Chereads / Diego & Irene / Chapter 38 - Chapter 38 : Burning Revenge [2]

Chapter 38 - Chapter 38 : Burning Revenge [2]

SELAMAT MEMBACA!

SEMOGA SUKA๐Ÿ’•๐Ÿ˜˜

๐Ÿ’Ž๐Ÿ’Ž๐Ÿ’Ž

Jasmine dan Sean sudah menunggu Diego di kamar rawat Irene, sementara calon menantunya itu masih menjalani pemeriksaan terakhir, sekaligus melepas infusnya. Dia sudah bisa pulang hari ini.

"Nak, biar ibu yang bawa Irene." ucap Jasmine begitu mereka berjalan keluar, Diego yang tengah mendorong kursi roda Irene menoleh, mengangguk, lalu Jasmine langsung mengambil alih kursi roda Irene. "Bagaimana keadaanmu, Irene? Kepalamu masih sakit?" tanya Jasmine pada Irene.

"Tidak, bu. Aku baik-baik saja." ucap Irene sembari tersenyum.

Jasmine tersenyum, merasa lega. Perban yang masih melilit di kepala Irene sempat membuatnya khawatir. Apa luka nya parah sekali?

Diego tiba-tiba menghentikan langkahnya ketika melihat Christian tengah berjalan ke arahnya. Sean yang berjalan di samping Diego ikut berhenti.

"Um... Ayah, kau bisa duluan. Aku ada urusan dengan Christian. Hanya sebentar." ucap Diego setelah sebelumnya dia melihat Christian yang menatap Sean, belum bicara. Sepertinya lelaki itu tidak ingin laporannya terdengar oleh Sean.

Sean mengangkat alis. "Baiklah. Kita tunggu kau di lobby." ucap Sean lalu berjalan meninggalkan mereka.

"Semalam, Alvaro Samuel berusaha melarikan diri. Tapi kami langsung meringkusnya. Beberapa dari kami ada yang tewas tertembak, Alvaro mengambil senjata dari salah satu anak buah saya, Tuan muda."

"Kurang hajar," geram Diego. "Segera lakukan pemakaman, berikan uang kompensasi pada keluarga anak buah kita yang mati," perintah Diego. "Pastikan juga anak-anak dari mereka terjamin pendidikannya, untuk biaya sekolah aku akan menanggungnya."

Christian mengangguk, hendak mengatakan sesuatu, tapi dia masih menunggu Diego selesai memandang calon istrinya. Irene tampak berbicara, tersenyum pada dokter wanita muda yang memeriksanya.

"Kak Diego!" suara dari arah belakang membuat Diego menoleh, mengernyitkan kening, memfokuskan perhatiannya pada Dilan yang tengah berlari ke arahnya.

"Ada apa? Kenapa kau panik sekali, Dilan?" tanya Diego sembari mengangkat alis. Dilan berhenti, mengatur nafasnya yang terengah-engah sebelum mengambil secarik kertas yang berada di saku celananya. "Kak... Aku menemukan ini di saat aku masuk ke kamarmu tadi pagi."

Dilan menyerahkan kertas itu pada Diego yang langsung di ambil oleh kakaknya.

Diego melihat tulisan di kertas itu dengan horor. Wait... warnanya merah. Seperti darah. Diego dapat mengetahui itu dari bau anyir yang tercium di hidungnya.

Diego pun langsung membacanya,

NYAWA HARTA DAN WANITA MILIKMU AKAN KU RAMPAS, DIEGO ALVARO.

Diego mengepalkan tangan. Sialan. Ancaman ini sepertinya tidak main-main. Hell, siapa orang yang berani menulis kata-kata ini?!

"Siapa dia?!" gumam Diego dengan rahang mengetat. Christian yang melihatnya langsung mengambil kertas itu, membacanya. "Sepertinya ini dari keluarga Samuel, tuan muda. Tapi tidak menutup kemungkinan ini berasal dari orang lain yang memusuhi kita."

"Samuel..." Diego bergumam tidak suka. Kepalan di tangannya makin menguat, tatapan setajam silet. "Kenneth dan anak-anaknya ada di tanganku, lalu siapa yang mengirim ini?!"

