Chereads / Diego & Irene / Chapter 8 - Chapter 8 : Poor Irene

Chapter 8 - Chapter 8 : Poor Irene

"Panas! Panass!!" Irene menggerak-gerakkan tubuhnya, meniup-niup kan tubuhnya lalu mengibaskan tangannya berkali-kali.

Gadis malang itupun mendekati Diego lalu meminta pria yang masih menatapnya dengan intens itu untuk membantunya.

"To-tolong nyalakan AC nya." pinta Irene dengan nafas nya yang tersenggal-senggal.

"Tapi Ac nya sudah menyala."

"Turunkan suhunya, kumohon...!" pinta Irene sekali lagi, kali ini tubuhnya serasa dipanggang! Dia tidak tahan!

"Ruangan ini sangat dingin, bibirmu membeku, Irene." ucap Diego santai. Lelaki itu menatap Irene dengan kegelian disudut matanya. Sangat menyenangkan melihat Irene yang tidak berdaya didepannya.

Diego mengusap bibir Irene dengan lembut, lalu menyingkirkan rambut Irene yang menghalangi lehernya yang putih. Diego tersenyum sejenak sebelum menciumi lehernya. Irene mengerang.

"Ja-jangan lakukan itu! A-aku ti-tidak kuathh!" suara merdu bercampur desahan itu memohon pada Diego, dan tak ayal membuat Diego menahan gairahnya.

"Kau tidak akan kepanasan jika aku membuka pakaianmu." bisik Diego pelan sebelum tangannya yang besar meraih pinggang Irene. Membawanya ke atas pangkuan nya. Kemudian membelai paha Irene dengan pelan.

Irene menelan ludah. Dia menginginkan lebih.

"Ku mohon... jangan!!" Irene hampir menangis. Dia menghempaskan tangan Diego yang beriman dipahanya.

"Aku tidak kuat, Diego! Ku mohon lepaskan aku... ka-kalau tidak..." Matanya berkaca-kaca menatap Diego dengan dalam. Dia menunduk, meremas kemeja Diego.

"Kalau tidak?"

"A-aku takut akan melakukan hal lain, aku tidak tau kenapa aku sangat menginginkan mu... aku... aku takut...!" Irene menggeliatkan tubuhnya, tangannya bergetar hebat, tapi gadis itu berusaha menautkan jarinya dengan kuat.

"Jangan takut, sayang." bisik Diego serak. Digapainya tangan Irene, lalu mengecupnya dengan gerakan yang sensual.

Irene menahan napas, tubuhnya tiba-tiba didorong. Membuat dia berbaring di ranjang. Seketika semuanya menjadi kabur. Pandangan nya membayang. Tapi sentuhan kenyal di bibirnya membuat ia sadar.

"A-apa ini Diego?" terlihat jelas saat ini Irene begitu takut, menyadari jika Diego kini berada di atas tubuhnya. Tangan Diego menekan ranjang di kedua sisi kepalanya.

"Menurutmu apa?"

Irene hanya diam. Dia hanya menatap Diego takut. Matanya yang lentik memperhatikan setiap gerakan Diego, arah matanya, senyum di bibirnya. Terutama kilatan aneh dimata biru Diego.

"Diego..."

"That's right. Itu namaku... Diego. Hanya aku." bisik Diego dengan nada rendah. "You are mine, Irene." tekan Diego dengan kilat di matanya.

Kata-kata Diego membuat kepala Irene mendadak pening, terlebih ketika bibir Diego sudah naik ke rahangnya, mengecupnya. Sementara tangan Diego menahan dagunya, mendekatkan wajah mereka. Irene memberontak, namun gagal. Irene hampir kehilangan kendali atas dirinya begitu tangan Diego beralih ke belakang gaunnya, menarik resletingnya, hingga gaun nya terlepas dan tergeletak naas dilantai. Tapi Irene tidak peduli. Dia menginginkan Diego seutuhnya. Otaknya mendadak kosong.

"It will be long, you can't run." bisik Diego tepat ditelinganya.

Irene hanya bisa pasrah, sekarang tangan Diego melepaskan dasi yang melilit lehernya, lalu mengikat kedua tangan Irene dan menguncinya di kepala ranjang.

