Kevan terlihat sembarangan memarkirkan mobilnya ketika memasuki gedung apartemen yang dulu pernah ditempati Kevan dan Freya ketika awal-awal pernikahan.
ternyata Claire dengan Aaron kini tinggal di apartemen milik Kevan tanpa sepengetahuan Freya tentunya.
" gimana apa Aaron sudah membaik, Linda ?"
tanya Kevan kepada baby sitternya saat tiba di apartemen.
" dia sedang tidur, tuan."
jawab gadis muda itu.
Kevan pun tanpa basa-basi langsung masuk ke kamar anaknya. terlihat didalam sana ada Claire yang sedang berbaring menyamping menghadap anak kecil yang bernama Aaron sedang tertidur pulas.
melihat Kevan datang, Claire langsung beranjak dari ranjangnya.
" gimana ? apa dia udah tidak kejang-kejang lagi ?"
tanya Kevan menatap tajam pada Claire.
" semoga saja tidak terjadi lagi. mungkin itu efek karena demamnya yang terlalu tinggi. "
jawab Claire sambil menatap anaknya.
" kemarin sore anak ini baik-baik saja. apa yang kau lakukan sampai Aaron bisa mendadak demam tinggi ? dia tidak punya riwayat kejang kan sebelumnya ? "
Claire hanya menggeleng.
" kalau kau tidak becus mengurus anak, lebih baik Aaron tinggal bersamaku saja. "
mendengar kalimat itu Claire mulai meradang karena tuduhan yang dilontarkan Kevan barusan. ia mendekati Kevan lalu mendorong tubuhnya. namun Kevan terlalu kuat sehingga dorongan itu tidak membuat Kevan terjatuh, hanya bergeser posisinya saja.
" apa kau bilang, tinggal bersama mu ? lantas apa istri mu Sudi menerima Aaron tinggal bersamanya? aku yang tidak Sudi anakku diasuh oleh ibu tiri. bisa saja dia menyiksa anakku. cuihh. "
Kevan tampak emosi dan langsung mencengkram wajah Claire sesaat, lalu menepiskan nya dengan kasar.
" jangan bicara macam-macam tentang istriku. dia tidak sejahat yang kau kira."
ucap Kevan sambil mengepalkan tangannya kesal.
Melihat sikap Kevan yang emosinya kian meluap membuat Claire jadi takut dan memutuskan untuk mengalah.
" oke, am sorry, Kevan. aku tidak bermaksud menghina istrimu. tapi tolong jangan memperkeruh suasana. Aaron sedang sakit."
jawab Claire dengan tatapan nanar ke arah Kevan.
Kevan pun luluh, hatinya mulai melunak. lalu ia duduk dikursi yang ada disamping ranjang sambil menatap hangat pada anaknya.
" tolong kamu juga bisa mengerti, Claire. aku tidak ingin kehilangan istriku. dan gara-gara telpon kamu pagi itu, Dia harus tau kebenarannya lebih awal. dan itu diluar dugaan ku. "
ucap Kevan sambil menopang kepalanya disandaran kursi dengan kedua tangannya.
Claire terdiam. sepertinya sudah malas berdebat dengan Kevan. tak lama kemudian Claire keluar dari kamarnya.
" oke, aku akan sarapan dulu. "
ucap Claire sambil berlalu keluar dari kamarnya.
Kevan hanya melirik nya sekilas lalu pandangannya berpindah pada anak yang tengah terlelap itu.
" kau anak yang kuat, Aaron. cepat sembuh ya, nanti Daddy kenalkan pada Momy Freya."
lirih Kevan sambil mengelus-elus rambut tipis Aaron yang ketampanannya menurun dari ayahnya itu.
Ah, Freya.
Kevan jadi ingat istrinya dirumah. ia tadi meninggalkan Freya disaat hatinya pasti tengah terluka. ya, Kevan sadar Freya tidak mungkin secepat itu menerima kenyataan pahit ini. semuanya memang butuh waktu. terlebih lagi jika kabar ini telah sampai ke telinga James dan Shofi. maka habislah Kevan dihajar oleh James karena telah gagal untuk tidak menyakiti hati putrinya.
tiba-tiba pintu kamar ada yang membukanya pelan-pelan, membuat lamunan Kevan jadi buyar.
