Gadis cantik yang masih belum mengeluarkan suaranya itu, kini tidak dapat lagi membendung air matanya.
Pelupuk matanya berair, matanya berkaca-kaca. Irene menggeleng pelan sambil berusaha melepaskan tangan Jakson yang mencengkram kuat pergelangannya.
"Lepaskan!" Hempas Irene. Dia mengepalkan tangannya marah, "Diego tidak berbohong! Dia sendiri yang mengatakannya!" teriak Irene penuh emosi.
Jackson mengerutkan kening. Wanita itu bicara apa? Diego yang sendiri yang mengatakan nya? Mustahil! Sungguh, dia tidak percaya. Tapi dia sedikit ragu, karena baru kali ini dia melihat keyakinan yang sangat besar dimata Irene.
Dengan linangan air mata, Irene menatap Jakson dengan tajam, "Ingat satu hal..." Irene melangkah mendekat, "Mulai sekarang kau tidak bisa memaksaku, apalagi menyentuhku. Jika kau berani... " Irene menggantungkan kalimatnya, sengaja membuat Jackson merasa terancam, "Kau akan mati ditangan nya." bisiknya rendah.
Namun Jackson hanya diam ditempat, matanya yang lancip bertatapan langsung dengan mata Irene yang berkilat tajam. Lelaki itu sempat menahan nafas. Suara Irene membuat bulu kuduknya berdiri.
"Karena aku. Milik. Diego." tekan Irene.
"Kau?!" geram Jackson. Dia menunjuk wajah Irene, "Berani sekali kau?!"
Irene menghapus air matanya yang telah mengenai rahang bawahnya. Lalu tersenyum sinis sembari mengangkat kepalanya tinggi-tinggi.
"Apa?!" jawab Irene -menegakkan dagunya angkuh, menantang Jackson.
Kepala Jackson memanas. Otot-otot dilengan nya mengetat. Jackson menggertakkan giginya, rahangnya mengeras. Menunjukkan amarahnya benar-benar naik, "Kau pikir aku akan takut?!"
Mata Jackson melototi Irene dengan seram.
Kemudian ...
PLAK!
"Akhh..!" Kepala Irene terhuyung kebelakang. Dia meringis -hampir berteriak kala sebuah tamparan mendarat di pipinya yang mulus. Sangat sakit! Jakson menamparnya dengan keras hingga membuat wajahnya menjadi merah.
"Kurang hajar!" geram Irene pelan, menahan sakit. Dia memegangi pipinya yang terasa nyeri.
"Bagaimana rasanya? Sakit?" tanya Jackson dengan tatapan dinginnya. Mendadak pria itu melangkah maju dan otomatis Irene bergerak mundur.
Tangan besar milik Jackson mengepal. Wajahnya tampak mengerikan dengan urat-uratnya yang menguar, lalu beberapa detik kemudian dia beralih menarik rambut Irene. Menariknya kuat. Membiarkan gadis itu merintih kesakitan.
"Hiks! Hentikan, Jackson!" pinta Irene sembari menatap Jackson dengan matanya yang berkaca-kaca, "Kumohon... hiks!!" air mata Irene menetes.
"TIDAK! KAU HARUS DIHUKUM!" bentak Jackson penuh amarah.
"Jackson... kumohon lepaskan... hiks!"
Irene menangis tersedu-sedu tatkala cengkraman dirambutnya semakin kuat, kepalanya seperti mau lepas. Gadis itu merintih dengan pilu, memohon agar pria itu melepaskan kepalanya. Tapi Jackson tetap diam, dia menyeringai dengan jahat. Irene berusaha melepaskan diri, dia berteriak minta tolong. Dia tau, ruangan itu tidak kedap suara. Dan Irene yakin, jika suara tangisan nya terdengar sampai luar. Tapi... tidak ada satu orangpun yang datang. Dia tidak bisa melawan, dia terlalu lemah untuk Jackson yang kuat. Sekarang, Irene tidak bisa berbuat apa-apa.
"Bajingan!! Lepaskan aku!" teriak Irene dengan pandangan penuh kebencian. Emosi dan kesedihannya sudah berada diujung tanduk.
Jackson menahan geraman, mata birunya berkilat -memperingati, "Aku sudah muak dengan mulut kotormu. Sekarang. Kau akan tau. Apa itu neraka." bisik Jackson rendah. Dalam. Mengerikan.
