Aku berlari dan terus berlari sampai aku tidak kuat berlari lagi. Aku jatuh hingga berlutut dan mulai menangis. Ketika akhirnya aku bisa menenangkan diri, aku duduk di trotoar dan mulai memikirkan hidupku.
Aku adalah seorang yatim piatu. Aku ditinggalkan di depan panti asuhan ketika aku masih bayi. Aku menghabiskan masa kecilku di panti asuhan. Ketika aku beranjak dewasa, aku berpindah-pindah dari satu keluarga asuh ke keluarga asuh lainnya. Alasanku terus pindah karena entah bagaimana aku tidak pernah bisa cocok dengan keluarga asuh itu. Jadi mereka selalu memutuskan untuk mengembalikan aku ke panti asuhan.
Karena aku belum pernah diadopsi selama dua belas tahun hidupku, pekerja sosialku mulai kehilangan harapan padaku. Mereka mengatakan kepadaku bahwa aku mungkin akan terjebak di panti asuhan untuk selamanya.
Namun, semuanya berubah setelah aku bertemu Marlon dan Rosetta. Mereka adalah orang tua asuh terbaik yang pernah aku miliki. Mereka bukan tipe orang tua yang menampung anak-anak asuh hanya untuk mengambil uang dari pemerintah. Mereka mencintai aku seperti mereka mencintai putri kandung mereka, Marirosa.
Setelah aku tinggal bersama mereka selama setahun, aku terkejut karena mereka memutuskan untuk mengadopsiku. Mereka bahkan secara resmi menambahkan nama keluarga mereka —"Sinclair"— ke namaku.
Aku belum pernah memiliki nama belakang sebelumnya. Sepanjang hidupku, aku hanya dikenal sebagai Rosangela. Semua orang memanggil aku Rosanne. Itu adalah nama yang dipilih oleh Ny. McCarthy, pemilik panti asuhan, ketika aku ditemukan hampir 17 tahun yang lalu.
Aku sudah tinggal bersama keluarga Sinclair selama hampir 5 tahun sekarang. Mereka sangat baik kepadaku, meskipun kadang-kadang mereka menjadi sedikit overprotektif.
Namun demikian, tidak peduli betapa baiknya mereka, aku masih merindukan cinta dan kehadiran orang tua kandungku. Aku tidak pernah tahu siapa orang tuaku yang sebenarnya. Satu-satunya hal yang mereka tinggalkan untukku adalah liontin yang aku pakai di leherku sekarang.
Aku menyentuh dadaku dan merasakan liontin di balik blus merah muda yang kukenakan. Aku menariknya keluar dan menatap liontin itu dengan sedih.
Nyonya McCarthy mengatakan kepadaku bahwa liontin ini milik ibuku. Beliau sepertinya mengenal ibuku, dan mungkin ayahku juga. Tetapi setiap kali aku bertanya kepadanya tentang orang tuaku, Nyonya McCarthy selalu menolak untuk memberitahu aku lebih banyak tentang mereka. Beliau hanya mengatakan kepadaku untuk tidak melepaskan liontin itu. Karena dia percaya bahwa liontin ini akan melindungi aku dan mungkin juga akan membawa aku kepada orang tuaku suatu hari nanti.
Ya, aku tidak percaya dengan kata-katanya. Liontin ini tidak membawa apa-apa selain kesedihan dalam hidupku. Dan meskipun aku terus memakainya, itu tidak pernah bisa membawa orang tuaku kembali.
Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku membuka liontin itu dan memasukkannya ke dalam saku celanaku dengan marah.
Tiba-tiba, ponselku berdering. Aku mengeluarkannya dari sakuku dan melihat nama Valerie terlintas di layar.
Aku segera mengangkat telepon. "Halo?"
"Rosanne, kamu dimana? Apa kamu jadi datang ke pesta atau tidak?" Valeria bertanya dengan tidak sabar.
"Aku akan datang. Aku sedang dalam perjalanan sekarang," kataku padanya.
"Baik. Aku akan menunggumu di sini. Sampai jumpa."
"Sampai jumpa." Aku menutup telepon.
Berdiri, aku mulai berjalan ke kiri menuju ke rumah Josh. Setelah melangkah beberapa meter, tiba-tiba, aku merasa ada seseorang yang memperhatikanku. Aku melihat ke sekeliling tetapi tidak menemukan siapapun. Jadi aku mengangkat bahu dan terus berjalan.
Beberapa meter lebih jauh, aku mendengar suara langkah kaki mendekat. Langkahku terhenti dan aku menengok ke belakang. Namun aku tidak melihat siapapun.
Tiba-tiba, aku merasakan rasa takut menjalari diriku. Jadi, aku terus berjalan dan mempercepat langkahku.
Aku mendengar suara langkah kaki itu semakin mendekat. Aku berhenti berjalan dan berbalik. Tapi aku tidak melihat siapapun. Berbalik lagi, jantungku berdegup kencang ketika aku melihat seorang lelaki berjubah hitam tiba-tiba muncul di hadapanku.
"Si—siapa kamu?" aku tergagap.
Dia tidak menjawab.
Aku berjalan mundur dengan ketakutan dan menabrak sesuatu yang keras.
Aku melirik ke belakang melalui bahuku dan mendapati seorang lelaki berjubah hitam berdiri di belakangku.
"Apa yang kalian inginkan dariku?" tanyaku, berusaha terdengar berani.
Mereka hanya memelototiku, tidak mengatakan sepatah kata pun.
Aku berniat untuk lari tetapi mereka berdua meraih tanganku. Aku mencoba melepaskan diri namun genggaman mereka terlalu kuat. Ketika aku hendak berteriak, tiba-tiba salah satu dari mereka menutup mulut dan hidungku dengan sebuah saputangan. Aroma kloroform yang kuat menghantam lubang hidungku. Aku menahan napas, berusaha tidak menghirup kloroform itu. Namun, aku tidak bisa menahannya terlalu lama. Aku dipaksa untuk bernapas melalui saputangan itu.
Pandanganku mulai kabur dan tubuhku terasa sangat lemah. Hal terakhir yang aku lihat adalah orang-orang itu menyeringai kepadaku, menampilkan gigi-gigi putih panjang mereka. Dan akhirnya, semuanya menjadi gelap.