Irene merasakan semua ini tidak mudah, ini terlalu sulit! Akal sehat nya meneriaki dirinya untuk melawan, tapi tubuhnya lebih dulu bertindak sebelum diperintah. Tubuhnya menerima sentuhan ini. Dia ingin Diego memuaskannya. Sentuhannya, belaiannya, ciumannya. Semuanya. Diego terlalu dominan. Lelaki itu kini memangut bibirnya, mengubah segalanya menjadi lebih intens. Dia menciumnya kasar, terlalu keras. Tapi Irene menikmatinya, dan sekarang dia hanya bisa menutup mata -mengalungkan lengannya dileher Diego.

Irene mengerang, lalu Diego menciumnya lebih keras. Tapi Irene tidak peduli, siapa orang yang berciuman dengan nya, siapa Diego sebenarnya, hubungan mereka, kegiatan mereka -dia sama sekali tidak peduli. Yang dia tahu beberapa saat kemudian mereka sudah tenggelam dalam pusaran gairah yang sama.

"Ah, aku senang. Kau menikmatinya." bisik Diego ditengah ciuman mereka.

Pelukan dilehernya semakin erat, Diego menyeriangi. Irene berada dibawah kendalinya. Dikecupnya leher Irene lalu ciuman itu turun ke perutnya lalu berhenti tepat di pangkal paha gadis itu. Irene mendesah hebat, meneriaki nama Diego berkali-kali. Diego ikut mengerang, menyambar pinggul Irene dengan kasar. Menyatukan tubuh mereka sebelum memandu nya dalam irama yang sama.

***

"Kau benar-benar menjijikan...!" Irene menangis, memukul, menendang-nendang tubuh Diego yang saat ini tengah duduk menatapnya.

Diego mencoba mengusap kepala Irene dengan sayang. Tapi yang terjadi gadis itu malah menghempaskan tangannya.

"Jangan sentuh aku! Ini yang kau lakukan padaku? Meracuni ku dengan obat? Membuat ku kehilangan akal? Jawab!" teriak Irene. Tangis nya berganti dengan amarah. Sementara amarahnya langsung naik. Ia mengepalkan tangan.

Namun Diego hanya diam. Dia sudah rapih dengan kemeja putih lengkap dengan jasnya. Sedangkan Irene, gadis itu baru terbangun dari tidurnya. Irene langsung menangis, memanggil namanya, berteriak bahkan memakinya. Tapi Diego tidak peduli sama sekali. Dia membiarkan gadis itu puas menyumpahi dirinya lebih dulu.

"Jawab aku! Jawab bajingan!!" teriak Irene kesal sambil memukul Diego dengan bantal.

"Sudah selesai bicaranya?" tanya Diego malas.

"Kenapa balik bertanya?! Dasar bodoh!" maki Irene kesal. Dia menarik selimutnya ke atas, menutupi tubuh telanjangnya.

"Bagaimana aku bisa menjawabmu jika kau terus mengomel? Siapa yang bodoh disini?" Diego mendelik tajam.

Seketika Irene terdiam. Wajahnya yang berlinang menatap Diego dengan sedih.

"Hiks..Hiks..." tangis Irene pecah. Dia langsung menarik Diego, menutup mata lalu menempelkan kepalanya dipundak Diego.

Irene meremas baju Diego, "Aku membencimu!" dia meninju dada Diego, memukulnya berkali-kali.

"Ssstt... sudah Irene. Berhentilah." Tangan Diego mengusap punggung Irene sembari mengecup kepala gadis itu dengan lama.

Diego menarik Irene hingga gadis itu menatapnya, "Dengar! Tidak ada gunanya kau menangis. Aku ada urusan, tapi aku pasti kembali."

"Untuk apa kau kembali? Meniduriku lagi?" sarkas Irene cepat. Tangannya menahan dada Diego.

Diego tersenyum kecut. Sebenarnya bukan ini tujuan dia kembali. Dia hanya ingin membawa Irene ke dunianya. Menjadikan gadis itu sebagai miliknya.

"Membebaskan mu."

"What?" Irene tidak percaya, "Jangan membohongiku, Diego!" sarkas Irene.

