Chereads / Nyanyian Angin / Chapter 4 - Teman Sekolah

Chapter 4 - Teman Sekolah

Aku berjalan memasuki gerbang utama rumah mamih. Dan belum sampai aku masuk gerbang masuk, pintu sudah dibukakan. Aneh ciecie keduaku yang hampir tidak pernah mau membukakan pintu gerbang sudah berdiri di belakang gebang tinggi berwarna hijau itu.

"Siapa?" , tanyanya dengan muka penuh pertanyaan dan tawa yang tidak bisa diprediksi.

" Akulah. Siapa lagi?". Sahutku ketus sambil melenngang masuk tanpa memedulikannnya lagi.

" hei mella aku tanya siapa yang mengantarmu sampai kamu tersenyum begitu ramah dengannya.

"supir  Taxi online yang ternyata teman sekolah" , karangku.

"tumben kamu ramah.", pungkasnya heran.

"Akukan emang ramah.", candaku .

tak banyak yang ia katakan tapi aku tahu ia tak percaya ucapanku. Aku yakin itu. Untungnya ia tak melanjutkan pembicaraan hanya berkata , "ya deh taxi online. aku percaya koq sama kamu. jadi calon iparku supir taxi online ya?" lanjutnya sambil pergi.

Evita , dia ciecie keduaku. Tubuhnya lebih tinggi dariku. awal tahun ini ia kembali ke kota bersama suaminya. Kalau untuk ukuran nilai saat sekolah aku bukan tandingannya, ia sangat pintar. tapi ia cukup mudah untuk dibohongi. Setidaknya itu kesenanganku saat hari kurang baik.

Tidak banyak kami berbincang karena aku memang mudah naik-turun moodnya.

Saat masuk halaman rumah aku memilih untuk duduk di teras yang langsung berhadapan dengan taman kecil yang memiliki kolam ikan koki. Kupandangi kertas notes dari ando.

Pelan aku mulai berfikir tentang apa yang ucapkan. Benarkah kami bertemu justru setiap hari . tak lama lamunanku terputus. Bunyi androidnya terus memanggil.

Terlihat jelas bahwa aku ingin itu ando.

Tapi...

Arghhhhh .... nomer tak dikenal. Aku malas dan semangat yang baru muncul hilang lagi. Tapi ku angkat juga panggilan itu.

" Halo, mella" , Pria ini mengingatkan aku tentang mimpiku. Sejenak aku rasa ini mimpiku. Ini suara yang sama atau bukan ya?

"Hallo, ada yang bisa saya bantu? Maaf sebelumnya., dengan siapa ya saya bicara?" , tanyaku ramah.

"hahhaha...kamu belum menyimpan nomerku ya? Maaf loh kayanya aku ganggu ya?," sahut kembali suara itu.

" oh . its ok , siapa ya? Ini androidku baru di format.", klise bukan alasanku ini.

" eh aku sudah kirim pesan singkat untukmu, aku masukin nomermu ke grup ya. Ini grup untuk acara reuni  sekolah menengah. Balas ya.", ucap pria itu sraya menutup panggilannya.

Arghhhh lama aku terdiam, sampai aku ingat itu bukan suara di mimpiku . Tapi suara Tedi, teman sebangkunya di sekola menengah.

Seperti diduga, notif di android semakin banyak tanpa permisi menggangu malamnya

Aku harus pulang ke rumah. Ya , aku kan tidak tidur di rumah ini, walau aku punya kamar tapi aku lebih suka kamarku di rumah popoh.

Popoh itu sebutan untuk nenek.

Malam itu setelah makan malam aku mengambil androidku untuk memesan ojek online.

" Mih, aku besok selasa ada interview, gapapa kan?"

" Oh... yakin mau kerja?", tanyanya heran.

"Mungkin. Rasanya akan mella coba . tidak jika aku mendapatkan kertas kontrak. Tahukan , mella anti kontrak.", jawabku.

"Dimana sih kantornya ?", tiba-tiba suara cempreng itu menyambung percakapan. Ya , itu Alina, Ciecie pertamaku. Anak pertama yang sangat bawel. Yang bawelnya melebihi bawelnya mamih.

