"Cepat pakai ini!"
"Ta-tapi..."
"CEPAT!"
"Akhh.."
Irene berlonjak kaget. Tubuhnya yang mungil didorong dengan kasar oleh seorang pria.
Ia menolak mentah-mentah saat diperintahkan untuk memakai gaun seksi yang disodorkan kepadanya. Alih-alih menolak, pria itu menjadi marah dan dengan kasar dia mendorongnya.
"Aku tunggu diluar. Kalau berani kabur... nih!" Ancam pria itu sambil menodongkan kepalan tangannya.
"I-iya..." Irene menenguk ludahnya susah payah. Ia tampak ketakutan, melihat pria tinggi dan berbadan besar menatapnya dengan tatapan membunuh, belum lagi dengan kepalan tangan itu. Lengannya bertato... benar-benar menakutkan.
-
Setelah berganti pakaian, Irene harus keluar dengan tergesa-gesa karena pria yang berada diluar kamar terus menggedor-gedor pintunya dengan keras.
"Iya.. sebentar..." Irene membuka pintu dan mendapati tiga orang pria tengah berdiri didepannya.
"Jackson?"
Irene terkejut.
Jackson berdiri sambil menyelipkan tangannya disaku celananya. Dibelakang Jackson terdapat dua orang pria berbadan besar yang tengah menatapnya, tampaknya mereka adalah pengikut Jackson.
Irene merasa jijik melihat pandangan mereka yang terlihat bernafsu pada tubuhnya. Ditambah dengan mata mereka yang tidak berkedip saat melihatnya.
"Kenapa kau menyuruhku memakai gaun laknat ini, hah?!" Irene menyentak Jackson saat pria itu belum memutuskan kontak mata dengannya.
"Jangan kurang ngajar padaku, Irene." Tatapan memuja Jackson menghilang, lalu berganti dengan tatapan tajamnya.
"Sekarang ikut aku!" Jackson meraih tangan Irene dan mencengkeram erat pergelangan tangannya.
"Gak mau! Lepasin, ish!" Irene mulai ketakutan.
"Kalian berdua ikut dibelakang ku!" Perintah Jackson pada dua lelaki itu untuk mengikutinya.
"Siap, bos!"
Jackson menarik Irene dan memaksanya untuk ikut dengannya.
"Masuk!"
Dengan kasar Jackson mendorong tubuh Irene kuat-kuat saat sampai disebuah ruangan yang besar.
Irene tersentak.
"Akhh!" Irene terjatuh dengan kencang lalu meringis kesakitan saat lututnya kembali memerah. Ia memegangi lututnya yang terasa nyeri.
Irene selalu diperlakukan secara tidak manusiawi oleh Jackson.
"Tuan, sekarang Anda boleh memilih." Sahut Jackson pada seorang pria yang sedang duduk angkuh diatasi kursi kebesarannya.
Dia adalah Astra Sean Leonnell.

Sean, Pria keturunan Inggris dengan kekayaan yang melimpah. Tampan dan menarik. Lalu saat ini, ia datang untuk bersenang-senang. Menghilangkan rasa jenuhnya dengan bermain dengan wanita didalam sebuah Club.
Ia pun berdiri dan menatap para wanita cantik dan seksi yang sedang berbaris dihadapannya secara bergantian.
Irene yang masih terduduk dilantai tidak menyadari bahwa ia berada dipaling ujung barisan para wanita itu.
"Ada yang baru?" Tanya Sean pada Jackson tanpa melepaskan matanya dari kerumunan wanita itu.
"Ada, tuan."
Tatapan Sean terus berjalan hingga sampai dititik paling ujung barisan. Matanya langsung menangkap sosok gadis cantik yang tampak sibuk dengan lututnya. Mata Sean kian menajam saat wajah gadis itu terlihat.
Sean tidak bisa memungkiri bahwa gadis yang sedang ditatapnya ini terlihat seperti peri. Tubuhnya yang mungil dengan wajah yang sangat cantik, bahkan lebih cantik daripada wanita yang lainnya. Wajahnya yang putih dan bersinar membuat nya tampak berbeda.
"Siapa gadis cantik itu?" Tanya Sean pada Jackson tanpa memutuskan sorot matanya dari Irene.
Jackson mengikuti arah pandang Sean. Dimana saat itu, pandangannya berhenti tepat di ujung barisan. Hanya ada Irene disana.
"Dia pekerja baru, Tuan. Namanya Irene."
"Irene? Nama yang indah." Sean tampak terpesona hanya dengan mendengar nama gadis itu, dan semakin membuatnya penasaran.
