Chereads / Diego & Irene / Chapter 39 - Chapter 39 : Dissapointed

Chapter 39 - Chapter 39 : Dissapointed

Flashback On

Irene POV

Aku merasakan pergerakan di dekatku. Sepertinya itu Diego, saat aku membuka mataku perlahan aku melihatnya tengah menarik lengannya yang ku jadikan sebagai bantalku. Aku pun terbangun, baru saja aku ingin memanggil Diego namun lelaki itu langsung pergi. Aku pun langsung turun dari ranjang dan mengejarnya. Aku mengikutinya dari belakang tanpa dia ketahui.

Diego melangkahkan kakinya agak cepat, nyaris berlari. Aku pun penasaran. Aku terus mengikutinya dan menemukan satu kenyataan dari mansion ini, ternyata aku masuk ke dalam lorong yang begitu panjang dan gelap. Sebenarnya dia itu kenapa? Lalu untuk apa dia pergi ke tempat seperti ini?

Oke. Saat ini aku memang terlihat seperti pencuri. Berjalan mengendap-endap di belakang seseorang agar tidak ketahuan. Masa bodoh! Aku sangat penasaran. Aku bisa merasakan jika Diego begitu semangat hanya melihat dari punggungnya itu. Yeah, aku tahu semua tentangnya, termasuk apa yang dia rasakan. Haha, manis bukan?

Wait.... Ruangan dengan pencahayaan terang langsung menyambutku begitu aku selesai melewati lorong. Diego masih ada di depanku. Aku senang, ternyata dia masih tidak menyadari kehadiranku. Aku melihat Diego mendekati sebuah bingkai foto yang sangat besar, lukisan seekor hewan mitos--yaitu unicorn berambut emas. Wow, lukisan itu sangat indah saat berada di tengah-tengah ruangan ini. Awalnya Diego mengelus bingkai lukisan itu dan menariknya. Aku terkesiap. Aku menganga lebar dengan pandangan takjub. Bagaimana bisa... Bagaimana bisa lemari yang terlihat sangat berat itu bergerak sendiri ketika Diego menarik bingkainya. Dan yang lebih membuatku takjub lagi, ternyata tembok di baliknya ikut bergerak. Membelah. Membentuk sebuah celah yang mirip seperti pintu. Astaga! Keren sekali! Kenapa lelaki itu tidak memberitahuku?!

Diego memasukkan kode. Aku memperhatikannya. Ya Tuhan... ternyata kodenya adalah tanggal lahirku sendiri. Diego... kenapa kau selalu membuatku semakin jatuh cinta?

Lalu, dia langsung masuk ke dalam pintu itu dan akupun mengikutinya. Aku mengambil jarak tujuh langkah darinya. Dia menuruni tangga yang menuju ke ruangan yang sangat luas dan gelap. Sepertinya ruangan bawah tanah. Begitu Diego sampai, ternyata Lucas sudah ada di dalam. Mereka bertemu, lalu Lucas membawa Diego kedalam lagi. Aku mengikuti langkah mereka dan berhenti di balik tembok untuk bersembunyi.

Apa-apan ini? Ruangan ini kenapa menyeramkan sekali? Ruangannya gelap sampai-sampai aku tidak bisa melihat apa-apa di dalamnya termasuk aku kehilangan Diego dan Lucas di penglihatanku, udara disini dingin, lalu aku juga mencium bau... darah?

Ya Tuhan! Tempat apa ini sebenarnya?

Lalu aku di kejutkan dengan suara 'krek' dan sebuah lampu besar langsung menyala. Aku pun dapat melihat semuanya. Aku sangat terkejut. Sangat. Ternyata disini ada tiga orang yang tengah di ikat sambil berdiri. Aku berusaha mengenali wajah mereka. Wait... wajah lelaki itu mirip dengan Alva. Alva, kau kah itu? Lalu dua orang wanita kembar, aku yakin jika mereka adalah Mi Lover dan Lily. Tapi, Apa benar itu mereka?

Astaga. Ternyata dugaanku benar, karena setelah itu aku mendengar dan melihat dengan mata kepalaku sendiri Diego tengah menyuruh Lucas untuk membangunkan Mi Lover dan Lily.

Mereka pun bangun. Dan Mi Lover langsung berteriak marah. Lily tampak diam ketakutan. Diego terlihat sangat marah, dia emosi. Dia beradu mulut dengan Mi Lover.

