Setelah pidato, Raja Bellamy turun ke panggung untuk menyambut para tamu. Pangeran Maximilian dan aku mengikuti beliau. Raja Ignatius juga bergabung dengan kami.
Pangeran Maximilian melingkarkan lengannya di pinggangku saat kami berjalan. Dia memamerkan aku, tunangan barunya, kepada teman-temannya yang menghadiri pesta ini. Sementara itu, Raja Bellamy dan Raja Ignatius memperkenalkan aku kepada keluarga bangsawan dari kerajaan lain. Kakekku terus membual tentang betapa bahagianya dia karena akhirnya bisa bertemu dengan aku lagi setelah 17 tahun. Dan Raja Ignatius mengklaim bahwa dia sangat bangga memiliki aku sebagai calon menantu.
Kakiku mulai lelah sebab aku harus menghabiskan dua jam berikutnya mengelilingi ruang pesta, bertemu begitu banyak orang dari berbagai kerajaan vampir. Dan mulutku terasa amat kering karena aku belum minum setetes air pun sejak aku melangkah di ruangan ini.
"Calon Suamiku," aku memanggil Pangeran Maximilian dengan panggilan sayang yang kuberikan padanya. Aku tahu akan lebih mudah jika aku memanggilnya tunanganku. Tetapi aku lebih suka memanggilnya "calon suami", hanya untuk mengingatkan diri sendiri bahwa ia akan menjadi suamiku di masa depan.
Maximilian yang sedang berbicara dengan salah satu temannya segera mengalihkan perhatiannya ke aku. "Iya, Putri?"
"Aku lelah. Bisakah kita duduk sebentar?" tanyaku padanya.
"Tentu," jawabnya sambil tersenyum.
Kami pamit undur diri. Setelah itu, Pangeran Maximilian menggandeng tanganku dengan lembut dan menuntun aku ke meja kosong terdekat. Akhirnya, kami duduk di kursi, saling berhadapan.
"Aku sangat haus. Tapi mereka hanya menyediakan darah di sini," keluhku sambil mendesah.
"Aku akan memberitahu pelayan untuk membawakanmu air. Tunggu di sini, oke?" Maximilian memberitahuku.
"Oke. Terima kasih," ucapku.
Dia mengangguk sambil tersenyum. Bangkit dari kursi, Maximilian mulai berjalan pergi untuk mengambil minuman buatku.
Tiba-tiba, lampu di ruangan ini menjadi redup dan lagu romantis mulai diputar di latar belakang. Para tamu menghentikan kegiatan apapun yang mereka lakukan dan mereka masing-masing memilih pasangan untuk berdansa bersama.
Aku sedang menyaksikan orang-orang berdansa ketika tiba-tiba seseorang menepuk pundakku. "Maukah kamu berdansa denganku?"
Membalikkan badan, aku tertegun ketika melihat Sigmund berdiri di hadapanku dengan senyum manis di wajahnya yang tampan. Dia mengenakan tuksedo hitam yang elegan dengan dasi kupu-kupu, membuatnya terlihat sangat memukau malam ini.
"Sigmund?" Aku terkesiap. Aku belum melihatnya sejak pesta dansa dimulai dan sekarang dia tiba-tiba muncul di depanku, meminta aku untuk berdansa dengannya.
"Apakah kamu ingin berdansa denganku?" ulang Sigmund, mengulurkan tangannya padaku.
Aku menyilangkan tangan di dada dan menjawab, "Apakah kamu pikir aku masih ingin berdansa denganmu setelah apa yang kamu lakukan padaku kemarin?"
"Memangnya apa yang telah kulakukan?" Dia berpura-pura bodoh.
"Karena kamu, Raja Bellamy menyita ponsel baruku," aku menjelaskan dengan kesal.
"Ini salahmu sendiri, Putri. Jika kamu tidak mencoba menelepon keluarga angkatmu, aku tidak perlu melaporkannya kepada raja," Sigmund beralasan.
"Aku tidak bisa mempercayainya! Bagaimana kamu bisa menyalahkan aku padahal sebenarnya itu semua salahmu?" aku menggeram.
"Diam, Putri!" Sigmund meletakkan jari telunjuknya di bibirku. "Jangan berbicara terlalu keras! Semua orang mulai menatap kita sekarang."
Mataku menyapu ke sekeliling ruangan. Sangat memalukan, aku perhatikan bahwa orang-orang di sekitar kami sedang menatap kami sekarang.
"Jika kamu tidak ingin mempermalukan diri sendiri, aku sarankan kamu berdansa denganku sekarang." Sigmund mengulurkan tangannya kepadaku lagi.
"Aku lebih suka pergi daripada berdansa denganmu," ujarku.
Aku mendorong kursiku ke belakang dan berdiri. Aku bermaksud pergi, tapi Sigmund meraih lenganku, menahanku.
"Jika kamu ingin berdansa denganku sekarang, aku akan berbicara pada Raja Bellamy untuk mengembalikan ponselmu," janjinya.
"Tidak, terima kasih. Aku bisa berbicara dengan raja sendiri," aku menolak.
"Apakah kamu pikir Yang Mulia akan mendengarkanmu?" dia mengejek.
Aku benci mengakuinya, tapi aku tahu Sigmund benar. Kakekku tidak pernah peduli dengan keinginanku.
Aku menghela nafas. "Baiklah. Aku akan berdansa denganmu. Tetapi kamu harus berjanji bahwa aku akan mendapatkan ponselku kembali besok!"
Sigmund nyengir. "Ya, aku berjanji."
Dia mengulurkan tangannya padaku. "Mari kita berdansa, oke?"
Dengan ragu-ragu, aku meletakkan tanganku di tangan Sigmund.
Kami hendak menuju ke lantai dansa tetapi mendadak berhenti ketika sebuah suara yang nyaring terdengar dari seberang ruangan. "Jauhi tunanganku!"
Kami berdua berbalik dan mendapati Pangeran Maximilian berjalan ke arah kami dengan marah.
Aku melepaskan tanganku dari Sigmund. "Oh tidak! Aku dalam masalah besar."