Chereads / Diego & Irene / Chapter 23 - Chapter 23 : Fuck You Harder

Chapter 23 - Chapter 23 : Fuck You Harder

Entah karena seringai Alva yang kejam, ataupun karena nada suara dari anak lelaki itu yang kelewat dingin, detik itulah Gilang sadar kalau Alva tidak main-main dengan ucapannya.

"Alva akan membunuhku. Tidak! Sebelum dia membunuhku, akulah yang akan membunuhnya!"--batin Gilang.

Gilang mengeluarkan pisau lipat dari belakang saku celananya

"Kenapa? Apa kau takut?" Gilang berusaha menormalkan suaranya yang sedikit bergetar. Lalu di angkatnya pisau tajam itu ke arah Alva.

Alva tidak nampak terkejut. Lelaki itu hanya tersenyum kecil melihat tangan Gilang yang gemetar. Lalu dengan langkah pelan, Alva berjalan menghampiri Gilang.

"Kaulah yang takut." seperti bisa membaca pikiran Gilang, Alva terkekeh. Dan seperti yang Alva harapkan, seiring dengan langkah kakinya yang semakin dekat, Gilang dan Tom menarik mundur kakinya.

"Ternyata aku tidak salah, Pak. Kau memang pecundang." Alva tertawa mengejek.

"Ap-apa kau bilang?!" Gilang yang tersinggung dengan ucapan Alva mulai naik darah. Dengan tangan masih mengacungkan pisau, Gilang menyerbu dan mencoba menyerang Alva.

Mungkin melihat usia Alva, lelaki itu bukan orang yang sepadan melawan Gilang. Tapi otot-otot disepanjang lengan Alva, tubuh jangkung menjulang, serta insting membunuhnya, Alva dapat dengan mudah melepaskan senjata dari tangan Gilang, lalu mengunci kedua tangannya ke belakang.

"Bapak lemah sekali, tubuhmu besar tapi otakmu kecil." ejek Alva dengan desisan di belakangnya. Gilang makin emosi, anak itu kembali menghinanya.

Tak mau membuang waktu, Alva menekan tangan Gilang hingga suara pergeseran tulang dilengannya terdengar. Tom yang melihatnya, hanya bisa menelan ludah, bahkan ketika Gilang menjerit, dia memandang ngeri kondisi Gilang yang terkuai lemas di tanah.

Alva menatap Gilang tanpa balas kasihan, lalu dipungutnya pisau milik Gilang. Dengan satu ayunan ringan namun kuat, sebuah pisau kini menancap di dada sebelah kiri Gilang. Perlahan darah mengalir deras dari dadanya.

"TIDAK!"

FLASHBACK OFF

***

"Okay. I want you. Now!" Ucap Diego pelan. Penuh emosi.

Irene terbelalak. "A-apa?"

"Your heard it."

Diego menghapus jarak di antara mereka. Meraih pinggang Irene, merapat tubuh mereka. Bibir Diego mendarat di leher Irene--memberikan gigitan kecil disana.

"Diego...." erang Irene, berusaha mendorong Irene. Namun tidak bisa. Diego menahannya. Sangat kuat.

"Prove it. As you said before." bisik Diego. Dia menjauhkan wajahnya, menatap Irene. "Kenapa? Kau berubah pikiran?"

Belum sempat Irene menjawab, Diego kembali menciumnya. Kali ini dibibir. Melumat dengan gerakan lembut--menggoda, merayunya agar bibir itu terbuka. Irene memejamkan mata, tidak tahu harus apa. Bibir Irene akhirnya terbuka, membiarkan Diego melanjutkan sisanya.

Darah Irene berdesir. Ciuman Diego, sentuhan tangannya, cumbuannya--semuanya membuatnya gila. Tapi yang membuat Irene makin gila Diego masih menciumnya, membopong tubuhnya dengan gaya bridal, membawanya masuk kedalam kamarnya yang mewah. Diego menutup pintu kamar dengan kakinya, menurunkan Irene, tapi ciumannya tidak lepas.

Irene mengalungkan tangannya di pundak Diego. Kakinya lemas. Tapi untungnya Diego menahan tubuhnya.

"Diego...." Irene melepas pagutan mereka, menarik napas sebanyak mungkin. Bibir Diego ganti mencumbu lubang telinganya. Irene melenguh, jemari Diego sibuk melepaskan kimono mandinya.

