Chapter 39 - Bab 38

Malam ini adalah malam pesta pertunanganku dan Pangeran Maximilian. Aku sangat gugup. Sejujurnya, aku belum siap untuk pertunangan ini. Demi Tuhan aku baru berusia enam belas tahun. Aku ingin menyelesaikan sekolah menengah dan melanjutkan ke perguruan tinggi. Setelah itu, aku ingin mencari pekerjaan yang layak dan menjalani hidupku sendiri secara mandiri. Tapi semua mimpiku hancur gara-gara kakekku, sang raja vampir.

Berbaring di tempat tidur, aku meletakkan kepalaku ke bantal, dan menutup mata. Masih ada beberapa jam sebelum pesta, jadi aku ingin beristirahat sejenak karena aku merasa malam ini akan menjadi malam yang sangat panjang.

Aku tersentak bangun ketika mendengar suara pintu dibuka. Aku memalingkan kepalaku ke pintu dan mendapati Raja Bellamy memasuki kamar tidurku dengan beberapa pelayan di belakangnya.

Kedatangannya membuat aku sangat bingung. Dia seharusnya sedang tidur sekarang karena matahari belum terbenam. Jadi apa yang dia lakukan di kamarku lebih awal seperti ini?

Itu pasti sangat penting sehingga raja vampir datang ke kamarku sendiri pada jam seperti ini. Kalau tidak, dia pasti akan menunggu sampai matahari terbenam atau mengirim Sigmund atau Lupita ke sini.

Saat raja berjalan ke arahku, para pelayan menunggu di ambang pintu. Mungkin mereka takut untuk bergerak lebih jauh ke dalam karena ruangan ini diterangi oleh sinar matahari sore yang mengalir melalui jendela. Sementara itu, Raja Bellamy sama sekali tidak terpengaruh oleh matahari. Seperti yang Sigmund katakan padaku, semakin tua vampir itu, semakin mereka terbiasa dengan matahari.

Raja vampir duduk di tepi tempat tidur, dan dengan cepat, aku duduk tegak.

"Kakek, apa yang membawamu ke sini?" tanyaku penasaran.

"Mirabelle, kita perlu bicara," beliau berbicara dengan nada serius yang membuatku tegang.

"Ada apa, Kakek?" tanyaku.

"Dengarkan aku baik-baik, Mirabelle! Pesta ini sangat penting bagiku. Malam ini, aku akan memperkenalkan kamu sebagai cucu perempuanku ke semua kerajaan vampir. Dan aku juga akan mengumumkan pertunanganmu dengan Pangeran Maximilian. Aku ingin kamu menunjukkan perilaku terbaikmu atau kamu akan merasakan konsekuensinya. Apakah kau mengerti?" Raja Bellamy memperingatkan aku.

"Iya, kakek," jawabku.

"Bagus! Dan ingatlah! Kamu tidak diizinkan untuk memanggilku Kakek ketika kita berada di pesta itu, tetapi panggil aku Yang Mulia! Apa kau paham?" beliau mengingatkan aku.

"Iya, Yang Mulia," jawabku.

"Sekarang, bersiaplah! Pelayan akan membantumu bersiap-siap. Pangeran Maximilian akan menjemputmu nanti," perintahnya.

"Oke, Kakek," kataku.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Raja Bellamy berdiri dan keluar dari kamarku.

Setelah sang raja pergi, seorang pelayan berbicara, "Yang Mulia, maukah Anda menutup tirainya? Kami tidak bisa—"

"Oh, aku mengerti," aku memotong ucapannya, "Tunggu sebentar!"

Aku turun dari tempat tidur, berjalan ke jendela, dan menutup tirai.

Setelah cahaya matahari dihalangi, para pelayan mendekati aku. Salah satu dari mereka pergi ke kamar mandi guna menyiapkan air untukku mandi, sementara yang lain sedang mempersiapkan make-up dan pakaianku.

Begitu airnya penuh, pelayan itu memanggil aku ke kamar mandi dan menyuruhku mandi. Aku menurut dan mandi dengan santai selama sekitar 30 menit. Akhirnya, aku keluar dari bak mandi dan mengenakan jubah mandi sebelum keluar dari kamar mandi.

