Chereads / Nyanyian Angin / Chapter 6 - Senin yang Tidak Biasa

Chapter 6 - Senin yang Tidak Biasa

" Mella, ini hari pertama kita ya.", ucapnya tersenyum sambil menaruh sendok ke tanganku untuk menikmati bingsu kami.

Tidak....

Senyumannya itu membuatku terpana.

Aku tidak percaya dengan ucapannya itu, hanya seperti itu saja dan status apa dari hubungan ini. Walaupun aku tahu jika pada umur kami, tidaklah mungkin kami berjalan seperti anak usia sekolah. Usia kami memang jalan serius, tapi akankah ni sudah bisa masuk kategori ia pacarku?

Sadar akan tatapan seorang yang sedang melamun, Ando hanya tersenyum dan tak mengatakan apapun selama beberapa menit.

Parahnya ia tidak hanya diam tersenyum tapi dia seperti sengaja menebar pesonanya padaku.

Beberapa menit ia melakukannya, ia berkata , " Sudah belum memandanginya? Ga akan berubah koq akunya. ." , ia mengatakannya sambil cekikikan.

" ahhhh janggan menggoda donk, malu tau.", malu? Kenapa aku harus mengatakannya. Aku meng-iya-kan ucapannya. Tanpa sadar mukaku merona dan dia hanya tersenyum.

Apakah kemarin ia juga setampan ini?

Tunggu aku menyadari sesuatu. Ia mengganti gaya rambutnya, tidak hanya mukanya lebih bersih dari sebelumn (kumis tipisnya menghilang). Dan hal yang membuatnya berbeda karena ia menggunakan kemeja biru cerah dengan celana kain. Tidak lupa kacamata bingkai emasnya itu makin membuatnya mempesona.

"Tunggu ada yang beda dari kamu. ", tanyaku sambil menatapnya dengan penuh cinta. Pandangan yang sangat lumrah saat pertama kali kalian bersama pasangan.   

Ia tersenyum dan berkata , " ketawan ya? " ia mengelus rambutnya lalu melanjutkan kalimatnya. " Iya tadi , aku potong rambut dan cukuran aja koq."

Tepat seperti dugaan, pria tampan ini mengakuinya.

Tak banyak yang kami obrolkan sepanjang makan siang ini, kami hanya berbincang mengenai pribadi masing-masing. Entah mengapa rasanya keputusan kami ini terasa impulsif.

Setelah berbincang cukup lama dan bingsu kamipun sudah habis, ia mengajakku untuk kembali jalan bersamanya.

Ia mengajakku untuk mengunjungi sebuah tempat yang yang sejujurnya itu adalah tempat yang ingin kukunjungi juga. Apakah ia membaca pikiranku atau memang kebetulan yang terulang dalam hari ini.

Tempat ini perlu menempuh waktu satu jam dari kafe ini, sebuah kafe di bukit yang menyediakan teropong bagi pengunjung kafe salah satu kafe yang akan ramai sepanjang malam. Kurasa ini cukup menarik untuk dilakukan hari ini. Tapi ada satu hal yang aku lupakan aku menggunakan baju yang sedikit terbuka dan rok celana yang tidak mampu menahan dinginnya udara malam di bukit. Hal ini saja cukup membuatku dilema .

Walaupun aku dilema tapi pada kenyataannya aku mengikuti Ando ke mobil, seolah aku sangat penurut pikirku. Dan tanpa membahas lagi ia menyalakan mesin mobil  dan mulai perjalanan. Saat ini pukul 14.00 untuk menikmati indahnya langit malam tentu kami harus menunggu 5 jam lagi, jadi dengan perjalanan 1 jam. Maka, kami punya waktu 4 jam lagi. Jadi kami memutuskan untuk mampir ke rumah doa yang juga berada di daerah kaki bukit. Tempat indah yang selalu kukunjungi bersama keluargaku.

Tidak butuh waktu lama, kami hanya membutuhkan waktu 25 menit untuk sampai di tempat ini. Setelah memarkir mobil, kami turun dan membeli beberapa perlengkapan doa,

Seperti yang tadi aku katakan, tempat ini selalu kukunjungi bersama keluaraga, beberapa pedagang di jalan kecil menuju kapel juga mengenalku. Dan saat tukang bakso kegemaranku melihatku, ia menyapa dan berkata, " loh neng mella tidak bareng ma ciecie dan mamih ? nyusul ya? Barusan saja mamih dan ciecie masuk ke rumah doa. "

Perkataan itu cukup membuat aku kaget. Tapi tidak dengan Ando, ia malah terlihat gembira. Aku bingung kenapa ia malah tersenyum ketimbang canggung.

" Oh iya pa, mella nyusul mamih dulu ya, mari pak.", pungkasku sambil menundukan kepala tanda hormat ke orang yang lebih tua.