"Kenneth Samuel dan Alvaro Samuel memang masih hidup, tapi Jackson Samuel dan Joshua Samuel sudah mati. Berarti masih ada lagi dari keluarga mereka yang mengincar kita, tuan muda." ucap Christian. Diego makin mengernyit, terus mengamati setiap kalimat Christian. "Istri Kenneth Samuel juga sudah lama mati. Jika orang ini bisa menembus keamanan mansion... aku curiga jika mereka adalah orang dalam--yang juga ikut tinggal di kediaman Tuan Alvaro. Mungkin salah satu dari pelayan-pelayan itu adalah mata-mata atau orang suruhan dari musuh kita." ucap Christian lagi. Tapi sebelum Christian menyelesaikan ucapannya, dokter sudah lebih dulu menyelesaikan pemeriksaan Irene.

"Kalau begitu kau harus mencari tahu siapa dalangnya. Kita lanjutkan nanti." Diego meremas kertas itu.

"Pasti ku lakukan, tuan muda." Christian mengangguk, sementara Diego langsung berbicara pada Dilan.

"Kau ikut aku!" ucap Diego pada Dilan. Dilan meneguk ludahnya, bukan hanya suara Diego yang begitu dingin, tapi tatapannya tadi benar-benar menyeramkan. Karena itu Dilan hanya menurut lalu berjalan di belakang Diego yang tengah berjalan menghampiri Irene.

"Kak... sebaiknya kau temui kakak ipar dulu. Jika kau butuh detailnya, aku akan langsung menemuimu." ucap Dilan yang sebelumnya telah menerima telepon. Nomornya tidak di kenali. Dilan juga sempat panik saat mendengar suara seseorang yang menelponnya tadi.

"Baiklah. Aku akan menghubungimu nanti." ucap Diego kemudian langsung mendekati Irene.

"Ayo kita pulang! Aku sudah tidak sabar memasak sup rumput laut untukmu." seru Irene semangat begitu dia melihat Diego. Jasmine tidak ada di dekatnya, wanita itu ternyata sedang berbicara dengan Sean tak jauh dari mereka.

Diego berdecak, tersenyum dan mengecup kening Irene. "Sejak tadi kau terus membahas sup rumput laut. Apa hanya itu yang ada di kepalamu?"

"Aish. Bukan itu saja, aku juga memikirkan makan malam kita akan seperti apa. Kau ingin makan malam yang romantis, sayangku?" tanya Irene menggoda.

Diego terkekeh, mencubit hidung Irene gemas. "Tentu saja aku mau. Apalagi jika di tambah ciuman di bibir setiap kau-"

"Diego!" potong Irene cepat, pipinya memerah, langsung membalikkan kursi rodanya yang hendak di bawa Diego. "Sebaiknya kau cepat perbaiki otakmu, Diego." gumam Irene tidak percaya. Diego hanya terkekeh lalu lanjut mendorong kursi roda Irene.

"Jadi... kau mau aku gendong atau naik kursi roda?" tanya Diego.

Irene menatapnya bosan. "Tentu saja kursi roda! Aku tidak mau jadi tontonan orang--DIEGO!" Irene memekik, segera mengalungkan lengannya pada leher Diego begitu Diego menggendongnya dengan gaya bridal.

"Diego!" Irene melototi Diego.

"Sudah kuputuskan, kau ku gendong saja." ucap Diego sembari tersenyum penuh kemenangan.

"Kau gila." dengus Irene tidak percaya. Diego hanya terkekeh, lalu berlanjut memperdebatkan hal yang tidak penting, membuat mereka sudah sampai di elevator tanpa Irene sadar. Beberapa bodyguard juga sudah berjaga di sekeliling mereka.

"Aku ingin naik kursi roda, Diego! Tubuhku berat, kau bisa menjatuhkanku jika kau lelah!" Irene merengek lagi, itu karena begitu mereka keluar dari elevator, sepanjang lobby, orang-orang terus saja memandangi mereka.

"Tidak mau." elak Diego. "Asal kau tau, aku tidak akan lelah jika itu menyangkut dirimu. And you'll never fall. I'll catch you if you fall, baby. I'm promise."

Irene mendengkus, menatap Diego sebal. Terus mengomeli Diego di sepanjang perjalanan yang di balas senyum dan ciuman oleh Diego.

๐Ÿ’Ž๐Ÿ’Ž๐Ÿ’Ž

At ALVARO's Family Mansion. Berlin - Germany | 07:13 PM. (Night)

Begitu sampai, ternyata Irene tertidur di mobil. Karena itu, Diego langsung membawa Irene ke dalam kamar mereka dan akan menemuinya jika dia sudah bangun. Padahal masih jam tujuh malam, sepertinya wanita itu kelelahan.

