Chereads / Diego & Irene / Chapter 14 - Chapter 14 : Biarkan Aku Memilikimu Malam Ini

Chapter 14 - Chapter 14 : Biarkan Aku Memilikimu Malam Ini

At ALVARO'S Mansion. New York - USA | 09:00 PM.

Derap langkah terdengar menggema ketika Irene memasuki sebuah ruangan luas yang sangat memukau dimatanya. Tempat pemisah antara teras dan ruang tamu ini terlihat begitu anggun dan megah memanjakan mata. Area foyer bernuansa putih gading itu begitu cantik dengan dua ruas tangga yang terletak bersisian serta ditemani sebuah lampu kristal yang menggantung ditengah-tengah langit ruangan. Dinding halus bercat putih tampak bercahaya dengan lilin yang menyala membuat ruangan itu terasa hangat.

Irene terpana.

Ruangan seindah dan semegah ini, sebenarnya, selera apa yang dimiliki Diego hingga mampu membangun sebuah ruang utama ini tidak tertandingi?

Ah, pasti karena uang nya yang sangat banyak.

Yeah, setidaknya itu adalah opini terbaik yang bisa dia ambil. Irene menatap ke sekeliling, semua orang disini memakai pakaian formal dan berkualitas yang sama persis. Irene mengernyit. Apa jangan-jangan mereka semua ini adalah...

"Nona muda, mari saya antarkan ke kamar Anda." Suara wanita muda membuyarkan segala pikiran dikepala Irene. Dia langsung menoleh, dan mendapati seseorang yang cantik menatapnya hangat.

Irene hanya mengangguk. Dia melihat pakaian wanita itu. Ah, ternyata benar mereka semua adalah pelayan di istana ini.

Pelayan itu pun mengantar Irene ke lantai dua dengan menaiki tangga. Begitu dia sampai, Irene terdiam ditempatnya berdiri. Irene berdiri tepat didepan pintu dari kayu ek dengan ukiran emas sebagai nametag bertuliskan nama 'My girl'.

Irene menatap tulisan itu, pipinya bersemu merah. Oh, apakah Diego semanis ini? pikirnya dalam.

"Ini adalah kamar yang disiapkan tuan besar Diego untuk anda, nona. Silahkan." Pelayan itu tersenyum lalu dia menundukkan kepalanya -memberi hormat. Lalu membukakan pintu dan membiarkan Irene masuk.

Begitu Irene membuka pintu beberapa pelayan menyambutnya lagi, membungkuk hormat. Irene tercengang, bukan karena sepuluh pelayan yang membungkuk melainkan dekorasi mengagumkan yang memenuhi ruangan ini. Kamarnya.

Irene berjalan pelan, matanya yang lentik menjelajahi seluruh ruangan. Warna putih dan abu-abu cerah mendominasi kamar, tampak elegan, dengan lampu cantik menghiasi langit.

"Semuanya sudah kami rapihkan, nona. Silahkan nona istirahat..." ujar salah satu pelayan.

Irene menjawab dengan senyum diwajahnya, mereka pun membungkuk lagi lalu satu persatu keluar meninggalkan Irene sendiri.

Karena bingung mau melakukan apa, Irene memutuskan untuk duduk diatas ranjangnya. Bertopang dagu sambil memikirkan bagaimana caranya dia bisa mendapat pekerjaan. Ya, dia harus menghasilkan uang, supaya dia bisa pindah ketempat yang dia sewa nanti, entah itu kost atau apartemen sederhana. Satu atap dengan Diego, rasanya Irene seperti mengikuti ujian adrenalin. Jantungnya selalu berdetak tak karuan saat bersama pria itu. Geez! Ini tidak baik! Ternyata berdekatan dengan Diego tidak baik untuk kesehatan jantungnya.

"Kau sedang memikirkan apa?" suara bernada berat tiba-tiba terdengar mengejutkan Irene.

Irene langsung menoleh, mendapati Diego yang baru saja masuk dengan setelan baju bergambar channel dan celana pendek ditubuhnya, menghampirinya dengan senyum tipis.

"Bukan apa-apa, Diego." jawabnya singkat.

Diego duduk disebelah Irene. Matanya memandang lurus ke arah Irene yang juga menatapnya. "Kau suka kamarnya?" bisiknya.

Irene tersenyum. Dia langsung berkedip, berapa kali dia tersenyum hari ini? Dan kenapa dia merasa selalu ingin tersenyum saat ada Diego didekatnya? batinnya heran.

"Suka."

"Kalau begitu, ayo kita kencan."

"Wait, apa katamu tadi? Kencan?" Irene membulatkan matanya, bibirnya sedikit terbuka.

"Right. Ayo kita kencan lagi."

Irene menggeleng cepat sambil membentuk huruf X didepan dadanya menggunakan kedua tangan.

"Big no no!" ucapnya tegas. Wanita itu memasang wajah galaknya. "Kau ini, tiga jam lalu kita baru saja kencan, dan kau meminta kencan lagi?"

Diego berdecak. "Iya! C'mon, Irene!" bujuknya dengan wajah tampannya yang tampak kesal.

"Tapi aku udah kenyang, kamu pasti ngajak makan lagi. Gak mau, ah!" tolak Irene sambil membalikkan badannya, menolak menatap Diego.

"Kata siapa aku akan mengajakmu makan. Aku mau kita melakukan nya disini.

"Hah?" Irene gagal paham.

Irene melirik jam dinding. Sekarang sudah lewat tengah malam, dan lelaki ini malah meminta kencan dengannya. Irene mengernyit. Wait? Seriously? Kencan di malam-malam begini?

