datang juga, Erza mengaduk-aduk esnya dan tetap memandang lekat wajah Dinda. Erza bingung cari tema buat ngajakin ngobrol, baru kali ini lidahnya kelu di hadapan seorang gadis.
"Ya ampun, kok gue jadi gerogi gini?? Ayo, Za, cuma ini kesempatan lo!!" pikir Erza, berusaha menyemangati dirinya sendiri.
"Elo kelas berapa sih?" Erza memulai pembicaraan.
"Satu."
"Gue juga punya teman di sekolah loe, namanya Baim. Pernah denger?"
"O... nggak."
"Kok jawabannya singkat-singkat amat? Elo itu kok susah banget sih di deketin?" Erza memandang Dinda dengan rasa ingin tahu.
"Bukan susah, gue emang nggak mau di deketin."
"Hah?? Kok aneh sih?" Erza menguryitkan dahinya.
Dinda hanya tersenyum dan kembali memakan strawberry cake di depannya. Ada krim yang sedikit belepotan di samping mulut Dinda. Tangan Erza meraih tisu dan menghapus krim yang menempel. Dinda tersentak kaget dengan perlakuan Erza. Wajahnya tersipu dan tubuhnya bergetar, seakan-akan ada aliran listrik yang menyetrum tubuhnya saat itu.
Dinda menundukan wajahnya menghindari tatapan Erza. Jantung Dinda berdegup sangat cepat saat mata mereka bertemu barusan. Erza yang melihatnya langsung tersenyum penuh kemenangan. Bukannya berhenti Erza malah semakin menatap lekat wajah Dinda yang memerah, membuat Dinda semakin jantungan dan salah tingkah.
"Berhenti ngeliatin gue dengan pandangan kaya gitu!" pinta Dinda.
"Kenapa emang? Guekan cuma mengaggumi wajah cantik loe aja. Masa gitu aja nggak boleh?" Erza menggoda Dinda.
Dinda mengangkat buku menu untuk menutupi wajahnya. Erza tertawa dengan kelakuan Dinda. Dinda ikut tertawa juga, perasaannya jadi begitu hangat melihat senyum Erza.
Dinda nggak menyangka bisa tertawa selepas ini saat bersama Erza. Tertawa saat Erza tertawa, padahal dia sudah berjanji untuk menutup dirinya dari semua makhluk yang bernama cowok.
Vania meradang melihat Erza merayu Dinda dari dalam mobil. Matanya merah menahan tangis dan amarah. Vania membuka pintu mobil dan keluar menghampiri mereka.
Erza terkejut melihat Vania berdiri marah di samping meja. Dinda terbengong dan bingung melihat kelakuan Vania.
"Oo.. Jadi karena cewek ini, Za?" teriak Vania.
Seluruh pengunjung melihat ke arah teriakan Vania, mencoba mencari tahu ada kejadian apa. Vania menatap sinis ke arah Dinda. Dinda diam dan menghindari pandangan Vania. Vania menyahut lemon tea dari meja dan mengguyurkannya di atas kepala Dinda.
Dinda begitu kaget saat rasa dingin tiba-tiba jatuh di kepalanya membasahi rambut dan seragamnya.
"Woi.. apa-apaan loe, Van??" Erza menarik tangan Vania.
"Loe yang apa-apaan?? Elo selingkuhkan sama dia, Za?!" teriak Vania lebih keras.
Dinda hanya terdiam, mendengar pertengkaran antar Erza dan Vania membuatnya muak. Dinda menggebrak meja dan berdiri, lalu memandang Vania dengan tatapan dinginnya yang khas. Diambilnya gelas milik Erza yang masih penuh, lalu menumpahkan semua isinya ke wajah Vania.
"Elo mau ceweknya ato bukan itu bukan urusan Gue!! Lagian sampe cowok loe mau jalan sama gue berarti emang elo udah nggak ada artinya lagi buat dia!! DASAR KAMPUNGAN!!" Dinda menyambar tasnya dan bergegas keluar.
"BRENGSEK!!" Vania berteriak.
Erza melepaskan tangannya yang dari tadi menahan Vania. Erza bergegas berlari untuk menyusul Dinda. Vania hanya bisa diam dan menggigit bibir tipisnya. Air matanya menetes, dia begitu malu saat mengingat ucapan Dinda tadi.
Erza berlari mengejar Dinda, ditariknya tangan Dinda. Erza melihat Air mata keluar dari mata bulat Dinda, menetes perlahan. Dinda menunduk untuk menghindari tatapan Erza.
"Maafin gue, Din."
"Gue kira elo beda, Za. Ternyata elo sama brengseknya sama laki-laki lain."
"Din, please, gue bisa jelasin semuanya. Sebelum deketin elo gue udah putus sama Vania, dia bukan lagi pacar gue lagi."
"Dia mo cewek loe apa bukan nggak ada urusannya ama gue, Za. Gue nggak peduli!! Jadi lepasin tangan gue sekarang!! Utang gue udah lunas, jangan loe cari gue lagi!!" Dinda menarik tangannya dari cengkraman kuat Erza.
"Gue nggak percaya kalau elo nggak peduli, Din. Gue tahu loe juga mulai sukakan ama gue??!" teriak Erza.
Dinda nggak menggubris teriakan Erza dan terus berlalu meninggalkan Erza. Air mata mengalir lebih deras lagi, kenapa begitu sakit..?
"Apa bener gue udah jatuh cinta sama Erza?"
•••DINDA•••
Like dan comment tiap episodenya ya..
Tolong bagi power stone dan collection novel ini ya.
Dukung kisah cinta Erza dan Dinda.
❤️❤️❤️❤️
Makasih readers..^^