Ruang Bawah Tanah, Secret Place.
"Akh! Sakit sekali..." kedua mata Sean Astra Lenonnel terbuka, langsung meringis kala rasa sakit dari dadanya menyerangnya.
Dadanya seperti tertancap oleh sesuatu yang kecil, tapi darahnya sudah kering. Sean menggeram--teringat sesuatu. Wanita sialan.... Sean terluka karena tembakan darinya.
"Shit!" Sean mengumpat, baru menyadari jika kedua tangan dan kakinya di belenggu, rantai dari besi membatasi ruang geraknya.
Sean menatap ke sekeliling. Gelap. Dingin. Sunyi. Tidak ada orang selain dirinya. Hanya ada satu lilin di atas meja. Sean berusaha melepaskan diri, menggerak-gerakkan tubuhnya. Tapi dia berhenti ketika mendengar suara dari atas, seperti suara pintu yang terbuka.
Suara langkah kaki mengalihkan perhatian Sean. Pria bersetelan formal yang beraura dingin itu berjalan dengan gagahnya.
"Kau...." Sean membulatkan matanya begitu melihat sosok lelaki bertubuh jangkung tengah berdiri di depannya, menatapnya tajam. Sean menelan ludah. Oh My God! Apakah dia akan mati disini? Tidak...tidak...
"Lucas, habisi dia." ucap Diego dingin, lalu Lucas muncul di belakangnya--memegang pisau.
Sean menggelengkan kepalanya ketakutan. "TIDAK! JANGAN!!"
"Baik, tuan." ucap Lucas patuh, lalu dia mengeluarkan korek api--menyalakannya, membakar pisau itu hingga asap menguar dari besi tajam itu. Sean menelan ludah, melihat tatapan Lucas yang tertuju padanya--menatapnya dengan tatapan membunuh.
Lucas melangkah mendekati Sean, dia sempat melirik luka tembakan di dada pria itu dan tersenyum. 'Nona Irene hebat sekali! Sekali menembak langsung mengenai sasaran, tapi sayang pria ini masih saja hidup' Batin Lucas.
"AKH! SAKIT!" Sean memekik ketika Lucas menggores pisau panas itu di pahanya, membuat kulitnya terbuka dengan kucuran darah sekaligus melepuh. Sakit sekali...
Diego duduk di kursi kebesarannya dan mengangkat kedua kakinya ke atas meja lalu menatap dua pria itu. Diego yang melihat Lucas menyiksa Sean sebelum membunuhnya hanya mengulas senyum, dia menatap Sean sinis. Tapi sorotan di mata birunya begitu menyeramkan.
"Hold on, Lucas." perintah Diego tiba-tiba, Lucas langsung berhenti. Pelayannya itu menatap Diego dengan pandangan bingung. "Tangan yang berani menyentuh milikku harus di hukum. Aku mau kau buat dia tidak memiliki tangan, potong tangannya." ucap Diego, melirik Sean tajam.
Lucas mengangguk semangat. Berbeda dengan Sean, dia menelan ludahnya kasar.
"Dia juga sudah berani menatap wanita milikku." desis Diego, mengepalkan tangan. "Kau buat dia tidak bisa melihat, congkel matanya." tambahnya.
"TIDAKK!!" Sean berteriak histeris.
Pagi itu, adalah hari terakhir bagi Sean Astra Leonnel.
•••
Dua jam kemudian....
Saat ini Irene berada di dalam mobil, ia duduk di bangku kemudi, sementara Diego duduk di sebelahnya. Setelah menceritakan semua rencananya pada Diego, Irene baru merasa tenang, lelaki itu hanya tersenyum ketika dia tahu semuanya. Diego juga sempat mengatakan jika dia sangat pintar, lelaki itu bahkan tidak menyangka wanita sepertinya bisa melakukan rencana semenakjubkan itu.
Lalu kali ini, Irene di kejutkan dengan perintah yang diberikan Diego kepadanya. Lelaki itu memintanya untuk belajar mengendarai mobil, katanya biar dia bisa keluar jalan-jalan dengan mobil sendiri. Irene awalnya tidak mengerti, tapi dia menurut-nurut saja.
"Let's try, baby." ucap Diego, membuat Irene sedikit terkejut. Demi Tuhan! Irene tidak pernah membayangkan dia akan menyetir sebuah mobil, apalagi dia tahu mobil ini tidaklah biasa, pasti harganya sangat mahal. Rasanya dia tidak pantas menduduki mobil yang super mulus dan wangi ini.
