Bug! Bug! Binar melayangkan pukulannya pada orang yang sudah mencengkeram tangannya. Dia tidak suka dengan yang namanya pemaksaan. Apalagi seorang pria yang tidak dikenalnya menyentuh tangannya dengan sangat kuat.
Pria itu terhuyung ke belakang lalu memegang perutnya yang terkena pukulan Binar. Dia merasa kesal dengan apa yang sudah dilakukan oleh Binar.
"Anda membuat saya kesal, Nona!" ucap pria itu sembari menegapkan tubuhnya dan bersiap menyerang Binar.
Dia berlari kedua tangannya sudah dikepalkan, pukulan yang sangat cepat dan kuat melayang ke arah Binar. Secara refleks Binar menghindar dari serangan pria itu.
Whussss! Embusan angin dari pukulan pria itu terasa di kulit wajah Binar. Dan itu tidak membuatnya merasa gentar, meski lawannya cukup kuat. Namun, dia berpikir jika terus melawan mereka semua bisa-bisa dia yang berhasil dilumpuhkan.
Sembari melihat situasinya, dia berusaha mencari celah untuk lari. Karena dia yakin jika mereka semua pasti akan menyerangnya secara bersamaan.
Dalam benaknya berkata, jika dirinya tidak boleh kalah atau kembali terluka seperti kemarin. Pukulan demi pukulan dilayangkan pada Binar oleh pria itu. Namun, dia berhasil bertahan dari serangan itu.
"Hai apa yang kalian lakukan?" teriak seorang pria yang melihat penyerangan terhadap Binar.
Para musuh mengalihkan perhatiannya pada pria yang bertanya. Ini adalah kesempatan bagi Binar untuk lari dari perkelahian yang tidak menguntungkan baginya.
Meski ini bukanlah gayanya untuk pergi dari pertempuran. Namun, kali ini dia berpikir untuk menyelamatkan dirinya terlebih dahulu.
Semua musuh tidak memperhatikan Binar, dengan cepat dia berlari tanpa menghiraukan pria yang sudah dibilang membantunya.
"Kejar wanita itu!" perintah seorang pria yang melihat Binar berlari.
Terjadi kejar-kejaran antara mereka, jumlah mereka tidak sedikit. Dalam benak Binar, dia tidak bisa melawan mereka semua. Dan akhirnya dia menghubungi Candra. Entah mengapa dia berpikir Candra bukan Adnan.
Binar mengambil ponselnya sembari terus berlari, dia mencari nama Candra di ponselnya lalu menghubunginya.
Candra yang menyadari ada panggilan dari Binar langsung mengangkatnya. Tanpa basa-basi Candra bertanya di mana keberadaannya.
Dengan suara terengah-engah Binar mengatakan keberadaannya. Dia bicara sembari terus berlari lalu menutup sambungan teleponnya.
"Hanya ini yang bisa aku lakukan saat ini, jika Candra tiba tepat waktu maka aku akan selamat!" kata Binar sembari terus berlari.
Para musuh masih saja mengejarnya, mereka tidak ingin misinya gagal. Hanya membawa seorang gadis saja, sudah kewalahan. Dan mereka pun takut akan hukuman tuannya jika misi kali ini gagal.
Lari Binar terhenti tatkala melihat dua orang pria yang sudah menghadangnya. Dia berpikir jika sudah tidak ada gunanya untuk terus berlari, mungkin saatnya untuk melawan hingga Candra tiba.
"Hentikan semua ini, Nona! Tidak ada gunanya lagi Anda lari!" kata pria itu dengan nada kesal.
Binar hanya memperhatikan satu per satu musuhnya sembari mengatur napasnya. Dia pun mencari cara untuk mengukur waktu hingga bantuan tiba.
"Bukankah aku sudah bilang bahwa aku tidak akan ikut dengan kalian!" ungkap Binar.
"Tidak perlu banyak bicara—tangkap dia!" perintah pria itu dengan geram.
Pria itu sudah tidak tahan dengan sikap Binar, seharunya pekerjaan yang dilakukan olehnya bisa cepat diselesaikan.
Bug!
Bug!
Whussss!
Binar kembali menerima serangan dari para musuhnya. Sekarang mereka menyerang bersamaan, itu membuat dia kewalahan. Namun, dirinya masih bisa bertahan menghadapi serangan mereka.
Brugggg!
Binar terjatuh, dia kelelahan karena bertahan dari serangan mereka. Terdengar suara tawa yang merasa bahwa mereka sudah menang.
"Bawa dia!" perintah pria yang mengenakan baju berwarna biru itu.
Mereka sangat menurut dengan apa yang dikatakan oleh pria itu. Sepertinya dia adalah pimpinan mereka, dua orang anak buahnya mendekat ke arah Binar.