" tuan, ditunggu nyonya dimeja makan buat sarapan. biar saya yang akan menjaga Aaron disini."
ucap Linda.
Kevan memang sudah merasa lapar sejak dari pagi tadi. karena dari kemarin malam ia belum makan. apalagi tadi pagi, jangankan sarapan, morning kiss saja tidak ia dapatkan dari istrinya.
Kevan pun akhirnya beranjak keluar. dilihatnya Claire tengah duduk dimeja makan sambil melahap Rotinya dan segelas susu yang masih penuh di hadapannya.
" duduklah, Kev. aku tau kau belum sarapan "
ucap Claire.
Kevan lalu menarik kursi makan nya lalu duduk dihadapan Claire. mengambil dua lapis roti tawar keatas piringnya, lalu mengolesinya dengan selai kacang.
ketika hendak menggigit roti isi selai kacang itu, Kevan tiba-tiba ingat Freya.
" apa Freya sudah sarapan ? aku tidak mau perutku kenyang disini, sementara istriku disana masih menangis dan belum makan apa pun."
gumamnya dalam hati.
Kevan akhirnya menaruh rotinya kembali keatas piring. lalu beranjak pergi menjatuhkan tubuhnya di sofa ruang tv.
melihat tingkah Kevan, Claire mengerutkan dahinya.
" kenapa rotinya tidak jadi kau makan ?"
" sudah kenyang."
balas Kevan.
" orang aneh."
gumam Claire melanjutkan sarapannya.
***
disisi tempat yang berbeda, Freya tengah mengemasi barang-barangnya ke dalam koper. ia memutuskan kan untuk pergi menenangkan diri sejenak. hatinya masih shock dengan kenyataan yang tiba-tiba ini.
pikirannya kacau dan ia butuh seseorang untuk mencurahkan isi hatinya saat ini.
Raya, ya hanya Raya yang bisa mengerti setiap kegalauannya.
Freya lalu mengambil ponselnya untuk menghubungi sahabatnya itu.
" hey nyonya Kevan. tumben banget kamu menelpon."
sapa Raya disebrang sana.
" kamu dimana Ray ? apa masih di Bali ? "
tanya Freya to the point.
" memang kenapa nanya-nanya ? seperti kau hendak kemari saja. "
" serius Ray, aku nanya. aku mau ketemu kamu secepatnya."
" what ? kamu lagi di indo ?"
tanya Raya terdengar kaget.
" seriusan nih, Fre ?"
" aku masih di Dublin tapi hari ini rencana mau kesana. kau ada di Bali apa di Bandung ?"
Raya tidak menjawab.
" hallo Ray, apa kau masih mendengar ku?"
" apa kamu ada masalah, Fre. ?"
sepertinya Raya mulai curiga dengan rencana kedatangan Freya yang tiba-tiba itu
" aku tidak bisa cerita ditelpon, Ray. katakanlah dimana kamu saat ini supaya jelas tujuanku ini "
" aku lagi di Bandung, Fre. sekarang aku mengurus resort baru Ayah yang ada di Bandung barat."
" oke aku akan kesana secepatnya. semoga hari ini kebagian tiketnya."
" kamu hati-hati ya. nanti kabari aku terus."
" oke, Raya. see you."
" see you."
kedua mengakhiri pembicaraan nya.
Freya mencoba memesan tiket online dengan tujuan Jakarta. namun tiket tujuan kesana untuk hari ini full dan baru ada jadwal untuk hari esok.
Setelah memesan tiket, Freya menghubungi nomer ponsel dokter Daniel untuk berkonsultasi.
" hallo, dokter Daniel."
sapa Freya ketika panggilan telponnya telah direspon.
" apa kau baik-baik saja, Fre. ?"
tanya Daniel dengan sigap.
" am okay, Daniel. aku hanya ingin menanyakan sesuatu padamu. apa aku mengganggu ?"
" No. apa yang ingin kau tanyakan ?"
" hhmm. aku akan pergi ke Indonesia. apakah perjalanan ku ini akan menggangu kehamilan ?"
tanyanya ragu.
