Chereads / MY BITCH! AKU CINTA KAMU / Chapter 3 - KETAHUAN SAAT BERCINTA

Chapter 3 - KETAHUAN SAAT BERCINTA

"Aku tidak tahu kenapa dengan kakiku, aku... aku ikut denganmu ke kamar." ucap Maya kembali dengan wajah memelas.

Edgar menekan pelipisnya, sungguh otaknya tidak bisa sejalan dengan keinginan seorang wanita.

Dengan perasaan kesal dan lelah, Edgar mendekati Maya dengan sedikit membungkukkan badan agar Maya naik ke atas punggungnya.

"Naiklah cepat, aku akan membawamu ke kamar. Sebentar lagi Mbok Ijah akan memijat kakimu." ucap Edgar dengan posisi sudah membungkuk.

Dengan ragu-ragu Maya naik di punggung Edgar dengan tangannya melingkar di leher Edgar.

"Kamu berat sekali, apa saja yang kamu makan?" ucap Edgar seraya berdiri dan berjalan masuk ke dalam kamarnya.

"Apa katamu? bukan aku yang berat! tapi kamu yang tidak punya tenaga!" ucap Maya dengan perasaan kesal.

Edgar tersenyum tipis kemudian mendudukkan Maya di tempat tidur.

"Kamu tunggu di sini, Mbok Ijah sebentar lagi datang." ucap Edgar sambil memberikan selimut pada Maya kemudian beranjak dari tempatnya hendak pergi.

"Kamu mau kemana?" tanya Maya menegakkan punggungnya dengan tatapan panik.

Edgar menghentikan langkahnya kemudian membalikkan badannya menatap Maya.

"Aku masih ada perlu dengan seseorang, kamu di sini saja dan istirahat jangan kemana-mana." jawab Edgar kemudian keluar kamar.

Edgar keluar dari kamar berniat mencari Baim, untuk membicarakan tentang tuduhan polisi padanya. Terutama polisi bebuyutannya, Amir.

Entah bagaimana ceritanya Amir begitu benci padanya. Apa hanya karena seorang wanita, hingga Amir sangat dendam padanya.

Edgar hanya mendengar separuh cerita saat di tahan di kantor polisi, kalau Utari calon istri Amir meninggal bunuh diri di saat malam pernikahannya. Dan masalah terbesarnya Utari meninggalkan sebuah surat dan sebuah foto, kalau Utari bunuh diri karena di paksa orang tuanya untuk menikah dengan Amir. Dan laki-laki yang di foto itu adalah kekasih Utari. Lebih anehnya lagi salah satu Polisi bilang kalau wajah di foto itu, foto dirinya.

Sampai saat ini Edgar tak habis mengerti bagaimana Utari bisa memiliki foto dirinya?

"Bos? apa Bos mencariku?" tanya Baim membuyarkan lamunan Edgar yang duduk di luar disebuah kursi bambu.

Edgar sedikit terkejut kemudian menganggukkan kepalanya dan menegakkan punggungnya, saat melihat Baim datang bersama Mbok Ijah.

"Siapa yang sakit Le? tanya Mbok Ijah yang selalu memanggilnya Tole.

"Temanku Mbok, kakinya terkilir. Dia ada di kamarku." ucap Edgar tidak bisa berpikir dengan jernih.

Dengan tertatih Mbok Ijah masuk ke dalam untuk segera memijat kaki Maya.

"Bos, ada apa?" tanya Baim duduk di samping Edgar.

"Amir, dia mengejarku lagi. Hampir saja aku tertangkap kalau tidak ada Maya." ucap Edgar sambil menyalakan sebuah rokok.

"Maya? apa wanita yang di dalam bernama Maya?" tanya Baim memastikan pemikirannya.

Edgar menganggukkan kepalanya sambil menghisap rokoknya kuat-kuat.

"Sebaiknya Bos menjelaskan pada polisi itu, kalau Bos tidak mengenal Utari dan tidak ada hubungannya dengan kematian Utari. Bisa saja Utari di tidak bunuh diri tapi di bunuh untuk menjebak Bos dengan meletakkan foto Bos di surat itu." ucap Baim sudah berpikir sangat lama kalau kematian Utari itu sebuah konspirasi.

"Bagaimana aku bisa menjelaskan padanya, tiap kali Amir mencariku hanya bertujuan untuk menangkapku dan membunuhku." ucap Edgar yang selalu menghindari Amir yang sudah begitu dendam pada dirinya.

"Sampai kapan Bos selalu sembunyi dari kejaran polisi itu?" tanya Baim dengan gusar.