"Aku mau gadis itu." Sean menunjukkan seringai jahatnya saat matanya tidak sengaja bertabrakan langsung dengan mata indah Irene.
Irene yang menyadari tatapan itu, lantas segera berdiri dan mengambil ancang-ancang untuk berlari.
Ia pun berbalik dan hendak melangkah untuk segera kabur, namun kesialan datang padanya lagi.
"Mau kemana kau?!" Dua orang lelaki yang masih bersiaga dibelakang Irene dengan cepat menahan tangannya.
"Tidak! Lepas.. lepasin..!" Irene meronta dan menjerit saat menyadari pria asing itu tengah berjalan mendekatinya.
Irene berusaha untuk melepaskan diri saat jaraknya dengan pria itu semakin menipis.
Akhirnya tibalah pria itu didepannya.
Irene yang masih dijerat hanya bisa mendongakkan kepalanya menatap wajah pria asing itu.
Aku harus berani! -Gumamnya dalam hati
"Jangan melawan sayang... nanti kau akan terluka." Sean meraih dagu Irene dan menjepitnya dengan dua jarinya.
Sean mendekatkan kepalanya keleher Irene. Sedetik kemudian, aroma manis dari tubuh Irene tercium di indera penciumannya yang tajam.
Irene memejamkan matanya saat merasakan hembusan nafas Sean menerpa kulitnya yang mulus.
"Kau sangat harum." Bisik Sean dengan purau sambil merangkul pinggang Irene dan merapatkan tubuh mereka.
Dua lelaki dibelakang Irene lantas melepaskan tangannya. Lalu menjauh dari Sean dan Irene.
"Lepasin saya!" Irene mengeluarkan suaranya.
Bola mata biru hazel milik Sean menatap lekat pada mata Irene yang coklat keemasan. Sean menahan gairahnya. Mata indah dan suara merdu itu membuat sesuatu dibawah sana menegang tegak.
Buru-buru Irene melepaskan tangan Sean yang merengkuh pinggangnya saat merasakan tonjolan keras menusuk perut bawahnya.
"Jangan sentuh saya!" Irene berjalan mundur dan Sean ikut melangkah, berjalan mendekati Irene.
Sean tersenyum geli melihat penolakan Irene, "Kau begitu lugu, Irene." Ucapnya dengan tenang sambil terus melangkah maju.
"Ja-jangan mendekat!"
Irene menggeleng pelan sambil menunjukan telapak tangannya didepan Sean, "Berhenti!"
Sekali lagi, Sean terkekeh geli sampai-sampai kepalanya tersentak kebelakang. Gadis itu benar-benar membuatnya terkesan. Matanya yang tajam menatap wajah takut Irene dengan pandangan remeh.
Irene melotot saat menyadari kalau dirinya tersudut dipojok ruangan dengan pria didepannya. Matanya menunjukan rasa takut yang teramat dalam.
"A-aku akan membuatmu menyesal karena telah menyentuhku!"
Sean kembali terkekeh lalu tertawa keras, dan itu terdengar kejam ditelinga Irene.
"Oh ya?" Sean menyeriangi.
"Sebelum itu terjadi, aku akan memperkosamu terlebih dahulu." Sean kembali merengkuh tubuh Irene dan mencengkeram pinggangnya.
Irene tidak bisa lagi menyembunyikan sesuatu yang menumpuk di kornea matanya. Ia menangis dengan air mata yang menderas. Pinggangnya terasa sakit saat cengkraman itu semakin kuat.
"TIDAK! AKU TIDAK MAU!" Irene memukul dada dan tangan Sean agar lelaki itu melepaskannya.
Namun, Sean begitu kuat. Pria itu tampak tenang seakan pukulan dari Irene tidak berlaku pada tubuh kekarnya.
Tangis Irene semakin kencang manakala Sean mengangkat tubuhnya dan membawanya keatas pundaknya.
"TURUNKAN SAYA! TURUNKAN!" Irene memukul bahu Sean.
"Berikan kunci kamar VVIP padaku." Perintah Sean pada Jackson dibelakangnya.
Mendengar kata 'kamar' membuat Irene semakin ketakutan.
"Jangan! Jangaan..!" Irene memukul, menendang dan menggigit bahu lebar Sean.
"Diamlah, atau kau mau aku memperkosamu sampai mati?!"
Irene menggeleng. Tangannya berhenti memukuli Sean begitu juga dengan kakinya.
