Chereads / In A Broken Heart To Find You / Chapter 41 - CHAPTER 41

Chapter 41 - CHAPTER 41

Bunyi ponsel Kevan membangunkan pria itu dari tidurnya disofa ruang tengah dan dengan keadaan tv yang masih menyala pula. semalam ia meminum banyak anggur sambil menonton tv, sampai akhirnya mabuk dan tertidur disana.

seketika kepalanya seperti tertimpa batu yang sangat besar saat Kevan mencoba menggerakkan kepalanya, dan membuka kedua matanya yang masih terasa lengket itu. ia meringis kesakitan saat memegangi kepalanya, lalu mencoba bangkit dari posisinya.

sambil menahan sakit dan pusing dikepala, Kevan mencoba mencari keberadaan ponsel yang berdering terus menerus. ternyata ponselnya berada di lantai dan langsung diraihnya.

" Freya, sayang. "

ucapnya tanpa sadar.

" Freya ? ini papa James, Kev."

mendengar itu Kevan langsung terperanjat. matanya yang tadi masih terlihat malas membuka, menjadi membulat lebar.

" oh, Papa--"

" memangnya Freya kemana ? apa dia sudah berangkat ke kantor ?"

" hhmm--"

Kevan sambil memikirkan alasan yang tepat.

" Freya hari ini tidak ke kantor, Pa. badannya sedang tidak enak. jadi dirumah dulu."

" Freya sakit apa ? apa ada yang serius, Kev?"

terdengar James mulai cemas.

" oh, tidak apa-apa, Pa. Freya hanya kelelahan saja. "

" baiklah. aku percaya bila kau yang mengatakannya."

ucap James.

Kevan langsung menarik nafasnya lega.

" Kev. bisakah kau ke kantor sekarang ? ada hal yang sangat penting tentang perusahaan kita ini."

kata James dengan nada serius.

" apa yang terjadi, Pa?"

tanya Kevan mengerutkan dahinya.

" perusahaan kita sedang dalam penurunan. ada beberapa klien yang ingin menarik kerjasama nya dengan kita dengan alasan yang sungguh tidak rasional. sekarang kita akan mengadakan meeting bersama mereka. ku harap kau juga datang, Kev."

" oke, pa. aku akan segera ke kantor."

" baiklah, papa tunggu."

Kevan pun bergegas membersihkan diri karena hendak ke kantor James.

***

" syukurlah, mereka tidak jadi menarik kerja sama dengan kita. untung saja kau datang tepat waktu, Kev."

ucap Larry bernafas lega setelah para klien itu sudah membubarkan diri dari ruang meeting.

" sepertinya ada yang menghasut mereka, dan menjatuhkan nama perusahaan kita agar mereka memutuskan kerjasamanya. "

kata Kevan sambil menyandarkan punggungnya dikursi.

" apa kau baik-baik saja ?"

tanya James tiba-tiba sambil menatap tajam pada Kevan yang sejak datang wajahnya terlihat dingin dan tidak ada senyum sedikit pun.

" I am fine. mungkin aku sedikit tegang dengan kondisi tadi, Pa."

ucap Kevan santai.

" Oya , Kev. tadi ku lihat Freya tidak ada diruang kerjanya. apa hari ini dia tidak masuk ?"

tanya Larry tiba-tiba yang membuat Kevan teringat lagi.

" ehmm, ya. dia hari ini tidak masuk kerja. badannya sedang tidak enak."

balas Kevan seraya pandangannya ke bawah.

" dasar anak manja. memang anak itu masih suka semaunya sendiri."

" sudahlah, Larry. jangan pernah katakan putriku anak manja lagi. Freya itu tidak semanja yang kau kira. kau saja yang tidak mengenalnya dengan baik. bukan begitu kan, Kev ?"

mata Kevan seketika terbelalak kaget karena James baru saja membuyarkan lamunannya. ia memang mendengar apa yang mereka bicarakan, tapi pikirannya masih bersimpangan kemana-mana.

