Dua hari berlalu dengan begitu cepatnya, telepon misterius pun terus menghantui Binar. Pria itu terus saja menghubunginya. Namun, dia tidak mengatakan semua itu pada Adnan.
Binar yang sudah bosan selalu ada di dalam rumah, jiwa pembangkangannya mulai muncul. Dia melupakan janji yang diucapkan dirinya sewaktu di rumah sakit setelah penyerang itu.
"Sayang, apakah kau masih sibuk?" tanya Binar yang sudah duduk di samping Adnan.
"Ada apa?" Adnan balik bertanya sembari tetap fokus pada layar laptopnya.
Binar menatap Adnan yang masih saja fokus dengan pekerjaannya. Padahal ini posisinya dia sedang ada di dalam kamar.
Dia tidak menyukai jika lawan bicaranya masih fokus dengan pekerjaannya di saat dia ingin mengatakan sesuatu.
Adnan tidak mendengar apa yang ingin dikatakan oleh istrinya itu. Dia menoleh dan melihat apa yang sedang dilakukan oleh Binar.
Dia melihat Binar diam dengan menekuk bibirnya, itu membuat Adnan semakin ingin mencubit bibir wanita yang sangat dicintainya itu.
"Ada apa?" tanyanya lagi sembari mencubit bibir Binar dengan lembut.
Dengan refleks Binar menepis tangan Adnan yang masih menyebut bibirnya. Matanya melirik Adnan dengan sangat tajam, dia tidak suka jika ada yang memegang atau mencubit bibirnya.
Muncul ide nakal dalam benaknya, dia tersenyum miring lalu menarik kerah baju Adnan. Ditatapnya kedua bola mata Adnan dengan lekat lalu mengecup bibir Adnan sekilas dan melepaskan kerah bajunya.
Berniat untuk beranjak dari duduknya tetapi dia tidak bisa karena Adnan menarik tangannya lalu memegang tengkuk lehernya. Dia kembali mencium bibir Binar dengan lembutnya.
Mata Binar membulat seraya memerintahkan Adnan untuk melepaskannya. Namun, dalam benak Adnan tidak akan melepaskannya kali ini. Karena Binar sudah memancing dirinya.
Adnan bermain dengan sangat lembut, sedikit demi sedikit ciuman itu semakin membuatnya tidak ingin melepaskan Binar. Hasrat dalam dirinya muncul dengan cepat tatkala merasakan balasan dari setiap permainan yang dilakukan olehnya.
Ciuman Adnan begitu memanas sehingga dia tidak menyadari jika Binar mulai kesulitan mengambil udara untuk bernapas.
"Kau mulai berani, Sayang?!" imbuh Adnan yang sudah melepaskan ciuman panasnya pada Binar.
"Kau yang terlalu mesum," ucap Binar sembari mengatur napas yang tidak beraturan.
Adnan tersenyum sebab melihat Binar yang sedang mengatur napasnya. Menurutnya itu sangat manis sehingga dia ingin menikmati bibirnya yang terasa manis itu.
"Dan kau yang membuatku menjadi pria mesum," ungkap Adnan.
Dia menarik kembali Binar sehingga tubuh istrinya itu berada dalam pangkuannya. lalu menciumnya dengan sangat lembut.
Binar berusaha melepaskan diri dari serangan Adnan ini. Namun, dia tetap tidak bisa dan akhirnya dia kembali terjatuh oleh ciuman yang lembut itu.
Tangan Adnan pun tidak ingin diam begitu saja, tangannya mulai berjalan dengan lembut menyentuh bagian belakang Binar. Dan mendorong tubuh Binar sehingga tubuhnya semakin menempel dengan tubuhnya.
Ciuman yang pertama hanya menikmati manisnya bibir Binar. Sekarang berjalan menelusuri leher istrinya itu, sehingga membuat tubuh Binar bergetar merasakan kegelian. Namun, dia menikmati apa yang dilakukan oleh Adnan.
Tangan Adnan menyelusup kedalam pakaian Binar dan bermain di bagian dadanya dengan lembut. Dia tidak peduli dengan suara lembut Binar yang terdengar oleh telinganya.
Suara lirih yang keluar dari mulut dan gerakan tubuh Binar yang menerima setiap sentuhan tangan dan ciuman darinya. Itu membuat Adnan semakin terprovokasi untuk melakukan hal yang lebih lagi.