"Aku sama sekali tidak bisa menyetir, Diego..."
"Tidak masalah, baby... Kau pasti bisa." ucap Diego, menenangkan Irene yang terlihat cemas. "C'mon, Aku akan mengajarimu."
"Aku tidak bisa. Sungguh..." Irene gemetaran. Kedua tangannya bergetar hebat saat memegang stir. Haha, Diego ingin tertawa melihat kegugupan di wajah Irene.
"Jangan takut. Ada aku," bisik Diego, suaranya begitu dekat di telinga Irene. Irene menelan ludah, bukan karena takut karena tidak bisa menyetir melainkan karena wajah Diego yang begitu dekat. Diego mengulurkan tangannya, meraih sebelah tangan Irene yang memegang kemudi, kemudian di genggamnya tangan itu dengan erat seakan memberikan kekuatan. Diego tersenyum lalu mengecup punggung tangan Irene. Irene tersipu malu. "You can trust me." ucap Diego, lalu mengusap tangan Irene hingga tidak gemetaran lagi.
"Kau itu pintar, bukankah ini akan mudah untukmu?" ucap Diego, dia kembali menaruh tangan Irene di kemudi.
Irene hanya tersenyum.
"Oke, sebelum menghidupkan mesin, coba lihat ke bawah," ucap Diego menunjuk pedal-pedal di dekat kaki Irene berada. "Kau tahu itu apa?"
Irene langsung mengangguk. "Itu gas dan rem."
"Pintar." puji Diego, tersenyum senang lalu mengusap kepala Irene. Usapan di kepala Irene membuatnya tidak takut seperti tadi, dia menjadi lebih rileks. "Tapi kau harus selalu ingat, pastikan persneling berada di posisi netral sebelum kau menghidupkan mobil. Mengerti?"
Irene mengangguk lagi. "Setelah itu?"
Waktu demi waktu berlalu, selama itu Diego mengajari Irene dengan sabar hingga wanita itu bisa menjalankan mobilnya sendiri, bahkan tanpa di duga oleh Diego ternyata Irene bisa menguasai mobilnya dengan cepat, wanita itu cepat sekali memahami semua perkataannya. Tapi ada yang membuat Diego sampai tertawa terbahak-bahak--Irene panik karena di tengah jalan mobilnya mendadak mundur otomatis di turunan. Wajah kalutnya membuat Diego tertawa sampai menitikkan air mata saking lucunya.
"Well, aku lupa memberitahumu." ucap Diego ketika Irene memberhentikan mobilnya di depan pintu masuk mansion.
Irene menatapnya sembari menaikkan alis. "Apa?"
"Mobil ini bisa berjalan otomatis. Tidak selalu manual. Kau tidak perlu panik seperti tadi." ucap Diego, dia menatap Irene geli.
Irene mendengus, menatap Diego kesal. "Kenapa tidak memberitahuku dari awal?! Kau ini! Bukannya membuatku tenang kerjaannya tertawa saja. Sudahlah! Aku mau ke kamar! Kau ini menyebalkan!" rutuk Irene kesal lalu keluar dari mobil.
"Irene!" panggil Diego sembari mengeluarkan kepalanya di kaca mobil. Diego geleng-geleng kepala melihat reaksi Irene tadi, benar-benar lucu. Wajah marahnya tadi malah semakin membuat kecantikannya bertambah.
Diego ikut keluar dari dalam mobil. Hendak menyusul Irene ketika dering di ponselnya terdengar, sebuah pesan masuk ke ponselnya.
Well, ternyata dari Raka Mikhailova.
Aku sudah berada di big bar, kau dimana? tulis Raka di pesannya.
Di rumah. Tunggu aku sepuluh menit lagi. tulis Diego membalas pesan itu.
Diego pun masuk kembali ke dalam mobil. Menyalakan mesin dan membuka ponselnya lagi. Jemarinya mengetik di atas layar ponsel itu.
Maafkan aku untuk yang tadi😀
Aku akan pergi sebentar, ada sesuatu yang harus aku urus. Kau jangan kemana-mana, tetap di kamarmu. Istirahatlah. Aku mencintaimu♥️
Diego memberikan pesan manis itu kepada Irene lewat WhatsApp. Dua centang biru. Ternyata Irene langsung membuka pesannya.
