Chereads / Diego & Irene / Chapter 17 - Chapter 17 : Love Me Like You Do

Chapter 17 - Chapter 17 : Love Me Like You Do

Diego menatap Irene dengan intens. Kecantikannya terpancar di bawah cahaya bulan yang mengintip malu dari balik jendela kamar. Perlahan namun pasti membuat sesuatu di bawah pangkal paha Diego menegang. Wajah merah merona dengan hidung lancip yang memerah serta mata jernih milik Irene yang menatapnya sayu membuat Diego tidak bisa menahannya lagi.

Diego lantas mengecup dahi Irene dengan penuh kelembutan. Kemudian kembali menatap Irene dengan sorot damba.

"Izinkan aku menghapus bekasnya, can i? bisik Diego tepat didekat telinganya.

Lagi-lagi Irene hanya bisa mengangguk. Dia sama sekali tidak punya pemikiran untuk menolak Diego. Apapun itu. Bahkan dia tidak bisa berpikir jernih, yang dia tau, dia harus membersihkan bekas ini. Dia ingin terbebas dari bekas menjijikan Jackson. Dan ketika Diego mampu melakukan itu untuknya, Irene menerimanya.

Seperti yang dia duga, Diego benar-benar melakukannya. Lelaki itu menciumnya dimana-mana. Di pundaknya.... di lehernya.... naik ke dagunya.... pipinya.... kemudian memutuskan untuk bermain lebih lama di bibirnya.

Oh Lord..... Sepanjang itu pula Irene terus menahan napas. Terlebih ketika Diego melumat bibirnya dengan lumatan nikmat yang membuat Irene lupa daratan. Ciuman yang liar, kasar, dan lembut menjadi sebuah perpaduan intim. Damn! Semua itu membuat Irene melupakan semua hal termasuk Jackson. Dia bahkan tidak sadar jika dia turut membalas ciuman Diego, sementara Diego telah membaringkannya di atas ranjang.

"Kau ingin aku menciummu dimana lagi, Irene?" desis Diego serak begitu ciuman mereka terlepas.

Wajah mereka begitu dekat, hingga Irene bisa melihat dengan jelas kedua mata biru Diego tengah menatapnya penuh gairah. Kedua napas mereka sama-sama memburu. Sementara itu Irene tidak bisa fokus, pikirannya benar-benar blank. Dia bahkan tidak bisa menemukan jawaban untuk pertanyaan Diego.

"Apa mungkin aku harus menciummu disini?" bisik Diego serak sebelum dia menurunkan kepalanya.

God.... siksaan nikmat bagai beludru menghantam tubuh Irene. Rasanya panas, seluruh tubuh Irene mendadak panas. Irene bahkan langsung melengkungkan tubuhnya ketika bibir lelaki itu turun ke dadanya dan mengecupnya disana. Akal sehat Irene seakan terenggut, sementara kenikmatan terus menggerogotinya. Tidak! Dia tidak bisa menahan semua ini. Diego Alvaro benar-benar membuatnya kehilangan kewarasannya. Lelaki ini benar-benar godaan. Diego sama sekali tidak memberikan Irene kesempatan untuk menolak bahkan terus-menerus mencumbu tubuhnya.

Ketika Diego kembali menaikkan kepalanya dan membuat wajah mereka sejajar, Irene bisa melihat jika saat ini manik biru milik Diego tengah menatapnya seakan-akan dia adalah santapan. Kilatan dimata birunya memperlihatkan dengan jelas jika Diego sangat-sangat berhasrat. Dan ketika Irene mengalihkan pandangannya untuk menghindari tatapan Diego yang melemahkannya, entah kenapa rambut hitam Diego yang acak-acakan malah membuat lelaki ini terlihat semakin seksi di matanya.

Ya Lord! Semua itu berhasil membuat Irene kembali menahan napasnya, terlebih ketika Diego menurunkan wajah untuk mencium lekukan lehernya.

"Jangan pernah menyuruhku untuk berhenti." bisik Diego serak sebelum menyerang leher Irene dengan hisapan bibirnya. Kedua mata Irene terpejam, dia yakin jika besok semua ini akan membekas.

"Aku tau, kau ingin sekali aku yang menghapus bekas ini." bisik Diego seraya menciumi leher Irene yang harum. Kulitnya terasa halus dibibirnya.

"Ahhh...." Irene mendesah menahan siksaan belaian Diego di area sensitifnya.

"Kita akan mengakhiri semua ini, Irene. Kau tidak boleh memikirkan hal lain yang menyakitimu. Kau hanya boleh memikirkan aku. Hanya aku." bisik Diego sebelum kembali mencium bibir Irene.

Di sela-sela ciuman itu, satu tangan Diego tidak lagi menahan beban tubuhnya, melainkan turun ke paha Irene. Diego membelai pahanya dengan lembut, merasakan kelembutan dan kehalusan kulit Irene di tangannya.

Diego semakin bergairah. Kemudian dengan sebelah tangannya yang lain, ia mengusap rambut panjang Irene, lalu menarik tengkuknya untuk memperdalam ciuman mereka.

"Seluruh tubuhmu, aku menyukainya. Tidak ada yang boleh menyentuhmu selain aku. Kau milikku, Irene." Diego mendesis serak usai ciuman itu terhenti, matanya yang kelam tampak indah disinari cahaya, membuat Irene semakin terbuai dengan lelaki ini.

