Chereads / Diego & Irene / Chapter 48 - Chapter 48 : I Like You

Chapter 48 - Chapter 48 : I Like You

Tiga hari kemudian....

At Immanuel Hospital (Wannesee) Site. Berlin - Germany. 08:00 AM.

"Keadaan mereka sudah membaik, Sir. Besok nanti mereka bisa pulang." ucap William Patrick pada Raka. William adalah dokter ahli bedah, dia mengoperasi wajah Mi Lover karena kondisi wajah wanita itu terlalu parah. Bagian kiri wajah Mi Lover robek, beberapa juga ada yang bengkak dan memar. Daripada memperbaiki separuh wajah Mi Lover yang rusak, William lebih memilih mengoperasi seluruh wajah Mi Lover dan mengubah wajahnya dengan yang baru.

Sedangkan untuk kondisi Lily, wanita itu hanya terluka bagian tangannya saja. Lily sudah sembuh sejak kemarin, tapi dia masih di rawat disini seperti Mi Lover. Namun hanya Mi Lover yang parah, wajahnya yang rusak... tangannya berlubang akibat tusukan.... lengannya terluka... banyak sekali. Lalu sekarang, Raka tengah menemani Mi Lover di ruang rawat--juga ada Dokter William disini.

"Dok, apa perbannya bisa di buka?" tanya Raka pada William.

William yang tengah memeriksa tekanan darah Mi Lover menoleh, lalu tersenyum. "Bisa, Sir. Saya akan buka sekarang." ucapnya.

William menarik Mi Lover hingga membuat wanita itu terduduk di atas ranjangnya. Raka berada di sisi kanan Mi Lover, sementara William ada di sisi kirinya.

Raka memperhatikan gerakan William, dengan perlahan Dokter itu membuka satu persatu lilitan perban dan kasa yang menutupi wajah baru Mi Lover.

"Kak Raka...." itu kalimat yang di ucapkan Mi Lover pertama kali ketika dia membuka matanya. Sontak, Raka yang di sebelahnya langsung memeluknya.

Raka melepas pelukannya, lalu mencium kening adiknya dengan lama. Raka kemudian menatap wajah Mi Lover lekat-lekat.

Cantik sekali.... tapi sayangnya wajah yang selalu di ingat Raka telah hilang, wajah Mi Lover yang lugu dan nyaris sempurna kini berubah... berganti dengan wajah baru. Bentuk matanya... hidungnya... bibirnya... pipinya... semuanya berubah. Tapi mata biru Mi Lover yang selalu di lihatnya tetap sama. Mata biru milik Mi Lover masih berpendar, menunjukkan kilaunya--membuat Raka berjanji akan selalu menjaga kedua mata itu untuk tidak pernah meneteskan air mata lagi. Tidak pernah....

William memberikan cermin kepada Mi Lover. Mi Lover tidak menerimanya--hanya menatap cermin itu dengan tatapan bingung.

"Untuk apa cermin ini, dok?" tanya Mi Lover.

William tersenyum, Raka yang ada di sebelahnya tidak tahan untuk menangis.

Mata Raka memerah, dia mengulurkan tangannya dan meraih Mi Lover kepelukan. "Lihat wajahmu, Lovelyn." ucap Raka lirih.

Menelan ludah, Mi Lover meraih cermin itu dengan tangan gemetar.

"Kak... kenapa... kenapa wajahku seperti ini? Kenapa wajahku berbeda?!" teriak Mi Lover histeris. Mi Lover memegangi wajahnya, merabanya kemudian menangis. "Kak... kenapa wajahku seperti ini?!" lirih Mi Lover frustasi.

Raka meraih pundaknya, memeluknya erat. "Tenang, sayang... tenanglah..." ucap Raka sembari mengelus punggung Mi Lover, sementara matanya sudah berair. "Kau harus terima ini. Ini yang terbaik untukmu."

"Tidak! Aku tidak mau wajah ini!" jerit Mi Lover, lalu menangis keras.

•••

At Supermarket. 11:00 AM.

