Jam menunjukkan pukul 10:30 malam. Adit dan Alesya masih sibuk mengobrol tentang video editing. Dyan yang duduk di dekat mereka sekali-kali ikut menimpali. Suasan malam ini terasa lebih hangat dengan hadirnya Alesya.
Ding!
Terdengar suara notifikasi pesan baru, Dyan meraih ponselnya. Merasa heran karena ada pesan masuk selarut ini. Biasanya cuma Alesya yang suka mengirim pesan larut malam. Dan sekarang pelakunya ada dihadapan Dyan, masih dalam percakapan seru dengan anak lelakinya.
[Swipe] Dyan membuka kunci layar ponsel.
1 missed call Diondarte.
1 new message Diondarte.
Dyan merasa jantungnya berdetak cepat setelah membaca notifikasi di layar. Kenapa ada 'missed call' lagi dari Diondarte? Dia sama sekali tidak mendengar ada panggilan masuk. Plus ada satu pesan baru dari orang yang sama.
Jari Dyan langsung membuka pesan itu tanpa berfikir panjang dan langsung menyesali tindakannya sesaat kemudian. Karena sudah pasti pengirim pesan segera tahu kalau pesannya sudah dibuka. Itu kan artinya dia mau tak mau harus berusaha merespon.
[Sorry ganggu malem-malem. Aku tadi telpon mau tanya info kost. Proyek disini sepertinya bakal butuh waktu lama, jadi aku perlu cari tempat tinggal deh.]
Ah, ternyata mau tanya soal tempat kost. Dyan merasa lega walau ada sedikit kekecewaan juga muncul setelahnya, namun segera ditepisnya jauh-jauh perasaan aneh itu. 'Hey! Kamu mikir apaan sih, Yan? Kebanyakan baca novel nih, gak mungkin dia menghubungi untuk maksud yang romantis kan?'
'Romantis?' Dyan langsung memarahi dirinya sendiri karena tiba-tiba otaknya memberi ide aneh. Sampai saat ini bahkan mereka belum saling bertukar nama asli, jangankan nama...bahkan seingat Dyan mereka belum saling mengetahui gender masing-masing. Belum tentu Diondarte itu laki-laki.
Ini pasti gara-gara orang di sekitarnya berulangkali membahas soal 'jodoh' dan 'suami'. Mulai dari Adit sampai Alesya. Sepertinya topik itu mulai merasuki fikiran Dyan tanpa disadarinya.
Dyan terdiam sejenak, berusaha merancang kata-kata yang mau dipakai untuk membalas pesan Diondarte yang biasa-biasa saja. 'Jangan sampe kedengaran aneh,' batin Dyan mengingatkan dirinya.
Lalu Dyan mulai menulis pesan balasan dengan hati-hati.
[Biasanya kost banyak di sekitar kawasan kampus. Kebetulan ada universitas dekat kawasan pertokoan kami, jadi dekat rumahku juga ada beberapa ruko yang difungsikan jadi kost.]
Setelah Dyan menekan tombol 'send', tiba-tiba dia tersadar kalau pesan balasannya barusan terlalu 'terarah'. 'Kenapa menawarkan daerah sekitar sini? Duh! Jadinya kan kedengaran kayak aku berharap dia tinggal deket sini?!" Bentak Dyan dalam hati, membuatnya mengirimkan pesan lanjutan –berusaha untuk mengaburkan kesan 'negatif' di pesan sebelumnya.
[Eh, tapi mending cari kost dekat tempat proyek kamu aja, biar hemat waktu kan? Ada di daerah mana kerjaannya selama disini?]
Alesya diam-diam mengamati sahabatnya yang kelihatan serius dengan ponselnya. Senyum kecil muncul di wajahnya, lalu Alesya mendadak meluruskan punggung dan menguap.
"Uaahm! Adit, tante capek nih. Udah malem juga kan ya? Kita istirahat dulu ya. Ngobrolnya besok-besok masih bisa kita lanjutin." Alesya berdiri dari sofa dan menepuk bahu Adit. "Tante kan tinggal disini mulai hari ini."
Adit baru tersadar setelah melihat jam dinding. Nyaris tengah malam. "Wah! Iya, udah malem. Tante istirahat dulu deh, Adit juga kayaknya harus cepet tidur." Dia bangkit dari sofa dan melihat Dyan masih termenung menatap ponselnya.
"Bunda, abang tidur dulu." Dyan baru tersadar setelah mendengar suara Adit memanggilnya. Dilihatnya Alesya juga sudah masuk ke dalam kamar dan menutup pintu. "Eh, iya udah malem ya. Yuk, tidur dulu." Kata Dyan sambil bangkit dari sofa dan memberi kecupan di dahi Adit, ritual sebelum tidur yang sudah dilakukannya sejak Adit kecil.
Adit membalas dengan memberi bundanya kecupan di pipi. Lalu mereka masuk ke kamar masing-masing. Pelan-pelan ditutupnya pintu kamar, lalu Dyan berjalan ke arah kamar mandi, masih heran dengan perasaan asing yang sekarang sedang menguasainya. 'Kenapa aku jadi nungguin balasannya ya?'
