DINDA
BAB 3. PDKT Pertama
Pulang sekolah Erza mampir ke konter HP Sandro, tempatnya membetulkan ponsel milik Dinda. Sandro mengambil ponsel dan menaruhnya di atas Etalase kaca, menyodorkan ponsel itu ke Erza. Terlihat banyak tambalannya, sih. Tapi terlihat jauh lebih baik dari pada sebelumnya.
"Gopek dulu." kata Sandro.
"Bisa nyala?" tanya Erza.
"Ya bisalah, cek aja sendiri!"
"Thanks, Bro. Duitnya gue cicil, ya. Ini 200 ribu dulu." Erza pemasukan ponsel itu ke dalam saku celananya.
"Nggak modal benar?! Tapi ngomong- ngomong cewek digambar wallpaper ponsel itu cantik bener, ye? Siape? Pacar?" Sandro menjawil lengan Erza sambil pasang tampang genit.
"Maunya sih, cabut dulu ya, Bro." Erza cengar-cengir.
"Jangan lupa kekurangannya!"
"Siap!!"
Erza menaiki motornya menuju ke studio, tiap hari sepulang sekolah band-nya memang selalu berkumpul di studio buat latihan atau sekedar nongkrong bareng. Biasanya Erza kebagian jatah jemput Baim yang sekolah di SMA N 2. Karena jarak studio yang dekat dengan SMA N 2, biasanya Erza jemput Baim dulu baru ke studio. Hari ini sangking terlalu senang Erza lupa buat ngejemput Baim, terpaksa deh Baim jalan kaki ke studio.
"Sialan!" umpatan keluar dari mulut Baim setelah melihat temannya nongol di studio.
"Sory, Bro, gue tadi ada urusan dadakkan." Erza langsung duduk bersila di lantai bersama dengan teman-temannya.
Wajah Erza berseri seri, dihiasi dengan senyuman manis yang dari tadi terkembang. Membuat para para sahabatnya ilfil sekaligus bingung.
"Lama-lama loe stress, ya, Za!" kata Uno.
"Banyak senyum itu emang ibadah, Za. Tapi kalau keblablasan itu namanya gila." sahut Andi ikutan cengar-cengir.
"Dia lagi jatuh cinta." ucapan Baim membuat semuanya bengong.
"Hah?? Jatuh cinta? Erza? Nggak salah?"
"Sama cewek satu sekolahku." sambung Baim sambil ngencengin tali Bass yang ngegantung di bahu sebelah kiri nya.
"Seriusaan? Terus Vania gimana?" Andy kaget.
Erza hanya mengangkat bahu, dia masih senyum-senyum aja. Erza merogoh saku celananya dan mengambil ponsel Dinda. Erza penasaran dengan foto-foto Dinda yang ada di dalam ponsel. Erza membuka-buka seluruh foto-foto Dinda yang terdapat di gallery ponsel. Dengan bangga nunjukkin foto itu, pamer pada teman-teman bandnya. Baim yang kebetulan satu sekolah dengan Dinda kaget begitu melihat, kalau ternyata cewek yang ditaksir Erza adalah Dinda.
"Cantikkan?" seru Erza.
"Iya cantik bener."
"Loe punya teman cantik gitu disembunyiin aja, Im ?" Andi memutar-mutar stick Drum nya.
"Eits.. Gue duluan yang nemu." jawab Erza.
"Lagian loe juga aneh, Im. Ada cewek cantik satu sekolah nggak coba loe pacarin? Atau jangan-jangan loe nggak normal, ya?" tanya Uno.
"Awas kalau loe berani dekatin dia, Im. Sahabatan kita End. Dan gue nggak mau lagi jemput loe pulang sekolah." ancam Erza.
Baim cuma diam aja mendengar celotehan sahabat-sahabatnya tentang Dinda. Memang Baim nggak memungkiri kalau Dinda itu cantik, namun banyak gosip-gosip miring seputar kehidupan Dinda. Baim bukannya nggak mau memperingatkan Erza, namun dia nggak mau urusin dan ikut campur masalah temannya itu. Apalagi Erza tipe cowo Playboy yang gampang bosan dengan cewek-ceweknya. Jadi ya sudah biarin aja dulu dan pura-pura nggak tahu apa-apa. Paling juga sebulan Erza udah bosen sendiri.
Erza masih senyum-senyum sambil ngelihatin Ponsel-nya, jarinya sibuk menggeser-geser foto Dinda. Kelihatannya Erza beneran sudah jatuh hati pada Dinda.
"Siapa namanya, ya?" Erza bergumam sendiri.