Para pelayan menyuruhku duduk menghadap ke meja rias. Mereka mengaplikasikan make up yang menawan ke wajahku, dan menata rambutku menjadi gaya waterfall braid, dan menghias rambutku dengan tiara.

Para pelayan itu kemudian membawa aku ke walk-in closet dan menolong aku mengenakan gaunku. Ini adalah gaun pesta berwarna pink tanpa lengan. Gaun ini terlihat sangat elegan dan menakjubkan. Dan aku sangat menyukainya.

Setelah itu, mereka membantuku mengenakan sepatu hak tinggi merah muda. Untuk melengkapi penampilanku, para pelayan juga meminta aku untuk memakai anting-anting berlian dan kalung berlian.

"Tidak, aku tidak mau melepaskan kalungku." Aku menggenggam liontinku di dada ketika pelayan mencoba melepasnya supaya aku bisa memakai kalung berlian.

"Maaf, Tuan Putri, tetapi Yang Mulia Raja memberitahu kami bahwa anda tidak bisa mengenakan kalung itu ke pesta," ucap Lupita yang bergabung dengan para pelayan lain pada menit terakhir untuk membawakan perhiasanku.

Aku tidak suka ketika Lupita memanggil aku "Tuan Putri". Tetapi aku mengerti mengapa dia melakukan itu. Dia tidak memanggil aku dengan namaku karena ada pelayan lain di sini. Seperti apa yang dia katakan, dia setuju untuk memanggilku "Rosanne" hanya ketika kami sendirian.

"Tidak! Aku tidak akan pernah melepaskannya," aku bersikeras.

"Tolong mengertilah, Tuan Putri! Liontin itu dirancang untuk menyembunyikan aroma vampir anda. Akan ada ratusan vampir di sana. Mereka mungkin mencoba menyerang anda jika mereka mengira anda adalah seorang manusia," Lupita mencoba meyakinkan aku.

"Tidak," aku menolak, "Ini adalah satu-satunya hal yang ibuku tinggalkan untukku. Aku tidak akan pernah melepaskannya."

"Saya mengerti bahwa liontin itu sangat berarti bagi anda, Tuan Putri. Tapi anda harus melepaskannya, ini untuk keselamatan anda," Lupita membujukku.

"Aku mengerti," ucapku, "Tapi—"

"Anda masih bisa menyimpan liontin itu selama anda tidak memakainya, Tuan Putri," Lupita menyela.

"Tapi di mana aku bisa menyimpannya? Tidak mungkin untuk memegangnya sepanjang malam, kan?" tanyaku bingung.

"Ada kantong tersembunyi di gaunanda, Tuan Putri. Anda bisa meletakkannya di sana jika anda mau," usul Lupita.

Aku memeriksa gaunku dengan cepat, mencoba membuktikan kata-kata Lupita. Ternyata, dia benar. Ada saku tersembunyi di samping gaunku. Dengan enggan, aku membuka liontinku dan memasukkannya ke dalam saku. Akhirnya, Lupita menolong aku mengenakan kalung berlian.

Semua pelayan, termasuk Lupita, meninggalkan kamarku setelah menyelesaikan tugas mereka. Lupita menyuruh aku menunggu di kamar sampai Pangeran Maximilian datang menjemputku. Yah, aku tidak punya banyak pilihan karena mereka mengunci pintu kamarku dari luar.

Ketika malam tiba, Pangeran Maximilian akhirnya datang menjemputku. Dia tampak sangat tampan dengan tuksedo putih dan dasi kupu-kupu.

"Wow, kau terlihat sangat cantik malam ini, Putri," Pangeran Maximilian memujiku.

Pipiku merona. "Terima kasih."

"Apakah kamu siap?" tanyanya sambil tersenyum.

Aku mengangkat bahu. "Aku rasa begitu."

"Ayo kita pergi!" Pangeran Maximilian mengulurkan tangannya padaku.

Aku meraih tangannya, lalu kami keluar dari kamar, dan berjalan menuju ruang pesta.