Diego pun segera pergi ke bawah tanah. Setelah menggeser sebuah bingkai foto, terlihat layar sentuh yang berteknologi canggih bersembunyi di baliknya. Layarnya langsung bercahaya ketika wajah Diego berhasil di-scan . Ternyata untuk masuk ke dalam bawah tanah, harus lebih dulu memasukkan kode. Kode tersebut hanya di ketahui Diego dan orang-orang kepercayaannya, termasuk Christian dan Lucas.

Layar itu merupakan ciptaan Diego sendiri. Juga di bantu dengan para bawahannya yang ahli dalam bidang ini. Lalu, setelah kode sudah Diego masukkan, lemari dari kayu yang berada di depan Diego langsung bergeser ke samping, lalu tembok di baliknya terbelah secara otomatis--membentuk celah yang merupakan pintu masuk ruang bawah tanah.

Diego melangkahkan kakinya ke dalam dan menuruni anak tangga. Lucas, orang kepercayaan Diego itu sudah lebih dulu di dalam ruangan. Lucas bertugas untuk mengawasi para tahanan, dia di bantu oleh bawahannya yang tugasnya mengawasi CCTV. Diego memberi kode kepada Lucas untuk memberinya pistol. Lucas pun menyerahkan sebuah pistol berkekuatan tinggi itu kepada tuannya.

Alvaro Samuel, Lovelyn Mikhailova dan Lovelyn D'Mikhailova, mereka tampak tak sadarkan diri. Posisi mereka berdiri, sementara kedua kaki dan tangan mereka di ikat dengan rantai besi.

"Siram mereka, kecuali Alvaro." perintah Diego kepada Lucas. Lucas mengangguk, segera mengambil air di wadah besar dan menyirami wajah mereka.

Mi Lover dan Lily kaget bukan main, mereka langsung sadar.

"Diego! Lepaskan aku!" pekik Mi Lover sembari menarik-narik tangannya yang terikat rantai besi.

Diego tersenyum kecut, berdecih. Dia memainkan pistol yang ada di tangannya dengan pandangan datar.

"Melepaskanmu adalah hal yang tidak akan pernah ku lakukan, Mi Lover." gumam Diego di antara ruangan itu.

Mi Lover mengepalkan tangan. Amarahnya langsung naik. "Apa kau marah padaku, Diego? Untuk apa? UNTUK APA?!" teriak Mi Lover sembari menahan air mata. "Seharusnya aku yang marah kepadamu! Kita hidup di masa yang sama, sejak kecil kita selalu bersama! Kita saling mencintai! Bahkan sudah bertahun-tahun kau menjadi tunanganku! Tapi sekarang apa... Kau malah selingkuh dengan wanita yang bernama Irene itu!" teriak Mi Lover.

"Selingkuh? KAU BILANG AKU SELINGKUH?!"

Mi Lover tertegun. Lagi. Lelaki itu membentaknya dengan sangat keras.

"Asalkan kau tau, wanita ular... Aku sama sekali tidak pernah selingkuh darimu." ucap Diego kelewat dingin, kakinya melangkah mendekati Mi Lover. Mi Lover terkejut saat Diego mencekik lehernya. Diego mengangkat tangannya yang memegang pistol tepat di depan kepala Mi Lover. "Kau dan aku memang hidup bersama sejak kecil. Kita saling menyayangi, saling melindungi, saling mencintai. Kesenanganku pada dirimu berubah menjadi cinta. Ya, itu memang benar!" ucap Diego tepat di hadapan wajah Mi Lover.

Mi Lover meneteskan air mata, melihat sorot dari lelaki yang dia cintai tengah memandangnya bagai musuh. Padahal sungguh... Mi Lover sangat mencintainya.

"Kau mengatakan padaku bahwa kau akan selalu mencintaiku dan menjaga hubungan kita. Kau yang selalu mengingatkanku akan arti sebuah hubungan. Kau juga yang mengingatkanku untuk tidak mendekati wanita lain. Tapi semuanya bohong!" geram Diego muak, saraf-saraf di sekitar rahangnya tercetak jelas.

"Diego...."

