Olivia mendatangi alamat apartemen yg papanya kirim. Dan ternyata itu masih satu bangunan dengan mall dan hotel yg dia tinggali sebelumnya. Masih merasa bingung, ini ide mama atau papa nya yg tiba - tiba menyuruhnya tinggal diapartemen. Bahkan, ada sedikit rasa bersalah oliv karna berbohong. Dan juga belum mendapatkan pekerjaan.
Setibanya di cafe dilantai bawa apartemen, tempat janjian dengan pemilik apartemen sebelumnya. Olivia memilih duduk diujung cafe dekat jendela yg mengarah kearah luar.
"Nona Olivia ya ? Anakknya pak Danu ?" Tanya seseorang yg berjas dan masih terlihat muda yg menghampiri oliv.
"Oh iya benar, silahkan duduk pak." Ucap oliv sopan dan ramah.
"Jangan panggil saya pak, panggil saja Rama. Usia kita juga nggak terpaut jauh." jelas pemilik apartemen itu sambil mengulurkan tangannya.
"Olivia. Kamu pasti sudah tahu nama saya dari papa." balas oliv sambil mengulurkan tangan membalas jabatan tangan rama.
"Ini kunci apartemennya. Sepertinya saya tidak bisa lama. Karena setelah ini saya ada meeting."
"Iya, kalo rama buru - buru boleh langsung aja kok." Ucap oliv sambil tersenyum awkward.
"Yaudah kalau gitu, ini ada kartu nama saya. Kalo oliv butuh bantuan atau ada masalah dengan apartemennya bisa kabarin saya langsung." sambil menyerahkan kartu nama, rama tersenyum tulus pada olivia.
"Saya pamit dulu ya. Maaf buru - buru soalnya." lanjut rama sambil berdiri.
Sambil berjalan keluar rama menyunggingkan senyum manisnya, yg terlihat tulus pada olivia.
"Lumayan juga anaknya pak danu. Untung masi sempat ninggalin kartu nama." batin rama, yg jelas olivia tidak tau.
Saat olivia akan berdiri tiba - tiba muncul sosok yg olivia temui kemarin saat sarapan di resto hotel. Iya, dia adalah Juna.
"Kebetulan lu disini. Kenapa telfon gua nggak diangkat. Mau minum kopi dulu ?"
Olivia yg terkejut dengan kedatangan juna hanya diam mematung.
"Lu ngapain disini ?" tanya oliv.
"Mau beli kopi. Sekalian gua bayar utang salah paham kemaren, lu mau beli kopi apa ?" potong juna sebelum oliv sempat menjawab, juna sudah menuju ke kasir untuk memesan kopi.
"Kenapa sih masih pagi juga, udah ketemu aja sama orang satu ini." gerutu oliv.
Juna datang membawa ice americano, dan cake red velvet dengan cream cheese yg kebetulan mereka berdua sukai.
"Nih, terima." kata juna sambil menyodorkan nampan.
"Lunas nih, gua ganti juga cake yg kemaren lu beli tapi gua yg makan karna salah paham itu." lanjut juna sebelum olivia jawab.
Olivia terlihat bingung dan sedikit berpikir.
"Cowok ini agak aneh. Padahal kalo dilihat di social medianya, kayaknya orang yg susah bergaul. Tapi kenapa ini bawel banget ya." batin oliv bingung, sambil menerima nampan yg diberikan juna.
"Buruan makan cakenya, dan minum tuh kopi. Gua buru - buru." oceh juna sambil berdiri meninggalkan oliv yg masih terdiam memikirkan kebetulan hari ini.
Saat menyadari juna sudah pergi, olivia makin bingung.
"Nih anak kayak setan aja, tau - tau datang bawa kopi dan kue. Terus ngilang lagi." batin oliv.
Ponsel oliv berbunyi, membuyarkan lamunannya. Tanpa melihat siapa yg menelfon, oliv menekan tanda jawab.
"Halo"
"Eh cewek jutek, buruan dimakan itu cake. Minum juga kopinya, sebelum didatengin semut." ledek juna.
Olivia melihat layar ponselnya, terlihat nomer yg menelfon belum disave. Tapi dia tau siapa pemilih suara penelfon diseberang sana.
"Eh, masnya hantu ya. Dateng - dateng bawa makanan sama minuman, terus pergi gitu aja."
"Jadi.... maunya gua temenin ?" goda juna, membuat oliv sedikit emosi.
"Nggak usah, makasi cake sama minumannya. Lain kali bilang - bilang kalo mau dateng. Jangan kayak hantu, dateng nggak ada yg manggil, pulangnya juga nggak ada yg nyuruh." oceh oliv.
"Hahahaha. Lu simpen nomer gua dulu, biar nggak bingung kalo ada yg nelfon. Bye cewek jutek" sebelum sempat membalas omongan juna, panggilannya sudah ditutup.
**********
Sore hari, olivia sudah selesai beres - beres apartemen barunya. Menata dan mengatur barang - barang bawaanya. Olivia berbaring ditempat tidurnya, tanpa ada niatan membalas pesan sahabatnya yg sudah menumpuk. Beberapa hari ini, olivia sibuk dengan dunianya sendiri. Sampai tidak mempedulikan sekitarnya. Tiba - tiba ada panggilan masuk, ternyata dari mamanya. Olivia bangun sambil menarik nafas panjang menyiapkan telinga dan hatinya menerima kata - kata mamanya.
"Halo, ma." ucap oliv pelan sambil siap - siap mendengarkan serangan dari mamanya.
"Masi ingat punya mama ? Sudah berapa hari pindah, kamu nggak pernah ngabarin mama sama papa. Apa harus nunggu mama - papa telfon dulu baru mau ngabarin ?" oceh nyonya danu panjang lebar.
"Sudah kuduga, bakalan keluar kata - kata ini" batin oliv.
"Iya, maaf ya ma. Oliv lagi adaptasi ma." jelas oliv untuk menutupi kondisinya sekarang.
"Gimana masalah tes kerjaannya ? Sudah ada kelanjutan nggak ? Kamu keterima apa enggak ?" todong mamanya dengan nada yg tidak enak didengar.
"Belum ada kabar lagi ma, nanti kalo sudah jelas oliv kabarin ya ma."
"Jangan sampe ya apa yg sudah disiapin mama dan papa buat kamu disana malah sia - sia, bahkan kamu malah keenakan disana. Yg berakhir km nggak menghasilkan apapun."
"Apa nggak ada kata - kata lain yg bisa diomongin mama, ini sih kalah sebelum berperang. Belum maju udah hancur duluan karna omongan mama. Makin males banget nyari kerjaan, tapi nasib gua gimana kalo nggak buru - buru dapet kerjaan. Gangguan mental lama - lama" batin olivia, sambil menarik nafas untuk menenangkan diri.
"Iya ma, mama doain aja ya yg terbaik."
"Nggak usah minta juga pasti didoain, mana ada orang tua yg nggak doain anaknya. Inget pesan mama. Kamu disana jangan terlalu boros."
"Iya ma, yaudah ya ma ini oliv mau mandi habis beberes apartemen" ucap oliv ingin segera menutup telfon mamanya.
"Yaudah." telfon langsung ditutup tanpa ada kata lain yg menenangkan.
Sambil menghela nafas, oliv berfikir untuk keluar mencari pekerjaan besok.
*************