"Sampai aku tahu siapa yang menjebak aku?" ucap Edgar dengan suara berat.

"Caranya?" tanya Baim memicingkan matanya menatap wajah Edgar yang sudah mengeras.

"Dengan bantuan Maya." sahut Edgar dengan singkat.

"Maya? wanita itu? bagaimana Maya bisa membantu kita?" tanya Baim dengan tatapan serius.

"Maya mengenal dekat orang-orang kaya di kota ini, termasuk Amir. Karena Maya juga mengenal beberapa orang di dalam kepolisian." ucap Edgar dengan sebuah senyuman.

"Apa Bos yakin, Maya bisa membantu Bos dari masalah ini?" tanya Baim semakin penasaran.

"Hem, aku yakin." ucap Edgar dengan tatapan matanya yang beralih pada sosok wanita yang berjalan pelan menghampirinya.

"Edgar." panggil wanita itu dengan suara menggoda.

"Erin? kamu, malam-malam begini datang kemari?" tanya Edgar mengangkat wajahnya menatap wanita cantik dan seksi di hadapannya.

"Aku datang untukmu." ucap Erin merangkul mesra leher Edgar tanpa memperdulikan adanya Baim yang sudah menelan salivanya.

Edgar melirik Baim sekilas dengan memberi isyarat lewat matanya agar Baim segera pergi.

"Tahu dari mana aku datang?" tanya Edgar seraya meremas pantat besar Erin yang sudah duduk di pangkuannya.

"Dari Mbok Ijah, lama sekali kamu tidak pulang? Aku merindukanmu." ucap Erin sambil memainkan bibir seksi Edgar dengan jari tangannya.

Sesaat, Edgar terdiam kemudian tersenyum.

"Aku juga merindukanmu." ucap Edgar dengan suara beratnya, kemudian berdiri dari duduknya sambil mengangkat tubuh Erin yang berisi.

"Jangan sering pergi, aku takut kamu akan berpaling dariku." ucap Erin dengan suara yang mendesah membuat hasrat Edgar bergelora.

Edgar tersenyum tipis, mengangkat tubuh Erin ala bridal style dan membawanya ke kamar satunya.

Dengan sedikit kasar, Edgar menghempaskan tubuh Erin ke ranjang lamanya yang sering menjadi saksi bisu saat dirinya bercinta dengan Erin.

"Edgar, kamu tidak menjawab pertanyaanku? kamu tidak akan berpaling dariku bukan?" tanya Erin sambil melepas pakaiannya secara perlahan.

Edgar mendekati tubuh seksi Erin yang sudah terpapar di hadapannya.

"Sudah berapa kali kita membahas hal ini Erin? tidakkah sudah cukup kamu menjadi wanitaku? hatiku tidak bisa terikat dengan siapapun. Kamu atau yang lainnya." ucap Edgar berbaring di samping Erin. Hilang sudah gairah hasratnya saat Erin membahas hal yang tidak penting.

"Edgar... kamu jangan marah, aku hanya bertanya saja. Siapa tahu seiring waktu hatimu akan berubah dan bisa mencintaiku. Aku akan menunggu waktu itu tiba." ucap Erin seraya meraba dada bidang Edgar dan melepas kemeja Edgar dengan gerakan yang menggoda.

"Itu tidak akan mungkin, kamu jangan menungguku jika tidak Ingin hatimu terluka." ucap Edgar membiarkan saja saat Erin melepas seluruh pakaiannya.

"Aku sudah siap untuk itu Edgar." sahut Erin sangat yakin suatu saat Edgar akan mencintainya karena posisinya sudah semakin kuat sebagai wanita Edgar.

"Hem...aku sudah mengingatkanmu." ucap Edgar meremas pantat keras Erin saat Erin sudah menungging di atas tubuhnya.

Dengan penuh gairah Erin memanjakan Edgar dengan seluruh kemampuannya.

Edgar semakin terlelap dengan gaya bercinta Erin yang selalu aktif dan menggairahkan.

Desahan Erin yang berulang-ulang membuat hasrat Edgar semakin memuncak. Kedua mata Edgar terpejam saat Erin menghajar dan menjepit miliknya yang sudah berdiri keras.

"Ceklek"

Pintu kamar terbuka, tampak Maya berdiri dengan wajah yang merah padam.

"Maaf...aku tidak tahu, dan lagi...kenapa kalian tidak mengunci pintunya." ucap Maya dengan perasaan malu pergi meninggalkan tempatnya.

"Hei!! tunggu!!" panggil Edgar berteriak memanggil Maya.