"Kau sendiri yang selingkuh! Kau tidak pulang seharian dan aku menemukan rekaman cctv yang merekam tindakan busukmu! Kau dan selingkuhanmu! Kau tidur dengan lelaki lain! KAU TIDUR DENGAN LELAKI LAIN DI SAAT AKU INGIN MENIKAHIMU!" teriak Diego marah.

Bayang-bayang itu kembali merasuki pikiran Diego. Sorot mata kebencian yang terlihat jelas, api dendamnya semakin membakar jiwanya. Diego semakin menambah kekuatan cengkramannya. Melihat wajah Mi Lover, itu mengingatkannya tentang rekaman dari cctv itu. Diego sangat marah! Dia membencinya! Benar-benar membencinya!

Mi Lover tercengang. "Diego... Kau salah paham."

"Salah paham?" geram Diego tak percaya, matanya menatap Mi Lover nyalang. "Lelaki yang menjadi selingkuhanmu itu mengaku jika kau yang merayunya, membawanya ke kamar hotel dan melepaskan semua bajunya. Ah! Sikap jalangmu memang sangat terlatih, Mi Lover."

"Tidak... dia... dia pasti berbohong!" ucap Mi Lover.

"Ketika aku menekan pisau di lehernya, bagaimana mungkin dia sempat berbohong, Mi Lover?" bisik Diego. Rendah. Dalam. Mengerikan.

Mi Lover menggeleng, mulai menangis ketika mendengar Diego menarik pelatuknya. "Diego... aku memang tidur dengannya. Tapi kau harus tau... saat itu aku sama sekali tidak sadar. Saat itu aku melihat wajahmu di wajah lelaki itu. Aku melakukannya sembari membayangkanmu."

Diego melepaskan cengkraman di leher Mi Lover, tapi pistolnya masih berada di kepalanya. "Bukankah kau tau aku tidak mungkin pergi ke klub malam-malam? Bagaimana mungkin kau mengira aku ada bersamamu malam itu?!" bentak Diego tidak percaya.

Diego mendorong pistolnya dan menekan kepala Mi Lover hingga membuat wanita itu memundurkan kepalanya. "Dengar... aku sangat membenci pengkhianatan. Orang yang berkhianat, harus aku habisi. Tidak peduli siapapun itu." geram Diego, nadanya mengancam.

Mi Lover merinding. Kata-kata Diego, pandangan matanya, bahkan helaan napasnya--semuanya. Menakutinya. Tapi dari semua itu yang lebih membuatnya takut adalah... Diego benar-benar ingin menghabisinya. Jemari Diego terlihat sudah siap menekan pelatuknya.

"Maafkan aku, Diego... Ku mohon..." rintih Mi Lover.

Lalu, pistol itu lepas--Diego menurunkan pistolnya. Mi Lover menghela napas, merasa lega. Tapi kelegaannya tidak bertahan lama. Diego berjalan tergesa, lelaki itu mendekati sebuah lemari yang berada di ujung ruangan. Diego membukanya, dan seketika itu mata Mi Lover langsung membulat, dia melihat berbagai macam bentuk dan ukuran pisau tertata dengan rapi di dalam lemari itu.

Mi Lover menggeleng panik. Oh tidak... Diego ternyata mengambil salah satu pisau darisana. Tajam sekali. Mi Lover bisa merasakan itu hanya dengan melihat pantulan cahaya dari sisi pisau itu. Diego sendiri kini tengah menatap ke arahnya dengan seringai menyeramkan.

"Kau kira aku akan memaafkanmu, Mi Lover?" ucap Diego sembari menyunggingkan senyumnya. "Kau salah besar."

Diego melangkahkan kakinya perlahan, mendekati Mi Lover. Setiap langkah Diego bagaikan alarm mematikan bagi Mi Lover.

"Menjauh dariku! Menjauh dariku, Diego!" teriak Mi Lover histeris. Air matanya langsung tumpah, membanjiri wajahnya. Dia bergerak-gerak gelisah, tangan dan kakinya berkali-kali ia gerakkan.

"Kakak ipar... bukankah dia itu tunanganmu? Kenapa kau tega melakukan ini?!" Lily angkat bicara, dia tidak tahan melihat nasib kakaknya yang sepertinya akan berakhir di tangan tunangannya sendiri.

Diego mengehentikan langkahnya, mengalihkan pandangannya pada Lily. "Kata siapa dia tunanganku? Apa dia yang mengatakannya?!" sentak Diego sembari melirik Mi Lover, matanya menampakkan binar marah.