Mereka berdua memegang lengan Binar lalu membuat Binar berdiri. Tangan Binar di pelintir ke belakang. Dengan maksud agar dia tidak bisa melawan saat dibawa ke dalam mobil.
Meski banyak orang yang melihat tetapi tidak ada satu orang pun yang berani untuk membantu. Mereka semua merasa takut dengan perangai para pria yang terlihat sangar.
Binar di dorong dengan sangat keras masuk ke dalam mobil. Sehingga lengannya merasa sakit terbentur bagian dalam mobil.
Pria yang mendorong Binar menyeringai, dia merasa puas karena melihat rasa sakit yang dialami oleh wanita yang sudah membuatnya kesusahan.
Semua orang sudah masuk dalam mobil, sopir menjalankan mobil dengan kecepatan tinggi. Dia merasa harus cepat mempertemukan tuannya dengan wanita yang diinginkannya itu. Agar tugasnya selesai dengan cepat.
Ckitttt!
Mobil yang ditumpangi oleh Binar terhenti mendadak. Karena di depan sudah ada sebuah mobil yang menghadang.
Terlihat seorang pria yang mengenakan jas berwarna abu-abu dan di sampingnya berdiri seorang pria yang berada jas hitam.
Mereka adalah Adnan dan Candra, tatapan Adnan begitu tajam pada mobil yang ada di depannya. Matanya memerah terlihat jelas jika dia sangat geram dengan apa yang dilakukan oleh para bajingan yang telah berani menyentuh istrinya.
Para penjahat itu keluar dari mobil, mereka tidak terima dengan apa yang dilakukan oleh Adnan. Tanpa basa-basi mereka langsung berjalan mendekat, tanpa menyadari jika nyawa mereka sudah berada di ujung kuku.
"Kematian seperti apa yang ingin kalian tempuh?!" tekan Adnan.
Dari suara Adnan yang begitu dingin terlihat aura yang sangat menakutkan. Tidak ada yang bisa lepas dari kematian kali ini. Mereka terlihat mulai ragu dengan apa yang akan dilakukan.
"Untuk apa kalian takut! Bukankah mereka hanya dua orang sombong saja yang tidak memiliki kemampuan!" ucap pimpinan mereka dengan lantangnya.
"Apa kalian yakin kami hanya berdua?!" tanya Candra dengan nada menakuti.
Bola mata mereka semua mulai mencari sesuatu yang dikatakan oleh Candra. Dan benar saja bukan hanya Candra dan Adnan yang sedang mereka hadapi.
Namun, mereka semua sudah terpojok karena anak buah Adnan sudah mengelilingi mereka semua dengan memegang senjata api di tangan. Dengan aba-aba dari Adnan atau Candra mereka semua siap menghabisi para musuh.
Pria yang berpakaian berwarna biru itu menyuruh anak buahnya yang masih ada di dalam mobil untuk membawa keluar Binar. Dia merasa jika nyawanya sedang dalam bahwa, sehingga dirinya akan menggunakan Binar sebagai jaminan.
"Apa kau serius Tuan? Menghabisi kami artinya kau membunuh wanita ini!" ungkap pria itu sembari menarik rambut Binar yang terikat.
Adnan meradang, dia tidak rela ada tangan kotor yang menyentuh setiap bagian dari tubuh istrinya itu. Karena baginya semua yang ada di tubuh Binar hanya dia yang berhak untuk menyentuhnya.
"Lepaskan tangan motormu itu dari istriku!" perintah Adnan dengan nada tinggi.
Bukannya melepaskan rambut Binar, pria itu malah semakin menariknya dengan kencang. Sehingga terdengar suara Binar yang kesakitan.
"Habisi mereka tanpa sisa!" perintah Adnan dengan dinginnya.
Dia tidak peduli lagi dengan darah yang berserakan nantinya di jalanan ini. Adnan tidak terima melihat istrinya kesakitan seperti itu.
Dor!
Dor!
Dor!
Anak buah Adnan menembakkan senjatanya pada para musuh yang sudah terkepung. Tidak ada satu pun di antara mereka yang akan lolos dari tembakkan itu.
Bola mata Binar membulat, dia tidak menyangka dengan semuanya ini. Suara tembakkan begitu nyata dan jelas sehingga membuat telinganya berdengung.
Dia melihat mayat yang tergeletak di atas jalanan, darah berceceran di mana-mana. Baru kali pertama dia melihat sendiri pembasmian seperti ini, yang biasanya dilihat dari sebuah film action.
Binar tidak bisa berpikir, dia menatap sorot mata Adnan yang penuh dengan amarah. Aura membunuhnya begitu sangat besar. Gantinya menyuruh kedua kakinya untuk bergerak pergi menjauh.
Namun, apa yang diperintahkan hati dan otaknya tidak sinkron. Kakinya masih tidak bisa digerakkan, Adnan semakin mendekat. Dia melihat istrinya terkejut seperti ini.