Saat ini Irene tengah berada di salah satu pusat perbelanjaan untuk membeli bahan makanan karena sore nanti dia akan memasak sup rumput laut untuk Diego, karena di mansion hanya ada bahan-bahan tertentu saja. Irene begitu senang saat Diego mengizinkannya pergi sendiri--setelah usahanya membujuk Diego dengan mencium bibirnya. Lelaki itu ternyata langsung menurut. Irene tidak ingin di kawal oleh anak buah Diego lagi. Tidak! Jika seperti itu Irene merasa dia seperti orang penting. Astaga...

Wait... bukan hanya itu! Di supermarket ini lebih parah! Karena ketika Irene masuk semua pelayan yang ada disana langsung menyambutnya dengan panggilan 'Mrs. Alvaro' Hell.... kenapa mereka memanggilnya dengan embel-embel mirsis? Padahal Irene bukan istri Diego. Oh, ini tidak benar....

Oh iya! Jangan lupakan bahwa mobil Ferrari keluaran terbaru yang baru saja di rilis dua hari lalu oleh perusahaan otomotif dunia asal Prancis kini sudah terparkir di halaman supermarket itu! Tentu saja pemiliknya bukan orang sembarangan, apalagi orang miskin. Yang jelas mobil itu di berikan Diego untuk Irene sebagai permintaan maafnya. Well, awalnya Irene menolak, tapi karena lelaki itu mengancam akan menghancurkan mobil itu Irene jadi tidak bisa menolak. Ck! Yang benar saja.... masa mobil semahal itu mau di hancurkan begitu saja? Apa Diego tidak pernah berpikir jika membeli mobil itu butuh uang yang tidak sedikit? Jika di hancurkan maka sama saja dengan membuang-buang uang! Karena Irene tidak suka hal seperti itu, dia terpaksa menerimanya.

Lalu setengah jam kemudian, bahan-bahan yang di perlukan Irene sudah dia dapatkan, seperti; rumput laut kering, jamur enoki, telur puyuh, ayam, dan kecap asin. Untuk bumbu lainnya sudah tersedia di mansion. Usai berbelanja, Irene keluar sambil menenteng beberapa kantong plastik di tangannya. Saat Irene tengah berjalan, tiba-tiba ada seseorang yang menabrak tubuhnya hingga membuat dirinya kaget dan spontan menjatuhkan kantong belanjaannya.

"Oh Tuhan! Kenapa tidak hati-hati--KAU?!" Irene langsung membelalakkan matanya, sementara satu jarinya menunjuk ke arah pria yang tadi menabraknya. Irene tergagap. "Bukankah Anda yang saya temui di rumah sakit lalu?"

Pria dengan mata hijau dan jas kerja neavynya itu tersenyum manis. "Ya, ini aku. Maafkan aku, Irene. Aku terlalu fokus pada ponselku sampai aku tidak tahu ada kau di depanku." ucap Raka sesal.

Irene mengangguk. "It's okay. Saya tahu Anda tidak sengaja."

Raka tersenyum, lalu membungkukkan tubuhnya--mengambil barang-barang Irene yang berjatuhan, memasukannya kembali ke dalam plastik lalu memberikannya pada Irene. Irene menerimanya.

"Well, kebetulan sekali kita bertemu disini. Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat." ucap Raka.

Irene mengernyit--merasa aneh. Lelaki ini terlalu to the point--sama seperti yang terakhir saat mereka bertemu. Mau apa Raka mengajaknya?

Irene tidak memandang Raka. "Tapi untuk apa Anda mengajak saya?"

"Hanya makan siang. Sekaligus sebagai permintaan maafku. Aku merasa bersalah sudah menabrak wanita cantik sepertimu." ucap Raka. Irene menatapnya, mata hijau Raka memandangnya lekat--hangat. Tapi tidak sampai membuat Irene berdebar seperti mata biru seseorang. "So... are you willing?"

Irene terdiam di tempatnya. Tidak merespon kalimat Raka yang terkahir. Hanya menggigit bibir bawahnya sembari memainkan jari--merasa bingung. Oh ayolah... Irene tidak tau harus menjawab apa. Jika dia mau maka beberapa saat lagi pasti akan terjadi sesuatu yang di lakukan Diego, yang pastinya akan sangat menakutkan. Tapi... jika dia menolak... Raka pasti memikirkan hal-hal buruk tentangnya.