Mi Lover merasakan dadanya berdebar. Jantungnya memompa keras ketika melihat tatapan Diego yang seolah ingin membunuhnya.

"Lihat ini," ucap Diego sembari memasukkan tangannya yang bebas ke saku, mengambil sesuatu dari sana. Sebuah cincin. "Aku tidak pernah menganggapnya sebagai tunanganku, dia sama seperti debu yang tidak berharga di mataku." ucap Diego tanpa melihat cincin yang dia genggam sebelum membuangnya dengan bantingan keras.

Mi Lover melihat itu, membuat tangisnya semakin jadi. Sampai sekarangpun, Mi Lover masih memakai cincin itu di jemarinya.

Lalu, tanpa bisa di cegahpun. Diego mulai menyiksa Mi Lover. Lelaki itu terus tersenyum, sementara pisaunya tengah mengukir sebuah luka. Diego menempelkan pisau itu di pipi Mi Lover kemudian mengarahkan pisaunya ke arah lengan gadis itu yang terikat ke atas. Menggores dalam kulit mulus itu yang membuat sang pemilik menjerit kesakitan.

"Diego, sakiitt...." rintih Mi Lover.

"Ini balasan karena telah mengkhianatiku."

Mata Lily melebar ketika ia melihat Diego menusukkan pisaunya di telapak tangan Mi Lover hingga darahnya mengalir. Mi Lover menjerit karena sakit.

"Jangan siksa kakakku, Diego... Ku mohon... hiks." Lily menangis sesenggukan karena takut kehilangan kakak satu-satunya.

"Diam atau ku tusukkan pisau ini ke dalam mulutmu?!" geram Diego kesal, matanya menatap Lily penuh ancaman.

Lily menunduk, menggigit bibir bawahnya menahan tangis. Tidak bisa melakukan apa-apa apalagi melawan Diego. Dia terus menangis, benar-benar tidak kuat melihat kondisi kakaknya.

"Arghh! Sakit...!!" Mi Lover meringis kesakitan, napasnya terengah-engah karena rasa takut yang begitu besar. Dia menatap nanar ke arah pisau yang menancap di telapak tangan kirinya.

Diego hanya tersenyum senang ketika ia mulai melihat darah mulai keluar dari telapak tangan korbannya. Dengan cepat Diego menarik pisau itu dengan kasar dan langsung menusukkan pisau tersebut ke telapak tangan Mi Lover yang lain.

Mi Lover berteriak, ketika pisau itu di lepaskan dengan begitu kasar rasanya sangat perih, di tambah dengan tusukan di sebelah tangannya yang lain. Mi Lover semakin nelangsa.

"Ini adalah hukuman karena kau berani menyentuh Irene-ku!" geram Diego sembari menekan pisau itu semakin dalam. Hingga terdengar suara 'kretek' di telapak tangan Mi Lover yang bolong.

Mi Lover menjerit lebih keras, benar-benar merasakan pisau itu menembus tangannya hingga berlubang. Sakit. Perih. Mi Lover tidak tahan.

"Jika saja kau bukan orang yang pernah aku cintai, kau pasti sudah aku lenyapkan." gumam Diego menatap Mi Lover dengan pandangan datar.

Mi Lover sendiri kini mulai melemah. Dia memandang Diego dengan sayu, matanya mulai tertutup. Sebelum kesadarannya menghilang, dia sempat mendengar Diego mengucapkan sesuatu.

"Ini baru awal. Jika kau berani menyentuh Irene, akan ku buat tubuhmu cacat seumur hidup." ucapan Diego seakan menjadi dongeng mengerikan bagi Mi Lover, sebelum kedua matanya tiba-tiba tertutup rapat.

Beberapa menit kemudian...

Mi Lover dan Lily pingsan, Diego dan Lucas masih berada di ruang bawah tanah. Diego menatap Alva tajam.

"Lepaskan rantainya." perintah Diego pada Lucas.

Karena Alva yang masih pingsan, begitu Lucas melepaskan rantai di tangannya, tubuh Alva langsung ambruk ke lantai. Lalu Lucas segera melepaskan rantai di kaki Alva. Kesadaran Alva kembali, matanya mulai terbuka.

"Sudah puas tidurnya, Alvaro Samuel?" tanya Diego datar.

