Rasa penasaran yang begitu kuat setelah mendengar teriakan yang terus menerus. Membuat Binar memberanikan diri untuk membuka pintu yang tertutup rapat itu.
Dia membuka pintu secara perlahan agar tidak ada yang menyadari kehadirannya. Sedikit demi sedikit pintu terbuka, dia melihat sedikit kedalam. Terlihat Adnan yang berdiri memunggunginya.
Sehingga dia tidak bisa melihat siapa orang yang ada di hadapan Adnan. Suara pekikan itu kembali terdengar dan sekarang sangat jelas sekali.
"Ampuni saya Tuan, saya sudah tidak sanggup lagi atau bunuh saya saja!" ucap pria itu dengan nada lirih sembari menahan rasa sakit yang sudah dirasakannya sejak beberapa hari yang lalu.
"Mengampuni kau? Tidak semudah itu! Kau sudah berani menyerang dan melukai wanitaku, ini belum seberapa!" imbuh Adnan dengan nada dingin.
"Cepat katakan siapa yang menyuruhmu? Atau kau belum puas menerima perlakuan baikku padamu?!" timpal Candra dengan penekanan.
Baru kali ini Binar melihat dan mendengar apa yang dilakukan oleh Adnan dan Candra. Mendengar itu membuat bulu kuduknya berdiri. Dia tidak menyangka jika mereka berdua bisa bersikap seperti ini.
Apakah ini adalah sisi lain dari tuan dan asistennya itu. Karena selama bersama Binar mereka berdua tidak pernah memperlihatkan aura yang sangat mengerikan ini.
"Saya sungguh tidak bisa mengatakan semuanya, jika mengatakannya maka keluargaku akan dihabisi...," ungkapnya dengan begitu banyak rasa kesedihan.
Srettt! Candra menyayat lengan pria itu dengan santainya. Sembari menikmati setiap rintihan pria itu. Adnan hanya tersenyum dingin melihat dan mendengar rintihan pria yang sudah membuat istrinya terluka.
Namun, tidak dengan Binar. Dia tidak tahan dengan semua yang dilihat dan didengarnya. Dibukanya dengan lebar pintu itu, sehingga menimbulkan suara.
"Sudah cukup—hentikan itu, Candra!" perintah Binar pada Candra.
Mendengar suara Binar seketika membuat Candra terkejut dan langsung mengubah raut wajahnya. Begitu pula dengan Adnan, dia terkejut mengapa Binar bisa berada di dalam ruangan ini.
Adnan melihat sorot mata Binar yang sedih dan ketakutan. Dia tidak menyangka jika wanita yang dicintainya itu melihat sisi gelapnya. Yang menikmati setiap penderita dari musuhnya.
Binar melihat pria yang sedang duduk terikat di atas kursi. Tubuhnya sudah dipenuhi lebam dan luka sayat yang begitu banyak mengeluarkan darah segar.
Dia tidak tahan lagi, rasa mual hinggap didirinya. Dengan cepat dia membalikkan tubuhnya lalu berlari meninggalkan ruangan yang membuatnya mual dan merinding.
"Tunggu!" Adnan berteriak untuk menghentikan Binar.
Adnan merasa bersalah karena Binar melihat itu semua. Dalam benaknya berkata mungkin Binar akan sangat membencinya.
Mendengar teriakkan Adnan tidak menghentikan larinya. Dia tidak berniat untuk berhenti, saat ini yang diinginkan adalah menjauh dari Adnan yang seperti iblis.
Dia berlari sekuat tenaga melewati sebuah taman, terbersit dalam benaknya untuk keluar dari rumah ini. Namun, larinya terhenti saat ada yang memegang tangannya.
"Sudah aku katakan untuk berhenti!" tukas Adnan sembari menarik tangan Binar dengan sekuat tenaga, sehingga Binar tidak bisa menyeimbangkan tubuhnya dan terjerembap dalam pelukan Adnan.
"Lepaskan aku!" pekik Binar yang tidak ingin tubuhnya di sentuh oleh tangan Adnan yang sudah menyentuh pria yang berlumuran darah.
"Tidak!" jawab Adnan dengan tegas.
Bug! Binar mengepalkan tangannya lalu melayangkan pukulannya pada perut Adnan dengan sangat kuat. Sehingga Adnan melepaskan pelukannya.
"Jangan sentuh aku dengan tanganmu yang kotor itu!" ungkap Binar dengan nada kesal.