Baiklah. Irene tau dia harus melakukan apa.

"Maaf," ucap Irene sungkan. "Ada seseorang yang menunggu saya di rumah. Saya tidak bisa." tolak Irene.

Tanpa menunggu respon dari Raka. Irene mengambil satu langkah mundur, berbalik--hendak menuju mobilnya ketika sebuah tangan mencekalnya. Terkejut. Jemari Raka sudah meraih jemarinya--menautkan tangan mereka. Irene reflek menarik, tapi Raka menahannya--menatap Irene penuh keyakinan.

"Ku mohon, Irene. Kali ini saja," mohon Raka, mata hijaunya berbinar-binar bak anak anjing. Tapi Irene tampaknya sama sekali tidak terpengaruh, melihat sekarang saja Irene menarik tangannya perlahan--hingga cekalannya lepas.

Irene tersenyum canggung. "Saya tidak bisa." ucapnya, lalu menggenggam tangannya sendiri dengan erat--merasa tidak nyaman. Irene memberikan tatapan tidak suka pada Raka. "Jangan buat saya mengulangi perkataan saya. Permisi."

Setelah itu, Irene berlalu dari sana. Memasuki mobil dan menyalakan mesin, kemudian melihat ke arah Raka lewat kaca depan mobilnya. Ternyata laki-laki itu masih disana. Raka berdiri sambil terus menatapnya, tatapannya tidak terbaca.

"Aish! Sudah aku katakan tidak bisa tapi tetap saja memaksa. Menyebalkan!" gerutu Irene kesal lalu menginjak pedal gas keras-keras. Melajukan mobilnya dengan cepat--pergi darisana.

Di jalan...

Irene membawa mobilnya dengan kecepatan sedang, setelah menyetel musik kesukaannya barulah Irene bisa tenang. Apalagi tadi dia sempat berbincang dengan Diego di telepon. Lelaki itu yang menghubunginya dan menanyakan keberadaannya. Irene bilang jika dia sedang di perjalanan menuju mansion, sekitar lima belas menit lagi dia akan sampai.

Irene memfokuskan matanya ke pemandangan luar. Namun tiba-tiba saja matanya menangkap sesuatu yang mengejutkan, barusan ada seorang pengendara motor berwarna hitam melintas di sisinya dan berhenti dengan mendadak di depannya. Irene panik! Sontak Irene ikut berhenti hingga tubuhnya terpental ke depan.

"Shit! Apa dia bodoh?!" umpat Irene kesal.

Lalu, pria yang berhenti di depan mobilnya itu kini turun dari motornya. Irene mengernyit. Ia menatap lekat-lekat kaca depan mobil dan astaga! Ternyata pria itu membawa senjata tajam!

Pria berambut hitam legam itu tersenyum miring, rupa wajahnya menakutkan. Ada tindik dan bekas luka di wajahnya. Tapi yang lebih menyeramkan adalah sekarang pria itu tengah berjalan menuju ke arah Irene sambil menyodongkan pisau. Lalu tak lama pria itu mengetuk-ngetuk kaca mobil yang ada di sebelahnya, Irene menoleh ke sumber suara dan menelan ludah.

"Open the door! if not I'll kill you!" ucap pria itu dari luar.

Irene menggeleng. Astaga... apakah dia sedang di begal?! Yang benar saja!

Matilah aku... Batin Irene.

Karena tak kunjung di buka, pria jahat itu kini mengambil satu langkah telak. Dia mengeluarkan sesuatu dari saku celananya, yang entah kenapa dengan benda dari besi itu berhasil membuka pintu mobil Irene yang terkunci.

Irene menjerit saat tangan pria itu menariknya. Tubuhnya berhasil di bawa keluar.

"LEPASKAN! LEPASKAN AKU!" teriak Irene kesal sekaligus takut.

"Tidak! Lepaskan! Lepaskan!" Irene benar-benar takut ketika lengannya di pelintir dan di tarik kebelakang hingga membuatnya terkurung di dekapan pria itu.

Wanita malang itu meronta-ronta ketika bau dari tubuh pria itu tercium di hidungnya dan langsung membuatnya mual. Tapi setelah itu Irene tidak bergerak sama sekali ketika pisau milik pria itu sudah mendarat tepat di depan lehernya.

