Chapter 51 - Bab 50

Begitu mobil Ivan pergi, aku memasuki kafe lagi. Aku memutuskan untuk duduk di dekat jendela sehingga aku bisa mengamati situasi di luar kalau-kalau Sigmund, Pangeran Maximilian, atau salah satu prajurit dari kerajaan vampir muncul.

Seorang pelayan mendekatiku dan berbicara denganku dalam bahasa Rumania. Aku tidak mengerti apa yang dia katakan tetapi aku kira dia bertanya kepadaku apa yang ingin aku pesan.

Karena aku tidak bisa berbicara bahasa Rumania, aku berbicara dengannya dalam bahasa Inggris. Untungnya, dia bisa berbicara bahasa Inggris. Aku kemudian memesan secangkir cokelat panas dan roti lapis. Akhirnya, dia undur diri untuk mengambil pesananku.

Aku sudah menunggu di kafe ini sekitar enam jam sekarang. Sejauh ini, aku telah memesan enam cangkir cokelat panas, dua sandwich, keripik kentang, dan beberapa jenis makanan penutup.

Setelah duduk sendirian di kafe ini selama dua jam pertama, orang-orang, terutama karyawan kafe, mulai menatapku dengan curiga. Mungkin mereka bertanya-tanya mengapa aku belum pergi sementara pelanggan lain biasanya pergi setelah setengah jam atau paling lama satu jam. Aku tidak menghiraukan mereka dan memilih untuk terus menatap ke luar jendela.

Pelayan yang menerima pesananku untuk pertama kalinya tiba-tiba mendekatiku dan bertanya apa yang aku lakukan di sini sendirian.

Aku mengatakan kepadanya bahwa aku mengharapkan pacarku menjemputku. Yah, aku tidak berbohong; aku hanya sedikit membengkokkan kebenaran. Aku memang sedang menunggu Pangeran Maximilian. Dia bukan pacarku tetapi tunanganku, jadi aku pikir itu sama saja. Jika bukan Pangeran Maximilian, aku berharap Sigmund yang akan menjemputku di sini.

Pelayan itu dengan sopan menyarankan aku untuk pulang karena dia yakin bahwa pacarku telah mengingkari janji kami dan tidak akan datang ke sini. Tapi aku bersikeras menunggunya di sini. Bagaimanapun juga aku tahu bahwa aku tidak bisa pulang tanpa bantuan Maximilian, Sigmund, atau vampir lainnya.

Dia bilang aku bisa menunggu di sini selama yang aku mau dan menyuruhku memanggilnya jika aku butuh sesuatu. Setelah aku mengucapkan terima kasih, dia pergi untuk melanjutkan pekerjaannya lagi.

Setelah itu, aku menghabiskan empat jam berikutnya berbicara dengan beberapa pelayan pria dan wanita, dan juga beberapa pelanggan yang ada di kafe ini. Untungnya, mereka semua bisa berbahasa Inggris meski tidak terlalu lancar. Percakapan kami benar-benar menolongku supaya tidak merasa bosan di sini.

Matahari akhirnya terbenam, tetapi aku belum melihat tanda-tanda Sigmund, Pangeran Maximilian, atau salah satu anak buah kakekku di sekitar sini. Akhirnya, aku mulai kehilangan harapan bahwa para vampir akan menemukanku di sini.

"Mungkin sebaiknya aku menggunakan uang yang diberikan Ivan untuk pergi ke Kedutaan Inggris Raya agar aku bisa pulang ke Inggris," pikirku.

Aku memanggil pelayan dan meminta tagihan. Setelah membayar tagihanku, aku memutuskan untuk segera meninggalkan kafe ini.

Tepat ketika aku melangkah keluar dari kafe, aku melihat Sigmund di seberang jalan.

"Sigmund?" aku berteriak dan melambai-lambaikan lenganku padanya.

Sigmund berbalik ke arahku. Kelegaan terlukis di seluruh wajahnya ketika dia melihatku.

Karena tidak ada kendaraan yang lewat di sini, aku buru-buru menyeberang jalan untuk mendekati Sigmund.

"Syukurlah, akhirnya kau menemukanku!" ucapku dengan gembira setelah aku tiba di depan Sigmund.

Secara spontan, aku memeluk Sigmund, tetapi tiba-tiba dia mendorongku.

"Apakah kamu sudah kehilangan akal, Mirabelle? Mengapa kamu melarikan diri dari pesta pertunanganmu tadi malam?" dia memarahi aku.

"Tapi aku tidak—"

"Kau tahu," dia memotong ucapanku, "kamu telah mempermalukan raja di depan semua tamu-tamunya."

"Aku—"

"Dan yang paling penting adalah," dia menyela lagi, "Kau membuat kami takut ketika kamu tiba-tiba menghilang tanpa jejak."

"Aku—"

"Bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi padamu?" dia memarahiku, "Raja akan—"

"Aku tahu kamu marah padaku, tapi tolong dengarkan aku," aku berteriak, menyelanya.

