"Aku akan mengambil Irene darimu! Aku mencintai Irene-mu!" ucap Raka dengan sengaja meninggikan suaranya.
Entah untuk yang kesekian kali, Diego harus menjaga Irene-nya dari mereka. Mereka... para parasit yang ingin mengambil Irene-nya. Tidak ada cara lain. Pertumpahan darah sepertinya akan terjadi lagi. Tidak tau siapa yang bisa bertahan begitu lama.
"Aku peringatkan jangan dekati Irene. Kalau tidak-" jeda Diego, menatap Raka tajam sembari melangkahkan kakinya hingga wajah mereka berhadapan sangat dekat. "Nyawamu taruhannya." ucap Diego lalu mendorong Raka sampai hampir jatuh.
Setelah itu Diego langsung pergi, dadanya bergemuruh. Sementara disana Raka tampak marah, dia mengepalkan tangannya erat-erat.
•••
At Immanuel Hospital (Wannesee site). Berlin - Germany | 02:00 PM.
Di dalam ruangan rawat, Mi Lover dan Lily masih belum sadarkan diri. Padahal sudah satu hari sejak mereka di rawat disini. Raka yang duduk di antara mereka tampak putus asa, lelaki itu tidak henti-hentinya memanjatkan do'a. Berharap keajaiban dari Tuhan segera datang--menyadarkan adik-adiknya. Membuat mereka bangun. Lebih dari apapun hanya itu yang di inginkan oleh Raka.
Raka jadi ingat dimana saat-saat dia dan kedua adiknya bermain bersama, tertawa bersama. Semuanya begitu indah. Meskipun saat itu mereka masih berusia sepuluh tahun. Tapi sekarang mereka jarang bertemu. Lovelyn dengan karir modelnya, Lily dengan kuliahnya, dan dia mengambil tanggung jawab besar untuk membesarkan perusahaanya di Berlin. Raka merindukan mereka, rindu tawa mereka.
Karena kelelahan, Raka akhirnya tertidur. Tapi tangannya masih menggenggam tangan Mi Lover. Lalu beberapa jam kemudian, Mi Lover tiba-tiba terbangun.
"Kak Raka..." Mi Lover membuka mata, bibirnya bergetar ketika dia memanggil Raka. Lalu, Raka yang duduk di sebelahnya langsung terbangun, menatap Mi Lover.
"Adikku... kau... kau sadar?" ucap Raka tidak percaya.
Raka langsung bangkit dari duduknya, berniat memanggilkan dokter atau perawat secepat mungkin kemari.
"Maafkan aku. Maafkan aku yang tidak bisa menjagamu, Lovelyn... Aku gagal menjadi kakak untukmu." ucap Raka penuh sesal.
Ucapan Raka sukses membuat air mata Mi Lover jatuh. Lalu di detik selanjutnya Raka memeluk adiknya erat setelah bergerak mencium keningnya.
"Kak... Diego jahat." Mi Lover mengadu pada kakaknya dengan suara yang bergetar. Raka yang mendengarnya langsung mengepalkan tangan.
"Jangan menangis, sayang..." Raka mengusap pipi Mi Lover yang basah.
"Diego... Dia... dia menyakitiku, kak. Dia melukaiku..." Mi Lover menangis, suara lirihan dari bibirnya cukup menyakitkan di telinga Raka.
Diego Alvaro.... Raka benar-benar membencinya. Sekalipun mereka adalah teman sedari kecil. Cih! Teman? Raka tidak sudi menganggapnya sebagai teman. Diego bukan teman, tapi dia adalah monster. Monster bajingan! Sepertinya kata itu lebih pantas untuk seseorang yang tega menyiksa seorang wanita dengan cara keji seperti ini. Karenanya Mi Lover terluka, bukan hanya tubuhnya. Tapi juga hatinya. Si monster itu benar-benar tidak punya hati!
Mi Lover terus menangis, dan Raka benci melihat itu.
"Diego memutuskan aku... lalu dia berhubungan dengan wanita lain, dia-"
Kecupan di keningnya membuat kalimat Mi Lover berhenti. Tapi kemudian tangisnya pecah ketika dia mengucapkan kalimatnya lagi. "Dia meninggalkanku demi wanita itu... demi Irene, kak."