Lalu, setelah itu Diego murka dan tiba-tiba dia mengambil sebuah pisau dari lemari. Aku terkejut ketika melihat banyak sekali jenis-jenis pisau di dalam lemari itu. Ini mengerikan. Diego lalu menyiksa Mi Lover dengan kejam.

Kau tega sekali Diego. Aku kecewa padamu. Kenapa kau tega menyiksa wanita yang pernah menjadi seorang yang berarti dalam hidupmu? Aku tau kau marah padanya karena aku, tapi seharusnya dia tidak melakukan ini. Aku juga melihat Alva di siksa Diego dengan sangat kejam. Diego berkali-kali membanting tubuh Alva dan memukulnya. Dia juga menyiksa Alva dengan pisaunya.

Aku mendengar Diego mengatakan jika ayah Alva adalah pembunuh ayah kandungku. Tanpa sadar aku langsung menangis. Aku sangat shock. Ini menyakitkan. Menyadari jika ayah dari orang yang pernah aku cintai adalah pembunuh ayahku. Air mataku langsung jatuh. Aku bahkan mungkin sudah terisak keras jika saja aku tidak menggigit telapak tanganku untuk menahan tangisanku.

Aku membenci pembunuh! Jika Ayah Alva merupakan pembunuh lalu kenapa Diego juga ikut sama sepertinya dengan membunuh mereka? Diego benar-benar tega. Dia kejam, sadis dan brutal. Dia membunuh ayah Alva dan Alva dengan keji. Aku melihat ayah Alva di bunuh dengan api besar lewat layar laptop yang Diego tunjukkan. Dan aku disini... Melihat seorang iblis yang membunuh iblis juga. Aku kecewa melihat ini semua. Hatiku sakit. Sangat sakit! Tubuhku bergetar hebat sementara air mataku terus mengalir membasahi pipi.

Tuhan... Aku sama sekali tidak kuat melihat semua ini. Karena itu alih-alih masuk dan menghentikan Diego, aku memilih untuk berlari pergi darisana. Yang hanya aku inginkan adalah pergi darisini. Menjauh dari devil itu!

Padahal aku mencintainya....

Tapi sekali lagi, dia sudah mengecewakan aku. Walaupun cintaku padanya sangat besar, tapi aku tetap tidak bisa mencintai seorang pembunuh. Diego Alvaro.... Kau benar-benar mengecewakanku!

Flashback off

💎💎💎

Author POV

"Diego... K-kau?"

Irene menangis, mendadak memukuli dada Diego. Diego tentu saja sangat terkejut. Oh God! Kenapa Irene bisa ada di depannya begitu dia baru saja menutup pintu masuk ruang bawah tanah ini?

"Astaga... Irene? Kau kenapa-"

"KAU YANG KENAPA?!" bentak Irene dengan air mata yang menggenang. "Kenapa kau tega menghabisi mereka semua?!" teriak Irene tak percaya.

Diego mundur beberapa langkah, menatap Irene nanar. "Jadi kau melihat semuanya?" tanya Diego pelan.

"Ya! Aku melihat Alva dan Mi Lover berada di bawah sana!" Irene menunjuk dinding yang merupakan pintu masuk ruang bawah tanah. "Aku juga melihat kau dan Lucas bersama mereka. Tapi aku sama sekali tidak menduga..." jeda Irene sembari menutup mulutnya, membiarkan air matanya terus mengalir. "Kau dengan teganya mengahabisi mereka semua! Kau jahat!" Irene menggeleng tak percaya.

"Demi Tuhan, Irene! Aku melakukan ini karena mereka memang bersalah... Ku mohon mengertilah." Diego melangkah mendekati Irene, namun Irene malah memundurkan langkahnya. Melihat itu, Diego merasakan sakit di hatinya.

"Aku tidak peduli mereka bersalah atau tidak!" Irene berteriak marah. "Jika kau ingin memberi hukuman, seharusnya kau tidak sampai membunuh mereka, Diego!"

Diego menggelengkan kepalanya tak percaya. "Apa kau lupa siapa yang hampir membuatmu kehilangan nyawamu? Kau sudah lupa?!" tanya Diego, menatap Irene tajam.

Irene menggeleng cepat. Dia menghapus air matanya. "Bahkan setiap mereka menyentuh tubuhku aku masih ingat dengan jelas." jawab Irene, meneguk ludahnya kasar. "Tapi aku sudah memaafkan mereka. Kau tidak seharusnya melakukan ini, Diego." Lagi. Irene menangis.