"Eh, Eh... eh! Diego? Ngapain kau buka baju disini?!" pekik Irene yang terkejut saat tiba-tiba Diego membuka kaos putih yang dia pakai. Saking terkejutnya, gadis itu bahkan langsung berdiri dan memojok ke dinding.

Diego menatapnya lurus, tersenyum samar. "Well, melihatmu sedekat ini membuatku gerah." jawabnya santai. Diego melemparkan baju itu kebelakang, lalu mengunci pintunya.

Irene menelan ludah. Diego berbalik lalu meletakkan kunci itu kedalam saku celananya tanpa melepaskan matanya dari Irene.

"No! Jangan kesini, Diego! Kau mau apa?!" teriak Irene yang mendadak panik begitu Diego melangkah kearahnya.

"Kencan." jawab Diego.

Irene menatapnya horor.  "Aku gak paham!" dengkusnya kesal. Ini aneh! Tidak pake baju saat berkencan dan tatapan Diego yang terasa menelanjanginya membuat kepala Irene berputar seratus kali.

"Kalau mau kencan aku mau ke taman, bukannya dikamar sama gak pake baju kayak gini!" pekik Irene kesal sembari menatap Diego penuh peringatan.

Irene meraba dinding dibelakangnya, jantungnya memompa keras, dia keringetan. "Diego?" gumamnya tertahan. Diego sudah berdiri didepannya, memandanginya.

Diego menunduk, menarik satu sudut bibirnya keatas, menyeriangi. "Kenapa? Kau takut?"

Irene langsung merasa hawa tidak mengenakan disini. Dan seringaian itu... Oh God! Irene tau betul jika Diego orang yang nekat. Jika lelaki itu menginginkan sesuatu maka dia akan mendapatkannya, bagaimana pun caranya. Karena itu Irene buru-buru bergerak pergi darisana untuk menghindari hal yang tidak dia inginkan jika saja cekalan Diego ditangannya tidak menahannya.

"Mau kemana kau, Irene?" ucap Diego sambil menarik tubuh Irene.

Tidak hanya itu saja, Diego juga langsung menghantamkan punggung Irene ke dinding dan mengurung gadis itu dengan kedua tangannya.

"Lepaskan, Diego!" ringis Irene. Astaga, punggungnya langsung nyeri. Tenaga Diego ternyata sangat kuat, bahkan dia tadi melihat Diego hanya mendorong tubuhnya saja, tapi kenapa rasanya sangat sakit.

"Kalau aku tidak mau?"  ucap Diego santai.

"Aku akan membunuhmu!"

Diego menyeriangi lagi. "Haha, ternyata gadis macan-ku ini makin galak saja. Tapi aku suka." kekehnya.

"Aku serius!" pekiknya tak tahan, dia langsung memukul dada Diego dengan keras. Diego memancing emosinya.

Alih-alih berharap dia akan lepas justru dia semakin terkurung. Melawan Diego sama saja dengan membuat lelaki itu malah semakin menekan tubuhnya.

"Hen-hentikan!" Irene merasa sesak. Sedikit meringis, tubuhnya dihimpit oleh dada Diego yang keras.

"Sepertinya kita terlalu mengurai waktu, jam berapa sekarang?" ucap Diego sembari melirik jam tangannya.

Diego tersenyum licik. Irene terdiam. "Well, sepuluh menit waktu ku di buang. Tapi aku tidak keberatan." jeda Diego. Dia mendekati telinga Irene. "Kita akan mulai. Sekarang." bisiknya serak.

Irene langsung menggeleng. Dia tidak mengerti ucapan Diego, tapi nalurinya mendorong dia untuk menolak.

"Aku gak mau kencan. Aku mau tidur! Pergi sana!" pekik Irene kesal sembari mendorong tubuh Diego. Tapi percuma, tubuh Diego bahkan tidak bergerak sedikitpun. Bagai sentuhan jari, tubuh Diego sama sekali tidak bergerak. Lelaki itu malah memajukan tubuhnya dan merapatkan tubuh mereka. Oh God... Irene merinding merasakan hembusan napas Diego di lehernya.

Irene memejamkan matanya kesal. "Diego. Lepaskan aku! Apa yang kau inginkan?!" pekik Irene pasrah.

"You. I want to making love with you, Irene."

Damn!

Seketika ucapan Diego membuat Irene menahan nafasnya. Dia terkejut. Sangat. Sangat terkejut. Bahkan jantungnya pun sudah memompa keras. "A-apa?"

Diego menyorot tajam pada mata Irene yang cokelat keemasan. Lelaki itu mendekatkan wajahnya lalu menyelipkan untaian rambut Irene ke belakang telinga. Dia berbisik disana. "Aku mencintaimu, Irene. Please... biarkan aku memilikimu malam ini." bisik Diego dengan suara beratnya.

Setelah satu kecupan lembut di bibir dan pelukan erat di punggung lalu disusul dengan erangan Diego ditelinganya, Irene tidak bisa melakukan apa-apa selain mencengkram pundak Diego, bahkan pernyataan cinta yang Diego ucapkan, Irene hanya diam. Ini terlalu sulit, otaknya mendadak konslet. Dia tidak bisa berpikir disaat Diego terus menyerang dirinya. Lelaki itu mencium bibirnya lebih keras, melilitkan lidahnya dengan gerakan yang sensual. Irene tergelitik, Diego mengelus perutnya setelah tangannya berhasil menerobos masuk. Irene mendesah. Diego menekan kepala belakangnya, menekan tengkuknya dengan erat, menyelusupkan lidahnya lebih dalam. Mereka saling beradu, erangan memenuhi ruangan. Semakin intens, menghantarkan Irene kedalam gairahnya yang besar.

"Please, Irene... say something. Reply me." desah Diego disela-sela ciumannya.

To be continued.