Mata Raka berkilat menyeramkan. Ternyata wanita cantik itu. Bae Irene. Astaga... padahal Raka mencintainya. Pikiran Raka kini dipenuhi banyak hal. Termasuk menghukum Diego dan Irene. Tapi, apa yang pantas di lakukan Raka untuk wanita yang menjadi penyebab kesengsaraan adik kandungnya sekaligus wanita yang di cintainya?
"Tenanglah, Lovelyn.... Kau tidak boleh seperti ini, lupakan semuanya. Lupakan dia. Dia tidak pantas untuk kau cintai. Aku berjanji, mereka akan mendapatkan hukuman yang berat dariku. Tidak akan ada yang menyakitimu lagi. Tidak ada." janji Raka.
Mi Lover mengangguk, membiarkan air matanya yang terus mengalir deras. Dia meraih tangan Raka, menggenggamnya.
"Aku benci Irene, kak.... dia harus kau hukum. Lenyapkan dia. Ini yang aku inginkan." Mi Lover menatap Raka penuh harap, binar di mata birunya menunjukkan dia sangat terluka.
Raka memejamkan matanya erat-erat. Dia ingin meledak, tapi dia menahannya. Baiklah. Luka di bayar luka. Raka akan membalaskan dendamnya kepada mereka. Terutama pada Diego Alvaro. Sementara untuk Irene.... dia berbeda. Raka punya hukumannya tersendiri.
"Akan ku lakukan." Raka tersenyum miris.
•••
Sementara disana...
IRENE PARENTS House. Jakarta Selatan--Indonesia. 20:00 WIB.
(Waktu Indonesia dengan Jerman berbeda enam jam)
"Ibu... Kapan kak Irene pulang?"
Itu suara seorang anak lelaki, berusia tujuh tahun, dia adalah Reyhan Gilang Perkasa. Anak itu menatap ibunya yang sedang memasak di dapur, sementara dia duduk di meja makan. Seorang wanita paruh baya menoleh, mematikan kompornya dan menghampiri Rey sembari membawakan sepiring udang tumisnya. Duduk di depannya dan tersenyum hangat.
"Sebentar lagi... Kakakmu pasti pulang." ucap Intan Kartika Dewi pelan, tersenyum dan mengelus kepala anaknya.
"Tapi kapan bu? Aku kangen banget sama kakak." tanya Reyhan lagi.
Aku juga tidak tau, anakku. Kakakmu tiba-tiba menghilang. Aku mencarinya kemana-kemana. Tapi aku tidak bisa menemukannya. Maafkan ibu... Ibu tidak bisa membawa kakakmu pulang. Anakku Irene... kau dimana? Ibu merindukanmu... Batin Intan.
Tanpa sadar Intan menitikkan air matanya. Buru-buru Intan segera menghapusnya, sementara Rey terus menatapnya--seakan meminta jawaban.
"Kau jangan khawatir.... dia pasti akan pulang. Ibu berjanji." Intan tersenyum, membuat Rey ikut tersenyum. Ya Tuhan.... Apa yang harus dia lakukan untuk menemukan Irene? Intan bingung...
Setelah makan malam selesai, mereka langsung kembali ke kamar masing-masing. Intan menghembuskan napas, memejamkan matanya sembari memijit keningnya. Makan malam tadi tanpa kehadiran seorang suami sekaligus ayah dari anaknya. Seperti biasa. Tapi rasanya sangat berat... karena tidak ada Irene disini.
Intan duduk di atas kasurnya. Sendirian. Suaminya sudah lama meninggal... akibat kecelakaan ketika tengah bertugas memadamkan api. Mungkin Intan bisa menerima atas kehilanganmu suaminya yang tercinta, tapi... kehilangan seorang anak? Itu malah membuat Intan lebih menderita. Rasanya seperti separuh jiwanya telah meninggalkan dirinya. Membuat hari-harinya seperti putih abu. Gelap. Tidak berwarna. Hampa.
