Chereads / HOLLA / Chapter 2 - 2

Chapter 2 - 2

Terkadang kita tak pernah tahu seperti apakah orang-orang yang kita lihat dan kita temui sehari-hari. Terkadang kita bertemu dengan seseorang dengan penampilan elegan dan menawan, namun tak memiliki sedikitpun sifat ramah. Sering pula kita menemui seseorang dengan penampilan buluk dan udik, namun memiliki hati bak malaikat. Kita tak akan pernah bisa menilai seseorang dari luarnya dengan sekali lihat.

BRAK!!!

Suara bantingan keras pada pintu kelas membuat siapa saja yang mendengarnya menoleh terkejut. Suara tersebut memecah keheningan pagi di kelas tersebut. Beberapa orang bahkan langsung merasa tegang.

"DIa dateng ya?" seorang laki-laki yang sedang berbicara dengan ketiga kawannya menoleh ke arah pintu kelas.

"Iya."

"Kevin!" sang ketua kelas, Rafly, langsung menghampiri Kevin. "Udah berapa kali gue bilang sama lo, kalo lo dateng ke kelas dan pintu kelas dalam keadaan tertutup, tolong jangan dibating kaya gitu..." keluhnya.

Kevin menaikkan sebelah alis matanya. "Lagian kenapa juga pintunya pake ditutup segala? Ngehalangin orang mau masuk kelas aja," balasnya.

"Yaa... Aduh! Terserah elo, deh..." Rafly langsung tidak dapat membalas dan memilih mengalah.

Kevin pun lalu menghampiri tempat duduknya, di tempat yang sama dengan keempat cowok tadi sedang berbicara saat Kevin datang tadi. Hafiz, Deno, Yudha, dan Fandy. Keempat cowok yang juga telah menjadi teman dekat Kevin selama beberapa tahun belakangan, tepatnya, sejak mereka semua pertama kali bertemu saat SMP. Sejak itu chemistry yang mereka bangun menjadi kuat.

Mereka semua sama-sama menatap Kevin dalam-dalam begitu ia duduk.

"Apa?" tanya Kevin pada akhirnya.

"Tumben lo dateng agak pagian, bro?" tanya Fandy.

Kevin balik menatap Fandy dalam-dalam. "Bukannya harusnya gue yang nanya begitu sama lo?"

"Ya lo-"

Hafiz, Deno, dan Yudha dengan kompak segera membekap mulut Fandy.

"Udahlah, Fan. Kalo lo mau berdebat sama Kevin, kita bakalan tau kok siapa yang keluar sebagai pemenangnya," kata Deno untuk mencegah debat sengit yang akan terjadi pada dua sahabatnya.

Fandy menepis satu persatu tangan temannya yang membekap mulutnya, lalu menarik nafas panjang. "Iya, deh..."

"Oh ya, bukannya besok Minggu ada acara perkenalan, ya?" tanya Hafiz.

"Gue kira lo mau ngomong 'Hei Tayo'!" celetuk Yudha. Dengan kesal, Hafiz pun menjitaknya. "Aduh, sakit! Lo udah gila?!" protes Yudha kesakitan.

"Perasaan gue cuma ngetok pelan kepala lo, deh. Kenapa lo kesakitan?" heran Hafiz seraya menatap tangannya dan kepala Yudha secara bergantian. "Apa gue punya kekuatan overpower?"

"Gak usah lo pikiran segala, Hafiz. Jelas-jelas Yudha kesakitan karena kepalanya emang lunak, mewakili isinya juga," sahut Fandy.

"Lo bisa gak sih gak usah bahas tentang 'otak'?" Yudha merasa tersinggung.

"Tadi lo bilang acara perkenalan?" Deno mengusap dagunya. "Jujur aja, gue males sama acara yang kaya begituan. Cuma perkenalan, apalagi ada orang tuanya. Bikin tambah bete." keluhnya sembari membuka opini.

"Lo kira cuma lo yang males? Gue juga, tau! Apalagi kalo ada nyokap gue yang ceriwis itu!" ucap Fandy.

Sementara yang lain mulai sibuk membahas acara perkenalan, Kevin masih tetap asyik berkutat dengan buku ekonominya. Sejak ia duduk hingga sekarang, ia telah tiba di bab dua buku paket pelajaran tersebut. Hanya itu yang ia lakukan saat ia merasa tak tertarik pada sesuatu, terlepas bermain ponsel.