"Apa kau sudah menyiapkan kondom yang aku minta padamu?" Tanya Sean sambil mengambil kunci itu.
Kondom?
"Semuanya sudah disiapkan disana, tuan. Kami sudah menyiapkan semua yang tuan perintahkan."
"Tidak! Kumohon tuan lepaskan saya..." Sean mengabaikan teriakan Irene, menikmati lirihan merdu gadis itu ditelinganya.
"Hikss.. tolong lepasin saya..." Suara Irene mulai melemah karena tenaganya terkuras habis. Tubuhnya bergetar hebat saat merasakan usapan halus di pahanya.
Sean menyentuhnya sambil membawanya kelantai dua.
Jantung Irene berdetak lebih cepat saat telah sampai didepan sebuah pintu kamar yang berukuran besar.
Sean pun masuk dan menaruh Irene keatas ranjang. lalu ia berjalan menghampiri pintu dan menguncinya dengan rapat.
Irene meringsut mundur dan memeluk tubuhnya sendiri. Matanya yang berlinang memperhatikan gerak-gerik Sean.
Sean mulai melepaskan satu persatu pakaian atasnya. Melepaskan jas dan kemeja hitamnya hingga ia bertelanjang dada. Otot-otot perut membentuk eightpack tercetak jelas dimata Irene.
"J-jangan sentuh..!" Lirih Irene saat mendapati Sean menaiki ranjang.
Sean tertawa melihat Irene yang ketakutan karena nya. Begitu cantik dan menggairahkan dimatanya...
Setelahnya Sean menarik kaki Irene dan menindih tubuhnya. Mata hazelnya menatap dengan lekat wajah Irene. Begitu putih dan terawat. Rambut panjangnya yang tergerai tampak indah dengan ujung yang bergelombang. Lalu pandangan nya turun ke bagian lehernya.
Sean tidak tahan lagi.
"Kau sangat cantik, Irene." Sean memuji kecantikan Irene. Tangannya mulai bergelirya dipayudara Irene. Meremasnya dengan pelan hingga suara rintihan dan tangisan Irene mengalun di ruangan kedap suara itu.
"Sakiiitthhh...!"
Irene menangis dan berusaha menahan tangan Sean yang semakin liar menyentuh tubuhnya.
Berkali-kali Irene memukul dada dan pundak Sean saat lelaki itu hendak membuka pakaiannya. Namun, Sean tidak tinggal diam. Ia menahan tahan Irene dengan mencengkeram tangannya lalu membawanya keatas kepalanya.
"Diam, Irene!" Sentak Sean pada Irene dengan suaranya yang dalam.
Namun, Irene menangis tersedu-sedu.
Saat Sean mendekatkan bibirnya dengan bibir miliknya, Irene segera menyampingkan wajahnya hingga ciuman pria itu mendarat di pelipisnya.
Namun, sebagai gantinya Irene harus merasakan ciuman dan gigitan dilehernya.
Irene semakin takut dan merasa hilang harapan saat ciuman itu semakin turun hingga ke pusarnya.
Dan pada saat itu lah Irene melawan..
Irene menendang selangkangan Sean dengan kekuatan penuh.
Irene berhasil.. lalu buru-buru Irene turun dan berlari mendekati pintu.
"Arrghh!" Sean meringis dan memegangi miliknya yang terasa nyeri sambil mengeluarkan sumpah serapahnya.
"FUCK!"
Irene berlari dengan kencang dan berusaha kabur dari pria itu.
Ia tidak berani menoleh kebelakang.
Dengan cepat, ia mengambil kunci yang tergeletak di atas meja disamping kanan pintu.
Pintu berhasil terbuka lebar dan untungnya tidak ada seorangpun yang menjaga kamar ini.
"Jangan biarkan dia lolos!" Perintah Sean diseberang telepon. Wajahnya memerah padam serta tangannya yang mengepal.
Irene terus berlari hingga akhirnya ia dapat keluar dari dalam Club. Ia tidak percaya jika... ia bisa keluar dan kembali menghirup udara bebas.
Irene menghentikan langkahnya saat melihat sebuah mobil mewah berwarna putih melintas. Lalu dengan cepat Irene melambaikan tangannya.
"Tolong..!" Teriak Irene saat mobil itu mulai melambatkan jalannya.
Irene tersenyum dengan tenang saat mobil itu berhenti didepannya. Lalu seorang pria keluar dari mobil itu.
Namun,
Irene terkejut saat menyadari sosok pria tampan yang berdiri didepannya. Pria itu adalah..
"Di-diego?"
To be continued.