Furkan bangun pagi untuk sahur. Ia akan puasa hari ini. Sang Ibu yang menyiapkan makan sahur tentu sudah bangun lebih dahulu.
Yusuf menginap di rumah Furkan semalam. Ia ternyata masih saudara jauh Furkan, Ibu Furkan adalah sepupu dari Ayahnya Yusuf. Burcu merupakan anak tunggal, Ia suka menginap di rumah Kakek dan Nenek Yusuf sewaktu muda sehingga Burcu pun menganggap Yusuf sudah seperti Anak kandungnya sendiri. Yusuf sangat menyukai masakan yang dibuat Burcu, mengingat dulu mendiang sang Ibu belajar memasak masakan Turki juga dari Burcu maka masakan Burcu tak jauh berbeda dengan rasa masakan mendiang Ibunya.
"Yusuf, Kau harus sering- sering menginap disini." Burcu mencoba membujuk Yusuf.
"Bibi tak usah khawatir, saya pasti tak akan segan..." Ia pun tersenyum lebar.
Burcu pun mengambilkan sup nya dan dituang lagi ke mangkuk Yusuf.
Furkan pun ikut senang dengan kehadiran Yusuf di rumahnya.
Mereka pun menikmati hidangan santap sahur di pagi buta.
Ayah Furkan, Karem Atagul mengagetkan pun mencium istrinya tiba- tiba. "Askim... masakanmu terbaik!" ujarnya dengan menyebutkan istrinya tersebut sebagai cintanya.
Burcu pun sangat geli mendapat ciuman di leher dari suaminya tersebu.
Yusuf dan Furkan hanya saling berpandangan lalu menunduk.
"Furkan, kau mau menikah dengan wanita pilihan nenekmu bukan?" Sang Ayah menyinggung soal perjdohan Furkan tiba- tiba.
"Biar Anne yang jelaskan."
"Begini loh Askim, jadi anak kita Furkan telah aku pilihkan jodoh terbaik. Furkan itu kan anak kita, kita yang sebaiknya memilihkan jodoh untuk anak kita bukan Ibu mertua."
Karem pun menenangkan Istrinya tersebut. "Tolong, kau pahami Annem..."
"Askim, kau lebih sayang Ibumu atau Istrimu?"
Furkan pun tidak enak. "Sudahlah Anne, jangan berikan Baba pertanyaan sulit seperti itu yang penting kan kau juga telah menyiapkan calon untukku."
"Askim, kau yakin akan ikut- ikutan menjodohkan Furkan dengan wanita pilihanmu?" TANYA Karem.
Yusuf pun merasa tak enak karena terlibat perbincangan pribadi keluarga tersebut. "Maaf, sepertinya saya salah waktu dan tempat."
"Justru Bibi yang tak enak padamu Yusuf, maaf kami berdebat masalah pribadi keluarga kami di depanmu," ujar Burcu.
Furkan pun melanjutkan percakapan keluarga. "Baba, pilihan Anne kali ini sama seklai tiak salah kok."
"Benarkah?"
"BENAR! Aku tidka memilih wanita yang seksi dan berpaham sekuler. Ia cukup agamis, bahkan menggunakan hijab," ujar Burcu semangat.
Yusuf berpikir sejenak. Wanita berhijab? Wanita itu bukan wanita yang semalam aku temui di depan rumah ini kan?
"Waw, saya takjub sekali mendengarnya jika benar kau memilih wanita yang agamis untuk Furkan. Sejak kapan kau berubah?" Karem hanya geleng- geleng saja.
Burcu pun tersenyum lebar. "Aku sudah berpikir ulang jika sebaiknya istri Furkan kelak lebih baik yang lurus dan tidak macam- macam sperti ini. Aku sudah memikirkannya baik- baik. Kalau dipikir- pikir, wanita yang hidupnya terlalu bebas ternyata kurang baik untuk menjadi menantu kita kelak."
**
Dilla pun diajak ke Konya oleh kedua orang tuanya.
Dilla pun menyanggupinya, Ia pun mengajak Dilraba juga untuk pergi ke Konya.
"Maaf, Dilla AKU TAK BISA," tegasnya.
"Kau tidak bisa ya?"
"Tamam... aku ada kenc..." Dilraba hampir keceplosan.
"Kau kenapa?"
Dilraba pun langsung menggeleng. "Tidak, tidak ada apa-apa..."
Dilla pun menyipitkan matanya.
"Kau aneh sekali... ada yang kau sembunyikan lagi?" tanyanya curiga,
"Hayir... aku tak mungkin menyembunyikan apapun padamu!"
"Tadi kau bilang ken???"
"Ken... Ke rumah teman kantor."