Membebaskan ku dengan cara apa hah? Membeliku dengan uang? Aku bukan barang, Diego!! Ingin sekali Irene meneriakkinya, tapi dia menahannya.

Diego menatapnya dingin, "Terserah." katanya malas.

Keesokan harinya... di ruangan pribadi milik Jackson.

"Kenapa hanya aku yang kau panggil?" Irene menatap jengah pada pria yang kini duduk manis dihadapannya.

Jackson memainkan alis. "Karena kau yang aku mau."

"Apa maksudmu?" Irene menatapnya bingung.

"Kemarilah Irene... duduklah dipangkuan ku, kita habiskan malam ini bersama."

Seketika mata Irene melotot. Dia tiba-tiba bangkit sambil menggebrak meja dengan keras. Jackson terkejut.

"Sampai kapan otakmu bisa berpikir waras, Jackson?! Apa hanya selangkangan yang ada di otakmu?!" sentak Irene tidak habis pikir.

Jackson ikut berdiri. Tangan nya yang berkulit coklat mulai meraih tangan Irene, "Ayolah... jangan jual mahal padaku."

"Hey! Jaga tanganmu!" bentak Irene. Dia buru-buru meletakkan tangannya ke belakang.

Jackson terkekeh. Penolakan yang Irene tunjukkan malah membuat dia semakin gencar. "Kau sudah melayani pelangganku, tapi aku sendiri? Bos mu saja belum kau layani. Apa itu adil?"

Telinga Irene mendadak panas. Perkataan Jackson benar-benar diluar batas.

"Kau..?!" Irene mengepalkan tangan. Amarahnya memuncak, "Kau mau aku melayanimu?"

Jackson mengangguk antusias.

Irene tersenyum sinis, lalu membuang muka, "Waktuku terbuang percuma. Permisi." ucap Irene dengan tatapan dingin, sementara dia berusaha untuk tenang, atau sebuah tamparan akan mendarat di pipi Jackson.

"Tunggu! Tunggu dulu!" Jackson mencekal lengan Irene.

Irene berhent dan membalikkan badannya, menatap Jackson malas. "Kenapa? Kau tidak terima aku menolakmu?"

"Aku hanya menginginkan mu. Apa sangat sulit?" pinta Jackson. Dia memandang Irene dengan mata yang berbinar -seakan memohon.

Irene menggelengkan kepalanya. Tidak percaya dengan apa dia dengar sekarang. Oh ayolah... apa yang dikatakan lelaki mesum ini padanya? Dia menginginkan0nya? Ah, sepertinya itu akan sulit mengingat sekarang dirinya sudah menjadi milik Diego.

"Tapi aku sudah dimiliki orang lain." Irene berkata tegas. Dia hendak melepaskan tangan Jackson, tapi cekalan itu malah mencengkeram kuat pergelangan tangannya.

"Lepaskan aku! Lepas, Jackson!" pinta Irene sambil menarik-narik tangannya.

"Cepat katakan! Siapa orang yang kau bilang memilikimu? Siapa?!" bentak Jackson garang.

Irene meringis, cekalan itu benar-benar sakit. Sialan! Jackson meremas tangannya.

"Ssakitt..." Irene hampir menangis, "Lepasin tanganku... kau melukaiku, Jackson!" ringis nya.

"Katakan, Irene! Siapa yang memilikimu?!"

"Di-diego."

"What? Apa katamu?" wajah Jackson tampak tertegun, "Kau terlalu berharap, dia tidak mungkin mengambil wanita darisini."

Tapi, Diego sendiri yang mengatakan nya.. dia akan membawa ku... batin Irene.

Hatinya mengatakan jika Diego akan benar-benar mengambilnya, tapi kenapa akal sehatnya malah berkata lain?

Irene tidak bisa mengatakan apa-apa. Dia pikir, ucapan Jackson memang benar adanya. Tidak ada seorang lelaki di dunia ini yang mau menjadikan dia sebagai pendamping hidup nya, dia hanyalah seorang jalang.

Tapi... apakah wanita hina seperti dia boleh berharap?

Dia juga seorang wanita. Yang memiliki hati dan harapan. Tidak bolehkan dia merubah hidupnya agar keluar dari kehidupan yang mengerikan ini?

Apa itu hal yang mustahil?

To be continued.