Chapter 4 - Bab 3

"Mungkinkah dia gadis yang kita cari?" Sebuah pertanyaan membawaku kembali ke kesadaran.

"Kuharap begitu," jawab suara lain.

Tampaknya suara-suara itu berasal dari dua orang pria.

Aku membuka mata tetapi semua yang aku lihat adalah kegelapan.

'Apa yang terjadi? Mengapa aku tidak bisa melihat? Apakah mereka mematikan lampunya?' aku bertanya pada diri sendiri.

Aku mengerjapkan mata beberapa kali dan akhirnya menyadari bahwa mataku tertutup oleh kain. Aku mencoba untuk menyingkirkan penutup mata ini, tetapi aku tidak bisa menggerakkan tanganku karena tanganku diikat di belakang punggungku dengan tali tebal. Dan aku bisa merasakan bahwa pergelangan kakiku diikat juga. Aku ingin meminta bantuan, tetapi tidak ada suara yang keluar dariku karena mulutku disumpal dengan kain.

'Apa yang sedang terjadi? Mengapa aku terikat, disumpal mulutnya, dan ditutup matanya?' aku mulai panik.

Tiba-tiba, memori tentang apa yang telah terjadi mulai kembali membanjiri kepalaku. Aku ingat berdebat dengan ibuku tentang pergi ke pesta Josh. Aku meninggalkan rumah dengan marah, dan aku diculik dalam perjalanan ke rumah Josh.

Aku merasakan sekelilingku bergerak. Jadi sepertinya aku sedang berada di dalam sebuah mobil sekarang. Dan aku berasumsi bahwa aku berbaring di kursi belakang.

Aku mendesak keinginanku untuk meronta karena aku tidak ingin menarik perhatian para penculikku. Jadi aku tetap diam, pura-pura tidur sambil mendengarkan percakapan mereka.

"Kita kehabisan waktu," suara pertama melanjutkan, "Kita hanya punya sisa waktu satu bulan. Jika kita tidak bisa menemukannya sebelum dia berusia 17 tahun, kita akan berada dalam masalah besar."

"Kamu benar," suara kedua setuju, "Raja akanโ€”"

"Sstt!" suara pertama menyerobot.

"Ada apa?" tanya pria kedua.

"Dia sudah bangun," jawab pria pertama.

'Bagaimana dia bisa tahu kalau aku sudah bangun?' pikirku bingung.

Itu tidak masalah. Karena mereka telah tahu bahwa aku sudah bangun, aku pikir sudah waktunya bagiku untuk mulai berusaha melepaskan diri.

"Tolong aku!" aku berteriak, tapi suaraku teredam oleh kain yang menyumpal mulutku.

Lalu aku berusaha untuk melepaskan tali yang mengikat pergelangan tangan dan kakiku, tapi itu tidak ada gunanya.

Mereka tertawa karena usahaku yang sia-sia untuk membebaskan diri.

"Tidak ada gunanya, gadis kecil. Kamu tidak akan pernah bisa melepaskan ikatan itu," salah satu dari mereka mengejekku.

Aku tahu mereka mungkin benar. Tetapi aku tidak mendengarkan mereka. Aku terus berusaha melonggarkan tali yang mengikat tanganku. Dan aku juga meronta-ronta untuk membebaskan kakiku. Tapi mereka tidak mau terlepas. Akhirnya, aku memutuskan untuk menyerah.

"Nah, itu baru gadis yang baik!" pria tadi berkata sambil tertawa.

Aku muak dengan ejekan mereka. Aku bersumpah jika tanganku tidak diikat di belakang, aku akan menghapus tawa dari wajah mereka.

Keheningan tiba-tiba terjadi di mobil ini. Setelah waktu yang terasa seperti berjam-jam, akhirnya mobil berhenti. Pintu di sampingku terbuka. Aku merasakan dua tangan besar meraih lengan atasku dan menyeret aku keluar dari mobil. Lalu aku terlempar ke bahu seseorang. Mereka mulai berjalan, menggendongku di bahu mereka seperti sekarung kentang. Begitu kami sampai entah di mana itu, mereka melemparkan aku ke lantai yang dingin.

"Aduh!" Aku merintih kesakitan.

Seseorang meraih bahuku dengan kasar dan memaksaku ke posisi duduk. Mereka membuka kain yang menutupi mataku. Cahaya menyilaukan yang masuk secara tiba-tiba membuatku menyipitkan mata. Ketika mataku akhirnya bisa menyesuaikan diri dengan cahaya, aku mulai melihat ke sekeliling ruangan tempat aku disandera.

Ini adalah ruangan kecil tanpa perabotan. Dinding dan lantainya terbuat dari batu. Sebuah pintu besi terletak di seberangku. Tidak ada jendela di ruangan ini. Lampu LED yang tergantung dari langit-langit di tengah ruangan menjadi satu-satunya sumber cahaya di sini. Dari tampilannya, sepertinya aku sedang berada di penjara bawah tanah sekarang.

Aku menatap penculikku. Dia masih mengenakan hoodie. Dia berjongkok di belakangku dan melepaskan ikatan di pergelangan tanganku. Begitu tanganku bebas, aku menarik kain dari mulutku.

"Kamu siapa? Apa yang kamu inginkan dari aku?" aku menuntut jawaban mereka.

Mengabaikanku, dia beralih ke kakiku dan mulai melepaskan ikatannya.

"Hei! Aku berbicara denganmu," protesku. Tetapi dia masih tidak mengatakan apa-apa.

Dengan marah, aku mencoba menendangnya, tetapi dia menangkap kakiku sebelum bisa menyentuhnya.

"Jangan!" Hanya itu yang dia katakan sebelum meletakkan kakiku.

Pria itu berdiri dan berbalik. Pada saat yang sama, aku berdiri dan berlari menuju pintu. Tetapi lelaki itu lebih cepat, sehingga dia bisa sampai di sana sebelum aku. Dia keluar dari sel ini dan membanting pintu sampai tertutup di depan wajahku.

Aku menggedor pintu besi dan berteriak sekencang mungkin, "Tolong! Keluarkan aku! Biarkan aku keluar dari sini!"

Aku terus berteriak untuk menarik perhatian mereka. Akan tetapi, jeritanku tak dihiraukan. Mengetahui usahaku tidak berguna, aku merosot ke lantai dan mulai menangis.

"Maafkan aku, Bu. Seharusnya aku mendengarkanmu," aku terisak menyesali perbuatanku.

Aku menarik lutut ke dadaku dan memeluk diriku sendiri. Tiba-tiba, aku merasakan tonjolan di saku celana jeansku. Terakhir aku ingat bahwa aku telah memasukkan liontinku ke dalam saku sebelum diculik.

Ibu McCarthy selalu mengatakan kepadaku bahwa liontin itu akan melindungiku. Aku mungkin diculik karena aku tidak memakainya. Karena itu, aku mengeluarkan liontin itu dengan cepat, dan mengenakannya kembali.

Memejamkan mata, aku mencengkeram liontin di leherku dan terisak, "Ibu, Ayah, tolong bantu aku! Aku takut."