Ding!
1 new message Diondarte.
[OK! Thanks ya buat informasinya. Share aja lokasi kampus dekat pertokoanmu. Biar aku cek apa lokasinya dekat tempat kerjaku. Besok rencanaku mau hunting tempat kost seharian. Senin udah mulai kerja.]
Dyan terlihat lega, dari pesan balasan yang masuk, virtual friend-nya ini sepertinya tidak berfikir yang aneh-aneh setelah baca pesannya.
Ding!
Satu lagi pesan masuk dari Diondarte.
[Selamat tidur, sorry aku udah ganggu waktu istirahat kamu. See you soon.]
Dyan sama sekali tidak memperhatikan pesan lain, yang jelas di matanya hanya tulisan 'see you soon'.
'Ya ampun, udah deh Yan. Kan kalian udah 4 tahun berteman online, wajar aja kalo dia ngajak ketemuan. Gak perlu grogi gitu deh Yan,' afirmasi Dyan pada dirinya yang sejak menerima miss call dari Diondarte hari ini, jantungnya suka mendadak berdetak lebih cepat. Dyan mencoba mengabaikan perasaan asing yang bolak balik hadir dalam hatinya.
Sambil berbaring di tempat tidur, Dyan masih belum memutuskan untuk membalas pesan yang terakhir. 'Dia cuma bilang terima kasih. Artinya gak perlu dibalas kan?' Tanya Dyan pada dirinya sendiri.
Tapi akhirnya Dyan memutuskan untuk membalas dengan singkat.
[OK.]
Setelah meletakkan ponselnya di meja rias, Dyan memutuskan untuk segera tidur. Walau pikirannya masih menerawang diliputi rasa bingung karena tidak bisa menamai suasana hatinya hari ini yang bergelombang naik turun. Dia berusaha mengabaikan perasaan baru yang belum bernama ini.
==
Sementara di kamar lain, Alesya sedang sibuk bertukar pesan dengan 'Om'-nya.
Alesya: [Eh! Om, dirimu langsung nge-gas ya? Jangan-jangan udah sampe ngajak makan siang segala]
Om: [Nge-gas? Gak lah. Aku cuma tanya lokasi kost-kostan dimana. Sebagai warga kota ini kan dia lebih tau informasinya.]
Alesya: [Masih mo berkelit ya? Ponakan kamu ini bisa mendeteksi dengan jelas anomali perubahan tingkah laku Om-nya. Aku udah hidup dibawah pemerintahan kamu selama 4 tahun.]
Om: [Anomali apaan?! Hasil riset darimana tu? Ada jurnalnya?]
Alesya: [Kalo emang mau tanya-tanya aja, ngapain pake nelpon segala? Emang kamu udah pernah kasih tau identitas dirimu ke dia?]
Om: [Identitas? Belum pernah, lagian aku nelpon cuma mau tanya info kost. Kalo telponnya nyambung tadi, I'll just ask the same question. Tanya tempat kost.]
Alesya: [Kalo dia tiba-tiba denger suaramu, sama aja kamu mau bikin dia makin gak mau ketemu.]
Om: [Kenapa? Emang ada masalah sama suaraku?]
Alesya: [Ada!]
Om: [Apanya?]
Alesya: [Suaranya ber-gender PRIA.]
Om: [Loh?! Emang ada masalah? Lagian suaraku kan bagus, apalagi kalo buat jualan, selama ini terbukti melariskan dagangan kan?]
Alesya: [Jualan? Jual diri ya Om? Tahan dikit dong, kamu udah tau alasan dia gak nikah sampe detik ini kan? Kalo tiba-tiba sahabat online yang selama ini akrab baru ketauan adalah laki-laki, dia bakal pasang dinding perlindungan. Jangan berharap untuk bisa mendekat, pasti semua rencana akan gagal.]
Om: [Ok, got it. Thx for the advice.]
Alesya: [Sekarang saran dari ponakanmu yang juga soulmate dari calon istrimu Om, take it slow. Jangan terlalu agresif. Berusaha natural aja.]
Om: [Iya! Siap, laksanakan.]
Alesya; [FYI, dirimu bukan pria pertama yang berusaha mendekat. Sudah tak terhitung, tapi belum ada yang bisa menembus dinding pertahanan. So, be careful with your steps]
Om: [Noted. Sekarang tidur, besok jangan telat ke hotel. Bagaimanapun besok aku harus check out.]
Alesya: [Ya Om bawel.]
Dan berakhirlah obrolan mereka.
==
Kamar 504.
Pria yang dipanggil 'Om' oleh Alesya, tersenyum membaca pesan terakhir dari keponakannya, lalu dia bangkit dari sofa dan berjalan ke arah jendela kaca besar yang menghadap ke bagian timur kota.
Diarahkannya ponsel yang masih dipegangnya sejak tadi kearah luar jendela, membuka menu kamera dan mengambil beberapa foto pemandangan kota di hadapannya. Dipilihnya satu foto yang dianggap paling bagus untuk dibagikan ke laman instagramnya dengan caption, 'First Night. Welcoming my self in.' Tanpa tagar, tanpa mention. Senyum lebar muncul di wajahnya.