Pergilah selama mungkin! Aku kesal padamu!
Itu balasan dari Irene. What the fuck? Apa katanya?
Kau serius? balas Diego.
Sementara disana, Irene yang tengah duduk di atas kasur menatap tajam layar ponselnya. Ish! Dasar Diego! Memangnya dia serius apa?! Itu hanya ungkapan dari kekesalannya. Bukan menyuruhnya untuk pergi dengan lama!
Ya! Aku serius. Aku kesal padamu! Jangan menggangguku! balas Irene, lalu melemparkan ponselnya ke kasur.
Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Pasti itu dari Diego, Irene buru-buru membukanya.
Oke. balas Diego.
Melihat pesan itu Irene langsung melemparkan ponselnya, kali ini bukan di kasur, tapi dia membanting posel itu ke lantai--membuat layarnya retak. Aish! Menyebalkan! Menyebalkan! Kenapa balasan Diego seperti itu?! Dasar tidak peka!
Author be like : (iya kayak doi gak peka-peka😌)
Lalu setelah itu, disana Diego sudah melajukan mobilnya. Diego membawa mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata.
•••
At Berlin's Best Bar.

Diego sudah sampai di big bar salah satu hotel berbintang. Dia memang lebih suka big bar daripada nightclub, menurutnya tempat ini lebih tenang, karena itu dia sering berkunjung kesini bersama teman-temannya untuk bersantai. Mereka adalah Erick Peterson, Sehun Christhoper dan Raka Mikhailova. Erick dan Sehun sudah berteman dengan Diego sejak kuliah di Oxford University, sementara Raka adalah teman Diego sejak kecil--sama seperti Mi Lover.
Begitu masuk, Diego melihat Raka sudah duduk di salah satu sofa dengan suguhan sampanye di atas mejanya. Dasar bedebah! Bukan hanya itu, Diego juga melihat Raka sedang asyik dengan wanita seksi yang bergelayut di lengannya. Menjijikan.
Wanita seksi dengan gaun yang kekurangan bahan itu langsung menjauh dari Raka dan berdiri kaku ketika mendapat tatapan tajam dari Diego yang seakan mengusirnya. Well, tanpa di suruh pun wanita itu sudah tahu hanya dari melihat kilatan di mata biru Diego.
"Haish! Kenapa kau mengusirnya?" tanya Raka kesal.
Diego mengabaikan pertanyaan Raka. "Sejak kapan kau sudah disini?" tanya Diego.
Raka mendelik, menyesap sampanyenya. "Saat kau menerima pesan dariku."
Pelayan bar datang dan meletakkannya botol sampanye beserta gelasnya, pelayan itu hendak menuangkannya tapi Raka menyuruhnya pergi.
Raka menuangkan minuman beralkohol itu di gelas yang diperuntukkan untuk Diego. Diego menerimanya dan menyesapnya.
"Hey! Aku sudah menyiapkan billiard di ruang VVIP. Ayo kita kesana." ucap Raka, tampak antusias.
Diego menggeleng, wajahnya tampannya terlihat tidak setuju. "Tidak usah! Disini saja." katanya, setelah meneguk minuman yang langsung membakar tenggorokannya itu. "Apa yang mau kau bicarakan padaku? Cepat katakan!"
Raka berdehem. "Kau baru saja minum. Kenapa buru-buru sekali?"
"Aku hanya tidak mau kekasihku di rumah menungguku terlalu lama. Itu saja." jawab Diego.
"Wow! Kau sungguh punya kekasih?!" Raka yang mendengarnya langsung terkejut, dia menatap Diego tak percaya. "Jadi kau sudah move on dari adikku?" aku sudah tahu kau yang menyiksa kedua adikku, aku berjanji akan membunuhmu, Diego. sambung Raka dalam hati.
Saat ini, Raka tengah menyembunyikan belangnya. Di balik Diego dia sangat membencinya, tapi di hadapan Diego dia akan berpura-pura sebagai teman yang sangat baik. Ini salah satu dari rencana Raka Mikhailova.
Diego memandangi Raka, tatapannya tak terbaca ketika menatap. Tapi yang jelas, saat ini keduanya saling memendam emosinya masing-masing. Diego dengan kewaspadaannya dan Raka dengan sikap kepura-puraannya.
"Maafkan aku karena memutuskan hubunganku dengan Mi Lover. Dia tidak seperti dulu." gumam Diego, dia tidak mengatakannya sembari menatap Raka. Diego hanya melihat lurus ke depan.