"Diam atau pisau ini memotong kepalamu!" ancam pria itu.

Irene menahan napas, jantungnya berdegup kencang. Irene ketakutan, seketika air matanya luruh bahkan tubuhnya mulai gemetar.

"Cepat serahkan kunci mobil dan uangmu!" ucap pria itu.

Irene tidak punya pilihan--percuma saja dia melawan, pasti akan gagal. Karena jika bergerak sedikit saja pisau itu pasti akan menembus kulitnya. Irene hanya bergumam pasrah, lalu dengan tangan gemetar dia meraba pakaiannya dan mengambil kunci mobil barunya itu.

Saat Irene hendak memberikan kuncinya tiba-tiba saja pisau itu sudah terjatuh begitu saja dan dekapan pria jahat itu langsung menghilang--disusul dengan bunyi gedebum yang terdengar.

BUGH!

"Ra-raka...." gumam Irene pelan sembari menutup mulut. Terkejut karena lelaki itu sudah berada disini--menyelamatkannya. Raka memukul wajah pria itu hingga terjatuh. Raka terlihat sangat marah. Dia menarik kerah baju pria jahat itu dan memukul wajahnya sekali lagi. Irene yang melihat itu hanya membeku di tempat. Akibat pukulan Raka yang bertubi-tubi, wajah pria itu sudah dipenuhi lebam.

"Brengsek! Berani sekali kau?!" Raka membanting tubuh pria itu dan menendang dadanya dengan keras, yang membuat pria yang terkapar tak berdaya itu terbatuk dan mengeluarkan darah.

"Raka...." gumam Irene sekali lagi. Raka menoleh, menatap Irene yang memojokkan tubuhnya di badan mobil sembari menggigit jarinya. Wanita itu tampak ketakutan.

Raka langsung berhenti dan mendekati Irene. Langkahnya cepat. "Apa kau terluka?" Raka meraih dagu Irene, membuatnya mendongak. Mendekatkan wajahnya. "Irene... apa kau terluka?"

"Lepaskan!" Irene menghempaskan jemari Raka, menatapnya dengan mata yang memerah. Wanita ini habis menangis.

Raka memandangi kedua tangannya. Menyadari jika Irene selalu menolak sentuhannya. Sialan. Pasti semua ini gara-gara Diego Alvaro! Ternyata Irene sangat mencintai Si Alvaro itu. Awas saja... Raka tidak akan membuat semuanya mudah!

"Baiklah. Maafkan aku jika lancang." ucap Raka sembari meletakkan tangannya ke belakang. Tapi setelah itu Irene membaik. Wajahnya tidak terlihat begitu takut seperti tadi.

Irene menggeleng. "Seharusnya aku yang meminta maaf, kau sudah menolongku tapi aku malah bicara kasar padamu."

"Irene..."

"Terimakasih, Raka." ucap Irene pelan, tersenyum manis.

Senyum Irene langsung membuat seorang Raka Mikhailova merasakan detak jantungnya--sangat cepat. Sampai-sampai Raka tidak peduli akan penyakit jantung yang ia dapati jika terus-terusan memandangi senyuman wanita itu. Raka merasa bahagia melihat senyuman Irene.

"Irene..." Raka bergumam, mata hijaunya berkilat menginginkan. Jemarinya kembali meraih dagu Irene, sementara tangannya yang lain meraih pinggang Irene, membawanya mendekat.

Irene menatap Raka bingung. "Raka! Apa yang kau lakukan?!" tanya Irene sembari memegang tangan Raka yang memeluk pinggangnya, lalu menariknya--tapi tidak bisa.

"Katakan, Irene. Apa yang akan kau lakukan jika kau tau perasaanku?" bisik Raka serak.

Irene menahan napas. Tidak tahan dengan kedekatan mereka.

"Jadi maksudmu?" tanya Irene.

"Aku menyukaimu." jawab Raka cepat.

Irene terbelalak. "A-apa?!"

Ya Tuhan.... Aku tidak mau ada pertumpahan darah lagi! Batin Irene.

To be continued.

SPAM KOMENTAR BUAT LANJUT! HEHE😆