" What ?"
terdengar Daniel sangat terkejut.
" hey, what has happened to you ?"
tanya Daniel.
" aku sudah tau jawaban tentang kecurigaan ku, Daniel. "
ucap Freya tak bisa menahan tangisnya lagi.
" hey, apa kau menangis ? dimana Kevan ? "
Daniel terdengar panik.
Ia tidak bisa melanjutkan kata-katanya, lalu menutup sambungan telpon dengan Daniel.
Freya langsung menjatuhkan diri dilantai. tangannya memeluk lututnya sambil menangis.
hatinya begitu terluka, ia merasa dibohongi walau itu kebohongan yang tidak disengaja.
hanya saja ia belum siap menerima, jika Kevan kini harus membagi waktu untuk dirinya dan anak Kevan dari Claire.
cukup lama Freya menangis sampai akhirnya ia berusaha bangkit, lalu menggeret kopernya keluar dari kamar. sepertinya ketetapan hatinya telah mantap untuk pergi meninggalkan Kevan.
ketika hendak keluar dari rumahnya, tiba-tiba mobil Daniel datang. pria berkaca mata itu segera turun dari mobil ketika melihat Freya menjinjing koper besar.
" hey, apa kau yakin akan pergi ? itu sangat riskan untuk kehamilanmu, Fre."
sergah Daniel sambil menarik kopernya dari tangan Freya.
" aku hanya perlu menenangkan diri. aku sudah memesan tiket untuk ke Jakarta besok."
ucap Freya.
Daniel menggeleng-gelengkan kepalanya tanda tidak setuju.
" apa Kevan sudah menceritakan semuanya pada mu ?"
mendengar itu Freya langsung menyempitkan matanya curiga.
" jadi kau tau semuanya ?"
Daniel menundukkan kepalanya merasa bersalah.
" maaf Fre. aku hanya tidak ingin mengingkari janji. ku harap kau bisa mengerti posisiku. "
Freya menghela nafasnya.
" iya aku tau, kamu orang yang bisa dipercaya."
Daniel memegang bahu Freya dengan sebelah tangannya.
" apa sebaiknya kau menenangkan diri cukup dinegeri ini saja ? terlalu bahaya untuk bayimu jika melakukan penerbangan selama itu. dan bagaimana dengan Kevan ? dia akan semakin gila bila tau kau pergi, Fre."
kata Daniel penuh pertimbangan.
" tidak perlu khawatir. Kevan akan memiliki waktu lebih lama lagi bersama anaknya. dan aku yakin anakku akan kuat. "
ucap Freya sambil mengelus perutnya dan tetap keukeuh pada pendiriannya itu.
" dasar keras kepala."
ucap Daniel sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
Freya hanya terdiam dengan tatapan yang selalu kosong.
" oke, aku akan mengantarmu ke Indonesia."
mendengar pernyataan Daniel barusan membuat Freya terkesima dan langsung mendongak menatap tajam wajah Daniel.
" kamu serius, Daniel ?"
" iya. aku akan mengantarmu sampai tujuan. karena apa ? karena aku tidak mau terjadi apa-apa sama kamu dan bayimu."
Freya begitu terharu. ternyata Daniel orang yang tulus sampai mau mengorbankan waktunya hanya untuk mengantar istri dari sahabatnya itu ke Indonesia. ia kembali meneteskan air matanya.
Daniel memegang pundak Freya, lalu menghapus air matanya dengan kedua ibu jari tangan Daniel.
" ibu hamil itu tidak boleh sering-sering sedih. kalo sedih terus nanti anaknya ikut sedih juga. tersenyum lah ! "
lirih Daniel yang akhirnya membuat Freya menyunggingkan senyumnya sekilas.
***
Akhirnya Daniel mengantar Freya ke sebuah hotel yang jaraknya tidak terlalu jauh dari bandara internasional Dublin.
" kamu istirahat lah disini, Fre. aku akan kembali ke rumah dulu untuk mempersiapkan semuanya. besok pagi aku akan kesini lagi. "
ucap Daniel.
" oke. dan jangan katakan apa-apa bila Kevan bertanya padamu. aku mohon."
Daniel hanya mengangguk dan tersenyum kepadanya.