Sudah dua bulan Irene menghilang, dan Intan tersiksa setiap harinya. Tersiksa akan kerinduan yang besar kepada putrinya. Irene... meskipun dia bukan anak kandungnya tapi Intan sangat menyayanginya. Dia yang membesarkan Irene setelah dia menemukan seorang bayi perempuan tepat di depan pintu rumah kecilnya dulu, bayi itu adalah Irene. Lupakan masa lalu itu! Irene akan tetap menjadi anaknya... selamanya...
Intan mengambil sebuah kotak yang di simpan di dalam rak. Kotak dari kayu jati yang di kunci dengan gembok perak. Intan membukanya, lalu tersenyum. Di dalamnya ada beberapa potret Irene saat bayi dan sebuah kain. Kain yang dulu di gunakan untuk membalut tubuh mungil Irene saat bayi. Juga ada sebuah surat, yang isinya bertuliskan;
"Tolong jaga anak ini... anak perempuan cantik bernama Bae Irene. Dariku, ibu kandungnya -BA"
Intan menangis. Dia benar-benar merindukan Irene. Demi Tuhan! Seandainya dia tidak pernah mengangkat Irene sebagai anaknya mungkin dia tidak akan merasakan sakit yang sedalam ini. Seandainya dia bukan ibunya mungkin dia tidak akan tersiksa batin dan hatinya seperti ini. Kehilangan Irene... benar-benar cobaan yang sangat besar untuknya.
"Irene...." isakan Intan semakin keras. Wanita itu menangis tersedu-sedu. "Kau dimana anakku..." isaknya lagi, sembari mengelus foto Irene, lalu mengecupnya lama.
"Ibu harap kau masih hidup, Irene... ibu tidak ingin kau sampai kenapa-napa..." lirih Intan sembari memeluk foto Irene dan kainnya dengan erat.
Semuanya tidak pernah Intan bayangkan. Mulai dari Herlambang Perkasa, yaitu suaminya, telah meninggalkannya. Lalu kehilangan Irene...
Intan tidak pernah mengubah identitas Irene. Dia memberikan nama untuk bayi perempuan itu sesuai dengan nama yang tertulis di surat, yaitu Bae Irene. Waktu dulu Intan pernah mencoba untuk mencari ibu kandung Irene yang dia ketahui berinisial B A. Tapi dia tidak pernah berhasil menemukannya, wajahnya saja Intan tidak tahu. Karena itu Intan mengaku sebagai ibu kandung Irene, dia tidak mau membuat Irene merasa sebagai anak yang terbuang, anak yang di tinggal.
Kehidupan Intan dan anak-anaknya setelah sang suami meninggal benar-benar susah. Rumah milik suaminya terpaksa dia jual demi mencukupi biaya hidup sehari-hari dan biaya sekolah kedua anaknya. Intan akhirnya membeli rumah kecil yang berada di sebuah gang sempit.
Tapi, ketika Irene menghilang... Satu minggu setelahnya tiba-tiba ada dua orang pria dari negara asing datang ke rumah kecilnya. Mereka berambut pirang dan berbicara bahasa Inggris. Seingat Intan, mereka memiliki sebuah logo di lengannya yang bertuliskan.... ALVARO. Setahu Intan, di negara luar sana biasanya memakai nama belakang sebagai tanda pengenal. Kedatangan kedua orang itu membuatnya terkejut, karena tanpa alasan yang jelas mereka dengan mudahnya memberikan Intan sebuah rumah besar dan mobil mahal, yang sampai sekarang rumah itu tengah di huninya.
Intan langsung menolak pemberian mereka. Hal itu malah membuat kedua orang itu mengancamnya, jika Intan menolak rumah dan mobil itu maka rumah kecil yang dia huni akan di sita--atas dasar kekuasaan. Mau tidak mau Intan harus menerima semua itu. Dia tidak mungkin membiarkan Rey tidur di jalanan, dia tidak ingin Rey berpikir jika mereka tidak punya rumah lagi.