" oh, ya. benar sekali, Larry. Freya istri yang paling sempurna untukku."

Larry hanya mengangkat bahunya.

" oke, We should have lunch."

akhirnya James dan Kevan menyetujuinya, dan mereka beranjak dari ruang meeting hendak makan siang di salah satu cafetaria yang jaraknya tidak jauh dari gedung kantornya.

***

sore hari itu sepulang Kevan dari kantornya, ia langsung pergi ke apartemen untuk menemui Aaron.

diruang tengah tampak Aaron sedang asik bermain sambil disuapi makan oleh Linda, baby sitter nya.

" hi, Aaron."

sapa Kevan. tapi anak kecil itu malah merengkuh ke tubuh Linda seperti ketakutan.

" itu ada Daddy. ayo peluk Daddy. "

kata Linda merayu Aaron.

" sudahlah, Linda. mungkin dia masih takut."

Kevan sedikit kecewa dan terlihat dari raut wajahnya.

" Iya tuan. mungkin karena tuan jarang bertemu dengannya tiap hari. kalau sama nyonya Claire, Aaron sudah mulai dekat."

ucap Linda.

Kevan hanya mengangguk-anggukan kepalanya.

" dimana Claire ?"

tanyanya kemudian sambil mengedarkan pandangan ke setiap penjuru ruangan.

" belum pulang, tuan."

Jawab Linda.

tiba-tiba ponsel Kevan berbunyi. ia langsung merogohnya dari saku kemeja yang masih melekat ditubuhnya.

" Ya. gimana, ada kabar ?"

" maaf tuan, saya sudah melacak keseluruh daerah yang ada di Irlandia tapi tidak ada."

mendengar itu Kevan langsung mengepalkan lengannya, wajahnya terlihat emosi.

" kalau belum ditemukan buat apa kalian menghubungi ku ? dasar bodoh."

" ada kemungkinan istri anda pergi ke luar negeri, tuan."

ucap orang yang disebrang sana.

" what ??"

Kevan terbelalak. matanya tiba-tiba berubah merah menahan amarahnya.

" kemana kau, gadis ceroboh ?"

umpat Kevan kesal dalam hatinya.

" tuan, saya perlu data-data istri tuan lebih lengkap. supaya saya dan orang-orang saya bisa melacak kemana istri tuan pergi melalui nomer pasportnya."

" oke, nanti akan saya kirim."

" baik, tuan."

akhirnya pembicaraan mereka terputus.

Claire baru saja datang dari praktek nya di rumah sakit dan memperhatikan sikap Kevan yang terlihat marah itu.

melihat sikap Kevan yang tengah emosi, Linda memutuskan membawa Aaron ke kamarnya.

" apa yang terjadi, Kevan ?"

tanya Claire.

tapi Kevan tak bergeming. ia menjatuhkan tubuhnya duduk diatas sofa sambil terlihat sangat Frustasi.

Claire mendekati Kevan dan duduk disampingnya.

" apa yang bisa aku bantu untukmu ?"

ucap Claire.

" tidak ada."

jawabnya datar sambil menundukkan kepalanya.

" apa gara-gara aku, istrimu jadi pergi ?"

mendengar itu Kevan langsung mengangkat wajahnya dan menatap dingin pada Claire.

" iya. ini semua gara-gara kau. dan kalau sampai istri ku benar-benar meninggalkanku, aku tidak segan-segan menembak kepalamu."

ucap Kevan mengancam seraya mengangkat telunjuknya ke arah pelipisnya Claire.

" kamu gila, Kev."

kata Claire merasa terancam dan buru-buru beranjak dari tempat duduknya, pergi ke kamar menemui Aaron.

sementara Kevan masih duduk termenung diatas Sofanya sambil memejamkan mata. berharap ini hanya mimpi, namun nyatanya harus segera ia hadapi dan diselesaikan.