"Diego...." Irene menggigit bibirnya dalam kepasrahan yang nyata. Dia lantas menutup matanya dan mengalungkan lengannya di leher Diego dan memeluknya erat.

Irene tidak menginginkan hal lain selain sosok Diego. Dia membutuhkan sentuhan dan kasih sayang dari lelaki ini. Dia tidak ingin berhenti. Dia harus meneruskan kegiatan yang membuat darahnya berpacu cepat seperti ini.

***

The Next Day. At ALVARO'S Mansion. 07:00 AM.

Irene terbangun dengan kondisi badan yang dipenuhi memar merah. Sayup-sayup matanya mulai terbuka. Cahaya matahari dari dinding kaca menyambut Irene dari tidurnya.

Irene mengusap mata untuk menyesuaikan cahaya yang masuk melalui retina matanya. Ia kemudian buru-buru duduk ketika menyadari dia hanya sendirian di kamar tidur yang Irene tempati saat ini. Interior dan dominasi warna hitam dengan aksen putih yang indah menjadi pemandangan yang dapat Irene lihat. Irene mengedarkan pandangannya, mencari Diego. Namun dia tidak dapat menemukan sosok lelaki yang semalam telah membuatnya kehilangan akal sehatnya itu.

Oh Tuhan..... lelaki itu. Mengingat kejadian semalam membuat Irene langsung menutupi wajahnya. Ia benar-benar merutuki dirinya ketika merasa semua sendinya sudah dilolosi. Terlebih pada tubuh bagian bawahnya.

Kemana perginya Diego? -Irene membatin tidak tenang.

Irene mengernyit ketika ia berusaha untuk menggerakkan kakinya, rasa nyeri di intinya sakit sekali. Karena itu dia memilih untuk menunggu kedatangan Diego sembari menarik selimutnya untuk menutupi dadanya yang membusung.

Di antara keheningan di ruangan itu, pintu kamar tiba-tiba terbuka. Sosok tampan berjalan dengan tenang, sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman. Rambutnya telah disisir rapi kebelakang. Jambang tipis tumbuh di sepanjang dagu dan rahangnya yang kokoh. Setelan berwarna putih dan neavy yang membungkus tubuh atletis itu membuat pesonanya benar-benar mengagumkan. Begitu tampan namun memiliki aura menakutkan. Setidaknya itulah yang dipikirkan Irene.

"Kau sudah bangun?" tanya Diego sembari berjalan menghampiri Irene, lalu mengambil duduk di samping kirinya. Di angkatnya dagu Irene, kemudian mencuri satu kecupan di bibir mungilnya.

Irene yang hendak menjawab mencebik. Dia menatap kesal ke arah Diego yang kini menyeriangi ke arahnya. "This Devil! Pergilah.... aku mau mandi!"

Diego malah tertawa geli. "Okay, okay.... Setelah itu kau harus turun ke bawah dan makan bersamaku, jangan terlalu lama. Kau paham, beauty?"

Irene lantas mengangguk dan mendorong dada Diego, hendak mengusir lelaki itu agar segera pergi dari hadapannya.

Sementara itu Diego sama sekali tidak menunjukkan bahwa dia akan pergi kebawah dan meninggalkannya, justru lelaki itu malah mendekatkan wajahnya hingga matanya bertemu pandang dengannya. Ia mengusap peluh di dahi Irene dengan lembut, menatap mata teduh dan sendu Irene yang tampak kelelahan dengan penuh kehangatan.

"Apa kau bisa berdiri tanpa bantuan ku?" tanya Diego lembut dengan sorot mata yang begitu khawatir. Dia tahu jika rasa sakit di bagian bawah tubuh Irene membuat gadis itu kesulitan bergerak. Diego tidak suka ini.

Irene menggigit bibir bawahnya kuat saat tiba-tiba rasa nyeri itu menjalar, dia meringis kecil. "A-aku bisa sendiri."

"Tapi kau kesakitan. Aku harus membantumu."

Irene menggeleng keras menolak bantuan Diego. Dia langsung berdiri hendak menuju kamar mandi, namun baru saja dia melangkahkan kakinya rasa sakit itu datang lagi dan seketika tubuhnya kehilangan keseimbangan.

Tapi kemudian.....

"Diego!" Irene langsung memekik menyadari tubuhnya sudah melayang.

Oh shit. Untung saja dia tidak jatuh. Lelaki ini mengangkat tubuh Irene dengan sangat mudah, membawanya ke arah kamar mandi tanpa mengeluarkan suara sedikitpun.

"Terimakasih kau sudah menolongku, Diego."

Diego melirik Irene di bawahnya, dia tersenyum samar. "Tidak. Kau tidak pantas berterima kasih kepadaku, Irene."

Irene mencengkram selimutnya agar tidak lolos dari tubuh telanjangnya, dia mengerutkan keningnya saat melihat perubahan wajah Diego yang begitu cepat.

"Diego?!" suara jeritan seorang wanita tiba-tiba datang dari arah pintu.

Irene mengangkat kepalanya dan melihat seorang wanita berdiri di depan pintu. Wajah cantik dan kulit eksotisnya mengeras melihat kemesraan mereka.

"Mi Lover?"

To be continued.