Alva menatap pria yang duduk di kursi kebesarannya, tapi dia tidak bisa melihat wajah Diego karena ruangan cukup termaram di tambah kacamata hitam yang menghalangi kedua matanya.

Diego melepaskan kacamatanya, lalu menyilangkan kakinya di atas meja, matanya menatap Alvaro remeh.

"Diego Alvaro...." gumam Alva dengan tatapan kebencian. "Lepaskan aku, sialan!" maki Alva sembari berusaha bangkit.

"Lepaskan aku dari tempat ini! Cepat!" marah Alva seraya mengarahkan pistol ke arah mereka.

Lucas terkejut. Dia sama sekali tidak menduga jika Alva masih menyimpan senjata di balik punggungnya.

Dengan cepat, Lucas langsung menodongkan pistolnya tapi ternyata sebelum itu, Diego sudah lebih dulu mengangkat pistolnya dan...

DORR!!

Suara tembakan terdengar keras bersamaan dengan jeritan Alvaro. Pistol yang di pegang oleh Alva langsung jatuh karena tangan kanannya yang memegang pistol di tembak oleh Diego. Alva memegang luka tembaknya itu, rasanya sangat sakit. Alva membungkuk dan hendak meraih pistolnya, tapi tiba-tiba kaki seseorang menginjak pistolnya. Alva mendongak dan ternyata dia adalah Diego. Alva berdiri sepenuhnya dan menatap Diego penuh amarah, dia mundur beberapa langkah untuk menjauhi Diego. Diego menyeringai, dia menendang pistol itu secara tiba-tiba dan menendang perut Alva dengan sangat keras, hingga Alva langsung terpental ke dinding.

Alva terkejut ketika Diego mencengkram kerahnya lalu menariknya ke tengah-tengah ruangan tepat di bawah lampu di nyalakan.

"Aku sudah berkali-kali memperingatimu untuk tidak bertemu dengan Irene, Alvaro. Tapi kau masih tidak mau dengar!" geram Diego lalu menghempaskan tubuh Alva ke lantai. Alva langsung terbatuk, dia berdiri lagi.

Namun, Diego kembali mencengkram kerah Alva. "Kenneth Samuel, ayahmu itu telah menghancurkan hidup Irene! Dia membunuh ayah kandung Irene dengan licik! Ayahmu adalah awal kehancuran keluarga Irene!" desis Diego tajam.

Alva tampak terkejut. "A-apa... Apa katamu?"

"Ya! Benar! Orang yang telah menghancurkan hidup Irene adalah ayahmu sendiri, Alvaro sialan!"

"Jangan balaskan dendam kepadaku, Diego! Sungguh! Aku... aku tidak tahu apa-apa! Aku sama sekali tidak bersalah!"

"Kau bicara soal tidak bersalah?! Lalu bagaimana dengan apa yang pernah kau lakukan pada Irene dulu, brengsek!" Diego terlihat sangat marah. "Sama seperti kakakmu, kau juga berniat untuk memperkosa Irene saat kalian masih sekolah!"

"Sialan... hentikan omong kosongmu, Diego!" elak Alva sembari menekan tangan Diego yang mencengkram kerahnya.

"Kau yang berhenti!" sentak Diego, menatap Alva tajam. "Mungkin Irene masih tidak memberitahuku tentang perbuatanmu di masa lalu. Tapi aku tahu semua tentangnya, semua kejadian di masa lalunya--aku mengetahuinya." Diego mengangkat tubuh Alva dengan masih mencengkramnya. Tangannya sangat kuat. Alva terlihat ketakutan, sangat ketakutan.

Alva sulit mengucapkan satu huruf pun. Lalu, tiba-tiba pikirannya terlintas pada suatu kejadian di masa lalu dan menghilangnya Irene secara misterius. Kejadian dimana saat itu, hari sedang libur. Bayangan dimana ia dan Irene berada di dalam mobilnya, dia memang menginginkan Irene saat itu. Alva bernafsu untuk menyentuh Irene, dia ingin Irene seutuhnya.

"Ayahmu adalah dalang dari penculikan Irene. Pria tua itu yang menyuruh anak buahnya menculik Irene dan menjualnya ke New York! Kau tau itu?!" geram Diego masih mengangkat Alva, dia menguatkan cekalannya. Alva tidak bisa bernapas.

Alva menggelengkan kepalanya dengan kesulitan.