Tok! Tok! Terdengar suara ketukan pintu, Adnan tidak memedulikan itu. Dia masih saja bermain dengan tubuh Binar.
"Kita bisa hentikan ini? Di luar ada orang," kata Binar dengan lirih.
"Biarkan saja!" jawab Adnan singkat lalu kembali bermain dengan tubuh Binar.
Tidak berapa lama suara ketukan pintu kali terdengar. Dan itu sangat mengganggu sekali, akhirnya Adnan menghentikan permainannya. Menatap Binar sesaat dengan rasa kesal.
Binar merasakan sesuatu yang aneh saat duduk di atas pangkuan Adnan. Ada sesuatu yang timbul dan mengeras di pahanya. Dia berpikir apakah hasrat Adnan sudah sangat kuat. Sehingga Adnan sangat kesal dengan ketukan pintu itu.
Melihat Adnan seperti itu, Binar tersenyum sembari merapikan pakaiannya yang sudah berantakan akibat ulah Adnan. Dia beranjak dari pangkuan Adnan.
"Apa kau menikmatinya, Sayang?" bisik Binar sembari menyentuh bagian sensitif Adnan yang sudah menegang.
Binar bergegas membuka pintu kamar dengan senyum kemenangan kali ini. Namun, Adnan semakin kesal dengan apa yang dibisikkan oleh istrinya itu.
Pintu kamar terbuka, terlihat Candra yang sudah berdiri tegap di balik pintu. Dia membungkukkan tubuhnya sedikit seraya memberi hormat.
"Masuklah dan terima kasih karena kau tiba saat ini," kata Binar sembari berjalan melaluinya.
Candra bingung dengan apa yang dikatakan oleh Binar. Dia melihat sekilas Adnan dengan sorot mata yang sangat tajam padanya.
Pasti ada yang tidak beres, dalam hati Candra berkata. Karena melihat sorot mata yang hendak mencabik-cabik tubuhnya itu. Namun, dia tetap berjalan mendekat pada Adnan.
"Ada apa?!" tanya Adnan dengan nada kesal seraya ingin melempar Candra ke hutan belantara.
"Dia ingin bertemu dengan Anda," jawabnya.
"Siapa?" Adnan kembali bertanya.
"Pria yang menyerang Nona Binar," Candra menjawab.
Adnan kembali bertanya pada Candra apa yang diinginkan oleh pria itu. Sehingga dia mengatakan siapa dalang dibalik penyerangan Binar.
Dengan sikap keras kepala pria itu membuat Adnan tidak akan melepaskannya begitu saja. Meski Candra sudah menyiksa pria itu dengan sakit menyakitkan.
Adnan beranjak dari duduknya lalu berkata, "Ayo!"
Dia berjalan keluar dari kamar menuju sebuah ruangan. Di mana ruangan itu adalah tempat Candra menyiksa pria yang sudah menyerang Binar.
Binar melihat Adnan dan Candra berjalan ke suatu arah. Rasa ingin tahunya sangat besar, dia pun memutuskan untuk mengikuti mereka.
Jalan yang dilewatinya baru pertama kali dilaluinya. Dia berpikir mau ke mana Adnan dan Candra. Melewati lorong yang tidak terlalu terang, ini terasa sangat pengap.
Dia melihat Adnan menghentikan langkahnya di sebuah ruangan. Di mana di depan ruangan itu berdiri tegap dua orang pengawal.
"Siapa yang ada di dalam sana?" gumam Binar sembari terus memperhatikan Adnan dan Candra.
Candra mengatakan sesuatu pada kedua pengawal itu. Pengawal itu pun memberi hormat lalu berjalan meninggalkan mereka berdua.
Binar berjalan cepat untuk bersembunyi agar kedua anak buah Adnan tidak melihatnya. Setelah kedua pengawal itu melewati Binar yang sedang bersembunyi, dia pun berjalan perlahan menuju ruangan di mana Adnan dan Candra masuk.
Dia tiba di depan pintu yang tertutup rapat, mendengarkan dengan saksama suara yang muncul dari dalam ruangan itu. Namun, dia tidak bisa mendengar sesuatu yang aneh.
Aaaaaaa ... Terdengar teriakan seorang pria dari dalam ruangan itu. Binar semakin penasaran apa yang terjadi di dalam ruangan yang di masuki oleh Adnan dan Candra.
"Teriakan yang memilukan? Sebenarnya siapa yang berteriak seperti itu?" Binar bergumam sembari memegang gagang pintu.