Sigmund menyilangkan tangan di dadanya. "Baik. Jadi apa alasanmu kali ini, Putri?"

"Aku tidak kabur, tapi aku diculik," aku menceritakan padanya.

"Kamu pasti bercanda!" kata Sigmund tak percaya.

"Apakah aku terlihat seperti sedang bercanda denganmu?" aku berteriak dengan jengkel.

"Tapi bagaimana itu bisa terjadi? Ada banyak penjaga di istana. Bagaimana orang itu bisa menculikmu dan pergi tanpa diketahui?" Sigmund bertanya dengan bingung.

"Bagaimana aku bisa tahu? Mungkin para penjaga itu cukup bodoh sampai mereka tidak menyadari bahwa ada seseorang yang menyamar sebagai salah satu tamu dengan tujuan menculik putri mereka," kataku dengan nada mengejek.

"Siapa yang menculikmu?" Sigmund bertanya, mengabaikan komentarku.

"Aku ..." aku terdiam.

"Haruskah aku memberitahunya tentang Ivan, Adolph, dan Randolph? Dan bagaimana dengan fakta bahwa mereka adalah manusia serigala?" aku bertanya dalam hati.

"Tidak!" Aku menggelengkan kepala. "Aku tidak bisa memberitahunya tentang para manusia serigalaitu. Belum saatnya. Sekarang, sejujurnya aku tidak tahu siapa yang harus aku percayai. Sampai aku menemukan siapa pembohong yang sebenarnya, aku pikir aku tidak harus mengungkapkan siapa penculikku pada para vampir."

"Mengapa kamu tidak menjawabku, Mirabelle?" Sigmund membentakku.

"Aku ... aku ...," ucapku ragu-ragu, "aku tidak tahu siapa mereka."

"Kamu yakin tidak tahu?" Sigmund menyipitkan matanya dengan curiga.

"Ya, aku benar-benar tidak tahu siapa mereka karena mereka mengenakan topeng," aku berbohong.

"Aku harap semoga Sigmund mempercayai kebohonganku!" aku berdoa berulang kali dalam hati.

"Tidak apa-apa. Aku akan memerintahkan orang-orangku untuk mencari tahu siapa penculikmu," kata Sigmund pada akhirnya.

Aku diam-diam menghembuskan nafas lega ketika aku tahu bahwa Sigmund benar-benar mempercayaiku.

Aku senang Maximilian bukan orang yang menemukanku, atau dia akan segera tahu bahwa aku sedang berbohong.

"Ayo kita kembali ke istana! Yang Mulia pasti mulai panik sekarang," ajaknya.

"Oke." Aku mengangguk.

Sigmund memegang tanganku dan kami mulai berjalan. Tapi langkahnya terhenti tiba-tiba.

"Tunggu! Pakaianmu—" Dia menatapku dari ujung kepala sampai ujung kaki.

"Ah ya, penculikku memaksaku untuk berganti pakaian. Tapi jangan khawatir! Aku berhasil mengambil gaun dan perhiasan yang kupakai saat pesta sebelum aku melarikan diri dari tempat itu. Semuanya ada di ransel ini sekarang." Aku menepuk ransel yang kugendong di punggungku.

"Bukan itu maksudku," ujar Sigmund, "Pakaian ini sepertinya terlihatfamiliar, tapi aku tidak ingat di mana aku pernah melihatnya."

"Kamu bisa melihat pakaian seperti ini di mana-mana. Mereka menjualnya di seluruh dunia," dalihku.

"Mungkin kamu benar," gumamnya.

"Ayo!" Sigmund menarikku maju.

"Di mana mobilmu?" tanyaku.

"Aku tidak membawa mobilku," jawabnya.

Jawabannya membuat aku bingung. "Jika kamu tidak membawa mobilmu, bagaimana mungkin kita kembali ke istana?"

"Kita akan lari ke sana. Lebih cepat seperti itu," katanya.

"Apakah kamu bercanda? Bagaimana kamu bisa mengharapkan aku berlari sejauh itu?" protesku.

"Kamu tidak harus lari. Aku akan menggendongmu dan kemudian aku akan lari ke istana menggunakan kekuatan vampirku," jelasnya.

"Tidak, aku tidak mau lari. Aku ingin kita pergi dengan mobil," aku menuntut.

"Baiklah," ucap Sigmund dengan kesal.

Dia mengeluarkan sebuah ponsel dari sakunya dan memanggil seseorang dan memerintahkan orang tersebut untuk menjemput kami di sini.

"Mobil itu akan tiba di sini dalam lima belas menit," Sigmund memberitahuku.

"Bagus!" seruku.

Lima belas menit kemudian, mobil kami akhirnya tiba. Aku dan Sigmund naik ke kursi belakang. Setelah itu, Sigmund memerintahkan sopir untuk membawa kami kembali ke kerajaan vampir.