"Dan kakakmu, Jackson Samuel... Dia dengan bodohnya membeli Irene yang di jual oleh ayahnya sendiri!" Diego menggertakkan giginya, menahan amarahnya yang hendak meledak. "Kalian bertiga benar-benar keterlaluan!"

"Lalu sekarang, apa yang kau inginkan? Kau ingin balas dendam padaku? SILAHKAN!" teriak Alva, lalu tanpa dia duga, ternyata Diego benar-benar melakukannya. Diego membanting tubuh Alva hingga rasanya tulang-tulang Alva terasa retak.

"Seharusnya sejak dulu aku membunuh ayahmu, tetapi aku tidak melakukannya. Jangan kau pikir dia aman-aman saja. Belum... belum saatnya. Akan ku bunuh dia secara perlahan-lahan. Akan ku buat dia merasakan seperti apa itu neraka! Akan ku buat dia merasakan apa itu kehancuran! Aku pastikan dia lebih menderita dari Irene!" geram Diego.

Diego memerintahkan Lucas untuk menyerahkan laptop padanya. Diego mengetik sesuatu pada laptopnya, dia melakukan panggilan video. Tak lama muncullah orang yang berada di seberang video call itu.

"Dimana dia?" tanya Diego.

"Dia ada di belakangku, tuan." ucap Christian di seberang sana.

"Minggirlah! Aku ingin memberikan kejutan untuk putra kedua Kenneth Samuel." Diego tersenyum miring.

Alva yang mendengarnya menatap Diego. Pria berdarah psiko itu duduk di kursi kebesarannya. Ketika Diego membalikkan laptop ke arahnya, Alva terkejut melihat layar laptop itu. Terlihat ayahnya yang di ikat dalam satu bangku dan berteriak memanggilnya sembari menangis.

Ayah... kenapa kau menangis? Batin Alva terguncang.

"Anakku!" teriak Kenneth histeris.

"Ayah?!" Alva berusaha bangun.

"Christian, siram Kenneth dengan air garam!" perintah Diego, lalu Christian menurutinya. Alva lantas menggelengkan kepalanya. Tubuh ayahnya di penuhi luka. Lalu, jika dia di siram dengan air garam, maka....

"ARGHH!!" Kenneth menjerit keras. Tubuhnya bergerak-gerak kesakitan.

Alva marah, darahnya seakan mendidih dengan sangat panas. Dia menghampiri Diego dan mencengkram kerah kemejanya. Lucas yang melihatnya lantas mengarahkan senapannya, namun Diego memerintahkan Lucas untuk menurunkan senapannya. Diego terlihat tenang, tetapi.... lihat saja apa yang akan dia lakukan.

"Habisi dia!" perintah Diego pada Christian.

Suara tembakan pun terdengar beberapa kali, yang di iringi dengan jeritan-jeritan memekik Kenneth. Alva lantas melepaskan cekalannya dan membeku melihat layar laptop itu. Percikan darah terlontar-lontar dan menciprat sampai mengenai layar laptop disana.

"Tidak! Jangan! Jangan bunuh ayahku! Tidakkkk!!" pekik Alva dengan air mata yang bercucuran.

Alva bertekuk lutut di kaki Diego, memintanya untuk menghentikannya. Namun Diego tidak merespon, dia hanya tersenyum miring. Binar di mata birunya menatap layar itu dengan puas. Alva terdiam saat tak mendengar suara tembakan lagi, suara jeritan ayahnya juga tidak ada. Alva berdiri dan mendekatkan wajahnya di layar laptop itu. Alva tak berdaya saat melihat tubuh ayahnya yang tidak bergerak juga penuh darah.

"Tidak! Ini tidak mungkin!!" kata Alva.

"Bagiamana kejutannya, Mr. Samuel? Indah bukan?" tanya Diego tanpa merasa berdosa.

Kedua kaki Alva terasa lemas. Alva tumbang, tubuhnya jatuh ke lantai--bertekuk lutut, berteriak sekencang-kencangnya memanggil nama sang ayah dengan tangisnya yang pecah. Lalu tiba-tiba saja Alva berdiri dan membogem wajah Diego, membuat sudut bibir Diego berdarah. Sialan. Diego memegangi bibirnya sembari menatap Alva tajam. Diego tidak terima! Dia lantas berdiri, mencengkram kerah baju Alva dan mendorongnya ke meja sampai barang-barang di atas meja jatuh berserakan. Lucas bergegas untuk mengambil laptopnya. Diego mengeluarkan pisau lipat di balik sakunya dan membalas tindakan Alva dengan menyayat sudut bibir Alva hingga robek. Alva sampai mengepalkan tangannya sendiri menahan sakit.