Lalu, setelah itu... ketika mereka baru menempati rumah yang ternyata sangat mewah itu Intan di kejutkan dengan saldo rekeningnya. Tiba-tiba saja uang sebesar Rp.5.000.000.000 (5 M) langsung masuk ke rekeningnya. Saat di tanya uang itu berasal darimana, pihak bank mengatakan berasal dari Perusahaan terbesar di New York, yaitu Goldrich Alvaro Group. Mengetahui itu Intan langsung bisa menebak jika yang mengirim uang itu adalah orang yang sama dengan orang memberikan dia rumah dan mobil.
Astaga.... Kenapa ada orang yang mau memberikan semua itu kepadanya? Rumah besar, mobil, uang miliaran...
Alvaro.... Nama itu akan selalu di ingat Intan. Dia jadi terheran-heran, sekaya apa sebenarnya orang itu sampai rela mengeluarkan uang banyak kepada orang yang sama sekali tidak kenal seperti dirinya dengan cuma-cuma. Intan tidak pernah mengenal nama Alvaro, tapi mungkin orang itu tau tentangnya.
Belum lagi dengan tunggakan listrik, ternyata Intan tidak perlu membayarnya. Semuanya seperti sudah di terencana dengan rapih. Ya Tuhan.... Intan tidak tahu harus berbuat apa dengan semua hal yang di berikan orang itu kepadanya. Sosok Alvaro itu seakan-akan tengah menjamin hidupnya. Intan bingung...
Tapi yang menjadi pertanyaan besar adalah... kenapa semua itu datang ketika Irene menghilang? Apa yang sebenarnya terjadi?
Sementara disisi lain...
At ALVARO'S Mansion. Berlin - Germany.
Sudah sore hari, kini Irene duduk di tepi kolam renang yang berada di halaman belakang mansion Alvaro. Kakinya dia masukkan ke dalam air, sesekali mengibaskan kakinya. Tadi dia menghabiskan waktu siangnya dengan mengobrol bersama ibunya Diego--Jasmine Eleanore Poetri. Jasmine banyak menceritakan tentang Diego kepadanya, lalu berlanjut ke Dilan, hingga Mi Lover. Ah, Irene baru tahu jika Diego di jodohkan dengan Mi Lover sejak mereka masih berusia lima belas tahun. Jasmine juga berkata jika dulu dia sangat menyayangi Mi Lover, bahkan dia menganggapnya sebagai anaknya sendiri. Tapi sekarang, Jasmine malah membenci Mi Lover. Yang membuat Irene terkejut adalah ternyata Mi Lover pernah bersekongkol dengan seseorang untuk membunuh Diego. Jasmine mengetahui semua itu dari suaminya--Sean Morgan Alvaro. Sean sampai sekarang tidak mengetahui siapa yang bekerjasama dengan Mi Lover. Dia masih tidak di ketahui.
Padahal Mi Lover mencintai Diego, tapi kenapa wanita itu ingin membunuh Diego? Saat itu Irene belum muncul di kehidupan Diego, tapi Mi Lover kenapa dia sudah lama ingin membunuh Diego. Oh God! Pertanyaan macam apa ini?!
Wait... siapa sebenarnya pria yang ingin membunuh Diego? Siapa pria misterius itu?
Irene menatap ke atas langit, menatapi senja lewat bola matanya yang indah. Pikirannya berkecamuk. Irene ingin mencari tahu tentang pria misterius itu. Dia tidak mau Diego sampai di bunuh olehnya. Tidak... tidak... Irene akan melakukan sesuatu! Apapun itu akan Irene lakukan demi Diego, demi cintanya.
Bahkan sampai mempertaruhkan nyawanya pun Irene akan selalu siap.
Lamunan Irene tiba-tiba tergantikan, karena itu Irene langsung menangis ketika dia mengingat keluarganya. Ibunya... adiknya... Bagaimana keadaan mereka sekarang? Apakah di Indonesia mereka baik-baik saja?
Irene ingin pulang... tapi dia tidak bisa. Dia masih ada urusan disini. Dia masih harus menemukan si penjahat yang bekerjasama dengan Mi Lover. Urusannya disini belum selesai.
Banyaknya pertanyaan dan teka-teki yang dia temukan... malah membuat semuanya semakin rumit.
To be continued.