"Diego...."

"Hm?"

"Temui Mi Lover, kau berjanji mengajaknya pergi." erang Irene pelan. Berusaha mengalihkan perhatian Diego dari semua ini, dia tidak tahan.

Diego memutar bola matanya, kemudian terkekeh. "Biarkan saja dia, kita belum selesai." ucap Diego serak. Lalu...

"Ahh..." Irene mendesah, tangan Diego menyentuh pusat dirinya. Membuatnya panas.

"Diego...."

"Yes, baby?"

"Ranjangmu," erang Irene pelan, ingin segera menyudahi ini. Makin cepat ini selesai--makin cepat dia pulang. Tapi sayangnya, Diego berpikir lain.

"Kita tidak butuh itu," ucap Diego serak, kilat gairah terlihat dimata birunya. "*I will fuck you harder, but we do it glass. This's more interesting, honey. *"

Apa? Bercinta di kaca?

Belum sempat Irene memprotes, Diego mendorongnya--menyandarkannya ke kaca besar yang menjadi pengganti salah satu dinding. Tanpa gorden. Irene langsung terbelalak, kimononya bahkan sudah terlepas. Diego gila! Bisa saja tubuh telanjangnya terlihat dari luar!

"Diego! Jangan disini!" pekik Irene panik--lebih terdengar seperti erangan. Tangan Diego sudah bermain di pusat intinya. Menyentuhnya. Menggeseknya liar. Irene menutup mata.

"Hng."

"Diego.... orang bisa melihat kita."

"It's okay. Kacanya terlihat gelap dari luar." bisik Diego serak. Bibirnya menjilati nadi yang berdenyut liar di leher Irene. "Tidak ada yang bisa melihatmu. Hanya aku. Pegang kata-kataku."

Irene mengangguk, tubuhnya gemetar. Diego mengangkat Irene dengan satu gerakan, melingkarkan kaki Irene di pinggangnya. Mendorong punggung Irene menempel ke kaca. Sedikit keras. Irene seketika merinding--dingin kaca di kulitnya berbanding terbalik dengan tubuhnya yang membara.

"Biarkan aku masuk," bisik Diego, menyatukan tubuh mereka--memenuhi Irene. "Aku akan menguasaimu," erang Diego tertahan. Irene menegang. Diego memacunya. Semula pelan--lalu makin cepat. Membawa Irene nyaris mencapai klimaks ketika mendadak tempo Diego memelan.

"Diego... please..." rengek Irene. Rasanya tidak tuntas. Irene merapatkan kakinya di pinggang Diego--berharap Diego mempercepat gerakannya lagi. Diego masih ada di dalamnya.

"Katakan. Kau akan tinggal disini, bersamaku." bisik Diego serak. Menuntut.

Irene menggeleng.

"Jadi kau tidak mau?"

"Tidak." protes Irene.

Diego benar-benar berhenti. Irene melenguh. Dia butuh itu.

"Kau curang, Diego!" erang Irene frustasi.

Diego menyeriangi, kembali bergerak, menusuknya dalam dan.... berhenti lagi.

"Diego!" Irene melenguh, napasnya tertahan. Dia mengigit pundak Diego.

"Say it." tegas Diego. Penuh emosi--tanpa bisa digugat. Diego kembali menyiksanya. Menggodanya. Bergerak cepat. Membawanya naik. Mencumbunya dan menghentikan gerakannya disaat terakhir. Irene benar-benar frustasi.

"Kumohon." Irene memohon, menggerakkan tubuhnya.

"Katakan dulu."

"Baiklah, terserah kau saja." ucap Irene pasrah.

Diego menyeriangi. Dia menaikkan temponya. Tubuh Irene menggelenyar--menerima pompaan Diego. Diego mendesak lebih keras, melempar Irene ke klimaksnya. Irene menyerah, membiarkan Diego menguasainya.

Irene sudah sangat lelah ketika Diego membaringkan tubuh mereka berdua di ranjang besarnya. Diego melakukan itu berkali-kali. Sepertinya kali ini Irene harus meminum pil.

"Wait... tadi kau berkata tentang bercinta di ranjang?"

Irene nyaris menutup mata ketika ucapan Diego mengurungkannya. Diego sudah ada di atasnya--menatapnya penuh kilat. Lelaki ini belum selesai. Irene menelan ludah. Oh Tuhan...

To be continued.