"Kenapa? Kau marah dengan apa yang aku lakukan pada ayahmu?" tanya Diego.

"Kau benar-benar kejam! Aku bersumpah akan melenyapkanmu, Diego Alvaro!"

"Arghh!!" Diego membanting Alva ke lantai. "Aku tidak peduli! Manusia seperti ayahmu pantas mendapatkan ini! Dendam tetaplah dendam!" tambah Diego sembari mengepalkan tangan.

Diego melempar pisaunya ke leher Alvaro Samuel. Mata Alva terbelalak ketika pisau itu menancapnya. Diego mengambil senapan dari Christian, lalu mengarahkan senapan itu ke arah Alva. Alva hanya bisa pasrah melihatnya, ia tak berdaya.

"Kau terlalu meremehkanku, Alvaro Samuel." Diego menatap Alva tajam, penuh permusuhan. "Karena ulahmu dan ayahmu yang bodoh itu, kau dan keluargamu tidak pantas untuk hidup."

Alva menelan ludah. Ketakutannya makin menjadi ketika suara keras dari senapan itu memecahkan keheningan. Alva semakin tersiksa ketika merasakan peluru menembus dadanya, tepat di area jantungnya. Alva tergeletak dan menekan dadanya. Nafasnya sangat tercekat, nyawanya serasa makin tercabut dari raganya. Darah mengalir hingga ke lantai.

Diego melempar senapannya ke arah Christian lalu menyuruh Christian mengambilkan jas abu-abunya. Christian dengan cekatan memasangkan jas itu di tubuh Diego. Diego melenggang pergi seraya mengenakan kacamata hitamnya. Diego tersenyum puas. Dia lalu berjalan ke arah kamar mandi, hendak membersihkan noda darah di bajunya. Selama melangkahkan kakinya melewati lorong demi lorong, Diego memainkan pisau lipatnya itu. Diego memainkannya berkali-kali dengan melemparkannya ke atas dan menangkapnya lagi--sebagai tanda kepuasannya.

TO BE CONTINUED.

3727 kata. UWAWWW! Ina kebablasan gais ngetiknya wkwk๐Ÿ˜†

gimana pendapat kalian tentang chapter yg super puanjangg ini? Mengerikan? Hehe๐Ÿ˜‚

btw, kalian udah nunggu seminggu aku up yaaa:'v maafkan Ina gais, Inanya sibuk, selama tujuh hari itu aku nyiapain naskah Diego & Irene untuk di serahkan ke penerbit, karena tak lama lagi cerita ini akan berbentuk e-book! YEAYYY!

For your information, kayaknya chapter terakhir atau ending chapter gak akan aku publish disini ,kalian hanya bisa membacanya di versi e-book. Kayaknya yah kayaknya, belum pasti juga;)

oh iya, untuk ceritaku yang lain juga ada yg sudah berbentuk e-book lhooo. Nih,

Judulnya : My Possessive Bastard

Area dewasa (18+)

Genre : Romance, Billionaire, Gore

Castnya : Park Chanyeol EXO๐Ÿ’•๐Ÿ˜

Kalian bisa menemukannya di Wattpad yang sudah tamat, tapi udah di hapus random:v

Okee... aku hanya ingin memberitahu kalian. Jika ada yg berminat beli, aku sarankan kalian untuk beli sekarang! Karena playstore masih ngadain diskon e-book yg harganya di atas 40k akan di potong 40k juga. Alias kredit 40k!

Tuh, e-book aku kan harganya 45k , jadi kalo beli sekarang kalian cuma ngeluarin uang sebesar 5k saja! WOY LIMA RIBU DAONG GAK MAHAL!๐Ÿคฃ๐Ÿคฃ๐Ÿคฃ

Okee... cukup sekian infonya๐Ÿ˜˜

See you soon;)

Sayang kalian!!!๐Ÿ˜๐Ÿ’•

Go follow Instagram :

@nainaarc

@diego.alvaro01

@bae.irene01

Banyak spoiler loh di Instagram mereka!! ayo follow!