"Tidak apa. Aku mengerti masalah kalian." tapi kau keterlaluan! Aku tidak bisa memaafkanmu. Sambung Raka dalam hati. Raka sempat meremas gelasnya--menahan amarahnya untuk menghukum Diego habis-habisan.
"Ngomong-ngomong soal kekasih, aku sepertinya tidak lama lagi punya kekasih." ucap Raka dengan senyum di wajahnya.
"Heh, bukankah kau punya banyak kekasih? Kali ini siapa lagi?" ucap Diego skeptis.
"Bukan itu! Aku akan menjadikannya satu-satunya kekasihku."
Diego tertawa guyon. "Aku tidak percaya."
"Oke, oke... terserah kau saja." jeda Raka, dia menatap Diego. "Kau tau? Wanita itu sangat cantik! Aku bertemu dengannya ketika di rumah sakit. Aku langsung jatuh hati padanya, aku ingin mendapatkannya." ucap Raka, dia teringat akan wajah Irene yang cantik jelita.
"Siapa? Kau tau namanya?" tanya Diego.
"Hem... aku tidak tau. Tapi yang jelas dia setinggi dadaku, matanya berwarna coklat keemasan dan rambutnya berwarna hitam. Dia sepertinya orang Asia--Astaga! Diego!" Raja memekik kaget ketika Diego tersedak minumannya.
"Sekali lagi katakan kata terakhirmu!" ucap Diego, menatap Raka tajam.
"Dia orang Asia."
BRAKKK!!
Semua orang yang ada disana kecuali Raka terkejut mendengar suara keras itu. Diegolah yang melakukannya, dia menendang meja di depannya hingga berbalik miring. Beberapa pelayan yang berada di dekat mereka sampai berdiri mematung, tangan mereka bergetar. Diego terlihat sangat marah. Tidak hanya itu, Diego berdiri dan menarik kerah baju Raka. Namun Raka tidak memberontak, ia tersenyum miring, terkesan meremehkan.
Akhirnya aku berhasil memancingmu, Diego. Batin Raka senang.
"Wanita yang kau sukai adalah kekasihku! Dia adalah Irene!" teriak Diego, suaranya menggema di ruangan itu. "Kenapa kau menatapku seperti itu? Apa jangan-jangan kau sudah tahu dia siapa? Jadi kau sengaja membuatku marah? Kau ingin merebutnya dariku? Kurang ajar!" marah Diego dengan kilatan di matanya.
Raka diam.
"Jika kau berani menyentuhnya, berarti kau siap untuk ku hancurkan, Raka Mikhailova!" Diego makin mengeratkan cengkramannya.
"Lepas!" kali ini Raka tidak tahan, dia langsung menghempaskan tangan Diego dengan sekuat tenaga. Diego benar-benar kuat, dia kewalahan.
"Ya! Aku memang sudah tahu. Aku berniat mengambilnya darimu." ucap Raka, dia merapihkan kerahnya dengan jantan, menatap Diego sinis.
"Raka!" peringat Diego, dia mengarahkan kepalan tangannya untuk memukul Raka tapi Raka dengan cepat menahan tangannya. Saat ini mereka saling mengadu pandang, membuat suasana di dalam big bar itu berubah tegang.
"Bukan aku, tapi kaulah yang akan hancur! Ini sebagai bentuk balas dendamku atas apa yang kau lakukan pada kedua adikku." desis Raka, menatap mata Diego yang berjarak lima senti dari matanya. "Kau sudah menghancurkan adikku, tapi sekarang kaulah yang akan hancur karena kehilangan orang yang kau cintai!" Raka menunjukkan siapa dirinya.
Diego menggeram. "Berani sekali kau..."
"Aku akan mengambil Irene darimu! Aku mencintai Irene-mu!" ucap Raka dengan sengaja meninggikan suaranya.
Entah untuk yang kesekian kali, Diego harus menjaga Irene-nya dari mereka. Mereka... para parasit yang ingin mengambil Irene-nya. Tidak ada cara lain. Pertumpahan darah sepertinya akan terjadi lagi. Tidak tau siapa yang bisa bertahan begitu lama.
To be continued.
Go Follow Instagram mereka untuk info dan spoiler :
@nainaarc
@diego.alvaro01
@bae.irene01
See you soon!
Sayang kalian!
With♥️Ina.