Ekspresi wajah Dilla sontak berubah. "Siapa?
"Ada pokokya..."
Dilla pun mengangguk.
"Baiklah kalau begitu."
Dilraba pun bernafas lega karena bisa menolak ajakan Dilla.
Dilraba sebenarnya kurang nyaman dengan keluarga Dilla yang nampaknya kurang suka dengan dirinya, maksudnya Ibunya yang tidak suka. Jika Ayah Dilla sejauh ini baik sekali dengannya.
Dilla pun akhirnya pergi bertiga saja dengan orang tuanya ke Konya.
**
Dilraba merasa merdeka karena Dilla tidak ada di apartemennya. Ia hendak mengajak Furkan bertnadang ke apartemennya lagi.
"Kali ini tak mungkin gagal... aku dan Furkan pasti akan bersenang- senang kali ini, tidak ada yang mengganggu." Ia sangat gembira.
Dilraba pun memakai dress mini berwarna pink. Ia ada janji buka puasa bersama denga Furkan sekaligus kencan.
Dilraba tak lupa berdandan secantik mungkin agar terlihat semaki menawan di mata Furkan.
Ia mengoleskan lipstik pucat sebagai dasarnya dan menambahkan lipstik warna merah ceri di bagian tengah sehingga tampak ombre warna bibir Dilraba.
Ia juga mengenakan hig heel open toe berwarna pink senada denga n bajunya.
Ia pun berniat memesan taksi menuju restoran Law's Beef Restaurant and bar, dimana salah satu restorann Amerika yang cukup terkenal dan juga menyediakan bar juga.
**
Furkan pun menunggu Dilraba di Restoran Law's beef. Dilraba memang tak mau dijemput sehingga Ia berangkat sendiri dari apartemennya.
Setelah beberapa lama, Dilraba pun datang.
Furkan pun tersenyum melihat Dilraba.
Dilraba buru- buru menghampiri Furkan.
"Tuan Furkan, Anda sudah menunggu lama ya? Maaf ya saya telat." Ia berbicara dengan nada suara peuh penyesalan.
"Tidak..." Furkan berusaha menampik. "Tidak kok."
"Benarkah? Kau tidak marah kan jadinya?"
"Tidak, kapan aku pernah marah padamu Dilraba?"
Dilraba pun membalas dengan senyum lebarnya.
"kau pesanlah apapun yang kau suka!"
Dilraba pun membuka menu restoran tersebut. "Yang benar saja..."
"Kenapa Dilraba?"
Dilraba pun menggeleng.
"Tenang, saya yang bayar semuanya."
Dilraba pun menggeleng. "Tidak... tidak usah Pak."
"Tidak, kau turuti aku... pesan apapun, aku tak akan kau untuk membayar sepeserpun." Furkan kembali menegaskan.
"Sedih sekali kita jarang berkencan."
Furkan mengangguk.
Akhirnya Dilraba pun memesan makanan yang dimaksud.
Akhirnya setelah beberapa lama, makanan mereka pun tiba. Suara azan maghrib pun berkumandang dari HP Furkan. Mereka juga telah diingatkan pelayan restoran jika sudah waktunya berbuka puasa.
Maka mereka pun menyeruput air dan tak lupa memakan kurma yang telah disediakan restoran dalam rangka bulan Ramadhan.
Akhirnya mereka pun memulai makan malam mereka.
Furkan menegakan kepalanya menghadap Dilraba. "Dilraba, sebenarnya ada sesuatu yang ingin aku sampaikan padamu."
"Apa Tuan? Katakan saja!"
"Benar aku langsung katakan saja?"
"Iya... ada aapa tuan?"
"Aku dijodohkan."
"Apa?" mendadak Dilraba yang sedang mengaduk mengoleskan saus di stiknya langsung terkejut.
"Tenang, aku tak tertarik kok dengan perjodohan, sama sekali tak tertarik."
Dilraba pun menarik nafas panjang. Batinnya. Syukurlah.
"Aku mengatakan ini agar kau tak cemburuan kelak."
Dilraa pun mengangguk. "Tentu aku akan mengerti Tuan!"
Batinnya. Aku penasaran wanita seperti apa yang dijodohkan peleh Furkan.
Ini sepertinya adalah saat yang tepat untuk mengungkapkannya.
Dilraba pun memasang wajah deg-degan. "Tuan, hari ini ke apartemen saya saja bagaimana?"
Furkan pun menyipitkan matanya. "Aku ke apartemenmu?"
"Mum... mumpung..."
"Aku tidak yakin jika tak ada yang mengganngu di apartemenmu."
"Dilla sedang tak ada di apartemenku jadi aku sendirian sekarang." Dilraba benar- benar membujuk Furkan.
**