Dia sungguh tidak mau disentuh oleh Adnan. Namun, Adnan tidak peduli karena dengan semua yang dikatakan oleh Binar. Tangannya kembali memegang tangan Binar.
Dengan cepat Binar menepis tangan Adnan, dia pun melayangkan pukulan padanya. Terjadilah perkelahian kecil di antara mereka berdua.
Ada beberapa pelayan dan pengawal yang melihat perkelahian mereka. Semuanya hanya bisa diam memperhatikan tuan dan nonanya berkelahi.
Adnan mulai kesal dengan sikap Binar yang tidak menurutinya. Dia pun melihat beberapa pengawal dan pelayan memperhatikannya.
"Kau sudah membuatku kesal, Binar Cavalli!" Adnan berkata dengan nada penekanan.
Untuk menghentikan perlawanan Binar, dengan cepat Adnan menarik tangannya lalu menggendong Binar di atas pundaknya. Adnan terlihat seperti memanggul sekarung beras di pundaknya.
"Lepaskan aku, Adnan Raymond!" Binar terus berteriak dengan sekuat tenaga. Dia tidak peduli dengan para pelayan yang memperhatikannya.
Adnan tidak peduli dengan teriakan Binar, dengan langkah cepatnya dia berjalan menuju kamar. Membuka pintu kamar dengan sangat kuat lalu menutupnya dengan rapat dan menguncinya.
Brugggg! Adnan menghempaskan tubuh Binar dengan sangat keras di atas tempat tidur. Karena terhempas begitu kuat menimbulkan rasa sakit ditubuh Binar.
"Kau menyakitiku Adnan," Binar berkata dengan lirih sembari memijat lengannya.
"Kau yang memulainya, Binar Cavalli!" timpal Adnan tidak mau kalah.
"Dan kau terlihat seperti iblis, apa kau tahu itu!" balas Binar.
Adnan tidak suka dengan apa yang dikatakan oleh Binar. Darahnya mendidih jika mendengar kata-kata itu, dia kembali teringat dengan seseorang yang mengatakan semua itu padanya dulu. Sebelum dia bertemu dengan Binar.
"Apa yang kau katakan tadi? Aku iblis?!" tanyanya pada Binar sembari memegang dagu Binar.
Tatapan Adnan begitu menusuk, membuat Binar merasakan aura yang sangat gelap. Air matanya menetes di kedua pipinya.
Tidak tahan dengan tatapan yang begitu tajam Adnan padanya. Namun, Adnan yang sudah terlanjur emosi tidak melihat air mata itu.
Dengan kasar Adnan menyobek pakaian Binar, dia bersikap sangat kasar. Inilah Adnan yang sebenarnya jika kemarahan sudah menutupi hatinya. Tidak ada rasa iba dalam dirinya.
"Jangan lakukan ini Adnan," ucap Binar dengan nada lirih. Dia tidak ingin Adnan yang seperti ini.
"Kau yang telah memunculkan iblis dalam diriku—maka kau yang harus menghilangkannya! Karena ini adalah hukuman bagimu!" jawab Adnan lalu mencium bibir Binar dengan kasar.
Binar berusaha menolak ciuman Adnan tetapi tidak bisa. Dia berusaha mendorong tubuh Adnan dengan kedua tangannya. Namun, dengan cepat Adnan memegang kedua tangan Binar dan menempatkannya di atas kepalanya.
Perlakuan Adnan yang seperti ini membuat Binar merasa sangat sedih. Dia tidak menyangka jika Adnan memiliki sisi gelap seperti ini. Tubuhnya terasa sakit ketikan Adnan memberikan tanda kepemilikan di dadanya.
"Sudah cukup—hentikan ini Adnan, kau menyakitiku." Binar terus berkata dengan nada memohon tetapi Adnan tidak mendengar setiap permohonannya.
Isak tangis Binar tidak terdengar oleh telinga Adnan yang sedang dipenuhi oleh emosi. Namun, di balik pintu Candra merasa kasihan pada Binar. Dia mendengar dengan jelas permohonan dan tangisannya.
Candra tidak menyangka jika sisi gelap tuannya akan kembali muncul dan menyakiti wanita yang sangat dicintai oleh tuannya sendiri.
"Sudah cukup Adnan ... Aku mohon...," Semuanya sia-sia, meski Binar memohon hingga suaranya habis Adnan tidak akan melepaskannya.
Dia hanya bisa diam menerima setiap perlakuan Adnan yang sangat menyakitkan itu. Entah berapa lama hukuman yang diberikan Adnan akan selesai.