"Im, tahu nggak siapa namanya?" tanya Erza
"Kagak.. Sudah ayo cepat kita latihan! Festivalnya udah deket." ajak Baim yang sudah stand by dengan gitar bassnya.
•••DINDA•••
Hari ini Erza kembali membolos, ia mencoba menunggu Dinda lagi di depan gerbang sekolahan. Kali ini Erza cukup pede karena sudah ngebetulin ponsel Dinda yang dulu ia injak. Jadikan ada alasan buat ngajakkin ngobrol. Erza duduk di atas motornya sambil ngelamun dan senyum- senyum nungguin Dinda nongol.
"Woi kesambet!?" bentak Baim.
"Ngebolos lagi, Za?" tanya Baim heran.
"Iya nih, gue masih penasaran sama tu cewek."
"Bakalan pulang telat lagi nih." gerutu Baim.
"Eh itu dia, Im." Erza menunjuk seorang cewek yang baru saja keluar dari pintu gerbang.
Erza berlari mengejar Dinda, tak lupa ia melemparkan kunci motornya ke Baim.
"Loe pulang sendiri aja, Im." teriak Erza
Baim cuma bengong dan geleng-geleng kepala melihat tingkah temannya.
"Dasar cowo murahan." Baim memungut kunci motor yang jatuh di jalan.
Erza mencolek lengan Dinda, membuat Dinda harus menghentikan langkah kakinya. Ia menengok kebelakang ingin mengetahui siapa yang menyentuh lengan nya.
"Hai." sapa Erza.
Dinda kembali memandang cowok jangkung di depannya dengan tatapan tanpa ekspresi. Tatapannya membuat Erza menjadi salah tingkah, berjuta-juta kata yang tadi menari-nari dibenaknya hilang begitu saja saat memandang wajah Dinda.
"Ah iya.. itu.. itu ponsel." Erza mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya lalu menyerahkan ponsel itu kepada Dinda.
"Yeah walaupun banyak tambalan di sana sini tapi sudah bener, kok." Erza masih mengulurkan tangannya berharap Dinda mau menerima kembali ponsel itu.
"Dibuang saja!" Dinda menjawab dengan dingin dan ketus lalu berlalu meninggalkan Ersa.
"Hei tunggu dulu! Ponsel ini kan mahal, maaf kalo gue belum bisa nukerin. Tapi setidaknya sudah gue betulinkan." Erza berlari ke depan Dinda.
"Gue nggak butuh ponsel itu lagi, loe bisa buang." jawab Dinda.
"Gini aja, gimana kalau sebagai permintaan maafnya gue traktir loe makan?" Erza nggak kehabisan akal dan terus mengejar Dinda.
"Nggak perlu." jawaban dingin Dinda tak membuat Erza menyerah, malahan dia semakin penasaran dengan Dinda.
Sepanjang jalan Erza mengoceh dan mengikuti ke mana saja Dinda pergi, segala macam jurus rayuan dan gombalan yang biasanya bikin cewek-ceweknya dulu klepek- klepek, nggak mempan buat Dinda.
"Sebenarnya mau loe apa sih?" Dinda memandang Erza dengan marah.
"Cuma mau kenalan sama loe."
"Pergi deh kalau nggak gue teriak!"
"Jutek amat sih? Padahal niatnya kan baik cuma pengen kenalan sama minta maaf dan ngebalikin ponselnya."
"Oke mana ponsel-nya?" telapak tangan Dinda terbuka meminta ponselnya.
"Ini." Erza menyerahkan ponselnya.
"Makasih, sekarang loe bisa pergi!" Dinda kembali berlalu meninggalkan Erza.
"Setidaknya boleh nggak tahu siapa nama loe? Gue Erza?" Erza menarik tangan Dinda.
"Namaku Dinda puas? Bisa lepasin tangan gue sekarang?" Dinda merasa risih juga dengan kelakuan Erza yang agresif banget.
"Kalau rumah loe di mana?"
"Kita udah ada di depan rumah gue." Dinda menarik tangannya dari genggaman tangan Erza lalu masuk ke dalam rumahnya.
"Boleh gue masuk?"
"Nggak!! Pergi atau gue teriak maling!" Dinda menutup pintu rumahnya dengan keras.
Erza tersenyum puas dengan PDKT-nya hari ini, lalu berbalik meninggalkan rumah Dinda. Dalam hatinya berteriak 'yes'. Yah walaupun nggak berjalan semulus yang Erza kira, tapikan setidaknya sekarang Erza tahu nama dan alamatnya.
•••DINDA•••
hallo
Dukung kisah cinta Erza dan Dinda ya
Jangan lupa pincet❤️
Kasih jempolnya..
Dan tulis komentar kalian..
Terima kasih sudah membaca ^^