" Studio B di plaza ituloh yang waktu itu aku diajak ciecie minggu lalu.", jawabku cepat. Aku teraa melunak dan seolah ingin pamer untuk sesuatu yang tidak penting.

" Hmmmm.... ok deh. Jangan lupa aja ke proyek ya. ", pungkasnya seraya berlalu meninggalkan kami. Yang sejak awalpun berbincang berdua.

Kami memang tidak banyak bicara, aku tidak terbiasa berbincang banyak dengan mamih. Ini karena aku tumbuh besar dengan keluarga besar mamih, dan sekarang aku tinggal di rumah keluarga papih.

Tak lama setelah perbincangan itu selesai , aku pulang ke rumah popoh.

Tidak lama perjalanan dari rumah mamih ke rumah popoh. Sesaat kemudian aku sampai dan langsung masuk kemar sesampainya. Aku terdiam tanpa ingin melakukan apapun. Tapi , aku melihat androidku yang ternyata habis daya.

Sambil tiduran aku memainkan androidku sambul duduk di samping colokan.

Ketika sedang asik main game, ada pesan singkat masuk dan itu laporan kalau ada  panggilan tidak terjawab. Ando itu nomor ando.

Haruskah aku menelponya kembali?

Sedang berpikir. Tedi kirim pesan di pesan pribadi .

" Mella, kamu inget ga siapa lagi yang belom aku masukin ke grup?", tanyanya pada pesan.

" Wah , ga inget nih. Kayanya udah deh. ", ucapku malas.

" Serius? Ah kamu gitu deh. Aku serius.", pertanyaannya di kolom chat.

" Ya, tahu koq serius. Aku pikir kamu terlalu rindu kamikah?" , tanyaku disertai emoticon berpikir diakhiri emoticon tertawa.

" Mella, kamu inget tidak dengan cowo yang duduk di depan meja guru pas kita kelas dua?", tanyanya.

" Siapa? Cowok depan meja guru ? Siapa gitu? Kenapa dia?", pura-pura antusias aku.

Tak lama chat di grup ada yang menarik.

Di grup reuni sekolah menengah , aku termenung melihat satu chat. Nomornya mengingatkan aku tentang seseorang. Rasanya tidak mungkin.

Di chat pribadi, Tedi masih typing yang rasanya lama sekali. Sambil menyalakan lampu baca aku ambil novel baru yang belum kubaca setelah tiga hari lalu aku beli.

"Ando, namanya ando. Ini barusan aku chat sama dia. Dia bilang dia tadi siang ketemu kamu. ", singkat tapi membuatku kaget.

Gila rasanya aku kaget bukan main. Kalau ada yang melihatku saat ini orang tersebut pasti akan menertawakannnya, apalagi kalau mereka tahu ceritanya.

Sial rasanya aku seperti dibohongi. Seketika aku Cuma bilang ' dia pasti tahu aku, dan sengaja mempermainkan aku. Rasanya aku bodoh sekali percaya ini nyata.'  Umpatku dalam hati.

" mella, dia sama kamu ada apa nih? Aihhhhh kayanya aku ada ketinggalan sesuatukah ?", tanya tedi lagi.

"Tediiiiii, serius dia ando? Sebentar aku kirim fotonya. ", tanyaku mulai panik. Sesaat setelahnya aku kirim fotonya ke kolom chat.

Tidak perlu waktu lama, tadi meng-iya-kan pertanyaanku. Tanpa sadar aku mengumpat seperti dikatakan bodoh dan super bodoh.

Tedi sekarang bertanya terus tentang apa hubunganku dengan Ando. Masa aku harus cerita Ando itu pria yang kutaksir tanpa tahu ternyata ia tman sekolahku.

Percakapan itu kuakhiri sambil bertanya ke Tedi tentang apa saja yang Ando ceritakan. Rasanya aku tak lagi punya muka jika Ando cerita apa yang aku lakukan selama ini. Aku menjadi seorang pemalu, padahal aku bukan tipe pemalu yang mereka kenal.

Tidak sanggup aku ingat ia memang teman sekolahku  saat tinggal di Kota S. Ya itu sesuai dengan pemaparan Ando tentang ia pulang ke kampung halaman.

Singakt aku mengumpat tentang bodohnya aku,

Dan....

Suara pesan masuk kembali membuat buyar umpatanku. 

Ando menelponku lagi.