" Wah menarik sekali.", ucap Ando.

" Kenapa? ", tanyaku heran, ekspresinya tidak dapat aku artikan.

" Aku pikir ini berjalan diluar dugaan tapi aku pikir aku memang harus menyapa mamih cepat atau lambat. Benarkan?", tanya Ando.

" Kamu serius tidak apa-apa? ", tanyaku . Walaupun pada kenyataanya aku pasti akan tetap membawanya. Ini kebetulan yang luar biasa bagiku. Sungguh senin yang tidak biasa.

" Setelah jalan dan melewati rute Jalan Salib , kami sampai di tempat berdoa , Gua Bunda Maria. Tempat doa yang hening dan dibuat berundak yang di bagian dasarnya terdapat tempat lilin dan bunga untuk menghormati dan sebagai tanda harapan.

Di tempat ini aku juga melihat keluargaku. Entah bagaimana ceritanya tapi saat aku usai menaruh lilin dan bunga yang tadi aku beli saat berjalan, Ando justru sedang duduk menatapku untuk segera datang dan mulai doa bersama. Tapi masalahnya Ando duduk tepat samping mamih.

Tepat saat itu mamih juga membuka matanya dan menatapku.

Tatapannya seperti penuh arti.

Sekali lagi, ini senin yang tidak biasa buatku.

Tak banyak bicara karena ini tempat doa bukan tempat berbincang aku segera duduk samping Ando dan mulai berdoa.

Saat kami selesai berdoa , mamih dan ciecie sudah tidak lagi ada di tempat itu, Tapi mereka sudah pasti ada di halaman depan rumah doa.

Sesuai dugaanku, mereka sudah menungguku dengan tersenyum. Dan diluar dugaan Ando justru berjalan cepat dan menyalami mereka sambil sedikit terduduk dan seolah ia tidak canggung.

" Tante, apa kabar?", sapa Ando seraya menyalami dan menyapa keluargaku juga.

" Ahhh, Ando. Lama tidak jumpa, sekarang dimana? Kemana saja? Kamu nih ya kalau pas mamah kamu dan tante mketemu tidak pernah ikut. Kamu kenal sama anak tante?" , Ucap mamihku.

" Ando sekarang sih masih di Kota ini, Tapi tidak akan lama lagi sepertinya harus kembali ke kota B . Mamah Sama papah sudah waktunya menikmati hidup. Hehehehe...hmmm , anak tante? Jangan bilang  mella anak tante yang mamah ceritain ke aku?", ucap Ando ke mamih.

Sesuatu yang sedikit mengganggu , Apa yang mamah Ando katakan ke Ando? Belum aku bertanaya tapi Ando, meraih tanganku dan berkata ke mamih, " kalau tahu anak tante itu Mella, Ando sudah akan ikut mamah dari dulu.", ucap Ando dengan berbinar.

Mamih tidak terlalu kaget seperti awal dugaanku, tapi ia justru tertawa, ia berkata, " Nah kan. Kenapa hayo kamu dulu tidak mau ikut? Mell, Ando ini anak laki-laki tante Astrid. O ya abis  ini kalian mau kemana? Kalau belum tahu kita makan malam bersama ya. ", ucap mamih.

" Mih sebenernya kami mau...", belum selesai aku bicara Ando sudah meng-iya-kan ajakan mamih untuk makan malam bersama.

Alhasil kami tidak melanjutkan perjalanan ke bukit , tapi kami akan kembali ke kota beriringan tapi beda kendaraan.

Saat kembali ke tempat parkir.....

" Hmmmm, jadi ini si taksi online kemarin ya?", celotehnya sambil tertawa.

Sial dia gila , dia membongkar rahasia adiknya sendiri. Diluar dugaan , Ando malah menimpalinya dengan kalimatnya yang tidak kalah membuatku malu, " Bu Mella, mari naik, akan saya antarkan ke tujuannya." Ia tetawa cukup keras seraya membukakan pintu mobil bagian belakang.

Aku hanya bisa sadar sekarang mukaku pasti merah.

" Ando.", kusebut namanya seraya menutup pintu belakan g dan jalan masuk ke pintu depan, sebelah kursi kemudi. 

* kapel adalah gereja kecil

* Jalan Salib, yang juga dikenal sebagai Via Dolorosa, merupakan narasi atau penggambaran jam-jam terakhir dari kehidupan Yesus Kristus di dunia, yang secara terus-menerus memberikan keyakinan rohani bagi semua orang Kristen dan penerapannya dalam kehidupan kita. Jalan Salib berfungsi sebagai pengingat yang kejam akan kerelaan Yesus mengesampingkan otoritas ilahi-Nya untuk menyediakan jalan keselamatan melalui pengorbanan-Nya.