Irene merasa lidahnya kelu. Dia sangat ketakutan hingga tidak mampu untuk bicara. Ancaman Jackson menakutinya. Terlebih ketika merasakan helaan napas Jackson yang mengenai lehernya. Irene bergidik.
Tapi tak lama setelah itu, tubuh Irene yang melemah hampir saja jatuh karena gerakan tiba-tiba yang Jackson lakukan, pria bertubuh kekar itu menyeret paksa tubuhnya yang kecil untuk mengikuti langkahnya.
Irene semakin ketakutan ketika mengetahui kemana pria itu membawanya pergi.
"A-ampun Jackson... jangan lakukan itu! Kumohon!" Irene menggeleng ketakutan saat mereka tiba didepan sebuah pintu kamar.
Namun, Jackson mengabaikan Irene dengan mendorongnya ke dalam. Membuat gadis malang itu terjerembab di lantai. Seketika badan Irene gemetar karena kekasaran yang dia alami, Jackson membantingnya seperti barang.
"Hiks.. hiks..." Irene tidak bisa menghentikan tangisan tergugu di wajahnya. Dia mengusap-ngusap lututnya yang memar.
Suara pintu yang sedang dikunci membuat Irene mengangkat kepalanya. Matanya melebar ketika Jackson melempar kunci itu ke atas lemari yang cukup tinggi.
Kemudian Jackson mendekati Irene dengan perlahan. Senyuman licik tercetak jelas di wajah Jackson kala melihat sinar ketakutan yang teramat besar dibola mata Irene yang indah.
Srek!
"Sini!" Jackson kembali menarik rambut Irene.
"Akhh...! Ssakiiitt...!" Dengan kejam, Jackson memaksa Irene untuk berdiri. Irene memejamkan matanya -tidak kuat dengan rasa sakit di kepala dan kakinya.
"Ja-jackson..." rintih Irene. Kepalanya mendongak ke atas karena tarikan yang tidak henti-hentinya menarik rambutnya.
Dengan wajah yang dibanjiri air mata, Irene mencoba untuk melepaskan cambakan di kepalanya lagi. Gadis dengan tatanan rambut yang acak-acakan itu memberontak, memukul, mencakar-cakar tangan besar yang mencengkram kepalanya. Dia tidak tahan lagi. Ini terlalu sakit..
Sebaliknya, pria iblis itu tertawa keras. Membuat tawa kejam milik Jackson menggema di telinga Irene.
Batin Irene mencelos. Ini penghinaan!
Irene bisa merasakan betapa jatuhnya harga dirinya saat ini. Perlakuan kejam, penyiksaan, dan kesakitan yang dia alami berkali-kali membuatnya menderita. Jika boleh memilih, Irene akan mengakhiri hidupnya.
Tapi, apakah hidup selalu merasakan duka? Apa begitu hinakah dia sampai kebahagiaan tidak mau menghampirinya?
Irene menjerit. Dan tangisnya menjadi.
Setiap orang melakukan apa yang menurut mereka benar. Tapi tidak ada yang memikirkan perasaan seorang Irene. Bagaimana keadaannya, dan apa yang dia rasakan?
Seperti inikah hidup di dalam neraka? Penyiksaan macam apa ini? Ketika seseorang dengan berani menarik rambutmu lalu kau diseret layaknya binatang?
Irene menangis dalam diam.
-
Tawa yang semula memenuhi kamar bernuansa gelap itu, tiba-tiba tidak lagi terdengar. Jackson berhenti tertawa dan kini, bibirnya mendekati telinga Irene. Membisikkan sesuatu disana.
"Hukumanmu adalah melayaniku. Apa kau mengerti?" bisik Jackson pelan sembari menunjuk sesuatu didepan dengan dagunya.
Irene mengikuti maksud Jackson dan melihat apa yang ada didepannya.
Ada ranjang dan beberapa kondom disana.
Irene memandang nanar apa yang dilihat oleh matanya. Bahkan untuk menelan ludahnya sendiri, rasanya sangat sulit -dia seperti menelan batu. Dia hanya bisa berdoa apa yang akan terjadi setelah ini hanyalah sebuah mimpi.
Tapi, Ini akan jadi mimpi buruk. Atau lebih tepatnya, sebuah kenyataan pahit.
Bercinta dengan boss keji seperti Jackson?
Tidak!
Irene menggeleng keras, apakah dia harus menyerah?
Diego .... tolong aku!
To be continued.