"Anak yang ku kandung ini... Adalah anakmu! Anakmu!" tangis Irene semakin kencang. Seketika itu tatapan Diego yang tajam berubah, berganti dengan sorot cemas, kebingungan. "Aku sangat menyayangi anak ini... Aku tidak ingin anak ini menanggung akibat dari perbuatan ayahnya," Irene mengelus perutnya dengan sayang, memandang hangat perutnya dengan air mata yang berlinang.

Diego tidak mengerti semua yang Irene katakan.

"Anak kembar kita pasti akan kena karma, Diego! Mereka terkena karma! Dan itu semua karena ulahmu!" Irene berteriak histeris. Rasa sedih, kesal dan kecewa bercampur menjadi satu.

"Irene..." Diego mencoba meraih lengan Irene, tapi wanita itu langsung menepisnya.

"Jangan sentuh aku!" marah Irene dengan mata memerah.

"Irene... Please..." mohon Diego. "Baiklah, aku meminta maaf. Aku tidak akan mengulangi perbuatanku tadi."

"Terlambat, Diego! Terlambat!!" erang Irene frustasi. Irene menjatuhkan tubuhnya ke lantai, kakinya mendadak lemas. Dia tidak habis pikir dengan apa yang sudah Diego lakukan.

"Jika mereka telah lahir dan besar... Apa yang harus aku katakan ketika mereka menanyakan masa lalu ayahnya? Apa aku harus berkata jika ayah mereka adalah seorang pembunuh? Apa yang harus aku katakan, Diego?!"

Diego menggelengkan kepalanya. "Akan ku jelaskan semuanya pada mereka. Sekarang tenanglah, Irene..."

"Kenapa aku harus tenang di saat orang yang paling kejam berada di depan mataku sendiri?!" sentak Irene cepat, menarik napas tajam, marah.

Diego kehilangan kata-kata, mata birunya menampakkan binar sedih. "Ku mohon, Irene... Jangan seperti ini..." lirih Diego, ikut bersimpuh di lantai sembari mengalungkan tangannya di pundak Irene.

Irene langsung beringsut mundur, menjauhi Diego. "Jangan sentuh aku! Menjauh dariku!" Irene menatap Diego putus asa, lalu menutup wajahnya. Menangis keras.

"No! Jangan... Demi Tuhan! Aku tidak akan mengulanginya lagi, Irene! Aku minta maaf," ucap Diego serak lalu meraih tangan Irene.

Lagi. Irene menghempaskan tangannya.

"Aku bilang jangan sentuh aku!" Irene berteriak histeris, tangisnya makin pecah. "Kau sangat kejam! Kau menakutiku, Diego... Kau menakutiku!"

Diego menatap Irene penuh rasa salah, mata birunya berubah kelam. "Irene..."

"Kau harus ingat ini, tidak semua kejahatan di balas dengan kejahatan, Diego..."

Ucapan Irene membuat Diego menegang sepersekian detik. Keheningan yang mencekam menyusul. Menghembuskan napas panjang, Irene menutup mata sembari memijat kening. Perasaanya campur aduk.

Lalu, Irene tiba-tiba berdiri, menunduk menatap Diego, tatapannya berubah dingin. "Aku tidak ingin melihatmu lagi. Aku akan pergi."

Diego membeku mendengar suara gemetar Irene. Kebingungan. Itu bukan ucapan yang pernah Diego bayangkan untuk di dengar, kepanikan dan kegelisahan mulai mengguncang dirinya.

Diego berdiri dan mengadu pandang dengannya. "Kau bersungguh-sungguh?" Diego menatap Irene nanar.

Irene terkesiap. Diego tidak pernah bertanya apapun dengan pandangan seserius ini. Irene berusaha berpegang teguh pada prinsip dan hatinya. Sesuatu dalam benak Irene berteriak, Irene menarik napas gemetar dan menganggukkan kepalanya, menatap Diego penuh emosi. "Aku membencimu. Aku tidak ingin memiliki suami pembunuh sepertimu!" ucap Irene, langsung berlari dan pergi darisana--meninggalkan Diego.

Tanpa sadar, tidak jauh dari mereka, seorang pria berpakaian pelayan tersenyum geli sembari merekam interaksi mereka.

To be continued.

JANGAN LUPA VOTE!

JANGAN LUPA LIKE!

JANGAN LUPA KOMEN! INI YG PALING PENTING BUAT AKU!

plisss.... setidaknya hargai aku. Gak gampang loh bikin cerita dan nulis seperti ini;)

Oke.. See you soon!

Sayang kalian!!💕

With love, Ina.

Go follow Instagram mereka :

@diego.alvaro01

@bae.irene01

@nainaarc

Banyak spoiler loh!!