"Apa nyokap lo sama ceriwisnya sama Fanny kembaran lo itu?" tanya Hafiz.

"Sebelas dua belas," sahut Fandy.

"Guten morgen, Kevin. Du siehst gut aus." seorang perempuan keturunan Indo-Jerman tiba-tiba datang mendekati dan menyapa Kevin dengan senyum manisnya.

Fandy, Hafiz, Deno dan Yudha sontak bersiul melihat kedatangannya. Perempuan itu adalah Alexandra Monica Kaitlyn, yang mana walaupun masih tergolong sebagai siswa baru, namun sudah berhasil menarik perhatian seluruh siswa di SMA 8 karena parasnya yang luar biasa cantik. Bahkan katanya, di hari pertamanya bersekolah pun dia sudah menolak cinta dari belasan siswa kelas 11 dan 12. Jawaban atas semua penolakan tersebut mudah. Ia hanya mencintai satu orang dan orang itu ada di depan matanya sekarang.

"Pagi juga," balas Kevin sambil menatap Alexa sekilas, sebelum ia kembali asyik dengan buku ekonominya.

"Wah! Kevin?? Lo beneran bales sapaan gue tadi, kan?" Alexa menggigit bibir bawahnya. "Ich verliebe mich in dich."

"Nicht mit mir," balas Kevin dengan segera.

Alexa makin menjadi histeris. "Makasih ya udah mau nemenin cewek biasa kaya gue ngobrol. Dadah, Kevin!" kata Alexa, lalu berjalan keluar kelas.

"Dia mau kemana? Kenapa dia malah keluar? Bukannya bentar lagi kelas dimulai?" heran Yudha sembari menatap Alexa.

"Hebat... Dia masih aja semangat ngejar-ngejar elo, Kev." Hafiz hanya tertawa sepeninggal Alexa.

"Cintanya ke elo gak pernah padam, walaupun udah lo tolak berkali-kali. Lo gak ada niatan gitu buat jadiin dia pacar lo?" tanya Fandy pada Kevin.

"Enggak ada," jawab Kevin.

"Sayang banget... Tapi kalo itu keputusan lo, gue hargai itu. Siapa tau lo bisa nemu cewek yang lebih baik lagi," kata Fandy.

"Semoga," balas Kevin.

"Anak-anak!" seorang wanita bertubuh agak gemuk memasuki kelas dengan ceria. Caranya menyapa murid-murid di kelas 10 IPS A betul-betul mirip dengan sapaan guru TK pada anak muridnya. Ialah Galuh, wali kelas 10 IPS A, kelas Kevin. "Ada hal penting yang mau Bu Galuh umumin!"

"Berisik," keluh Kevin dalam hati. Ia harap seseorang mau mewakilinya untuk membungkam mulut wanita tersebut dan mencari pengganti posisi wali kelas 10 IPS A dengan seseorang yang lebih kalem.

"Anak-anak, berhubung acara MOS telah selesai hampir satu bulan yang lalu, maka kita telah tiba di penghujung acara. Yakni acara perkenalan. Tempat dan waktu menyusul. Oh ya! Dikarenakan dalam acara ini orang tua kalian semua hadir, diharap kalian mampu menjaga sikap. Ingat itu!" kata Galuh panjang lebar. "Terutama kalian, Fandy... Yudha..." lanjutnya seraya melirik dua siswa yang disebutkan namanya tersebut. Sedangkan yang punya nama hanya tertunduk lesu di meja masing-masing.

"Kenapa harus kita lagi yang kena?" lirih Yudha.

"Kan emang lo yang suka bikin gara-gara," sahut Fandy.

"Maka dari itu, saya meminta yang merasa laki-laki untuk mengenakan setelan jas lengkap, sedangkan yang perempuan harap mengenakan gaun," kata Galuh sambil menutup pengumuman. "Baik, mari kita mulai pelajaran hari ini. Kebetulan pelajaran pertama saya yang mengajar, bukan?"

***********

"Eh, liat dong hasil foto waktu acara perkenalan kemaren!" seluruh perempuan di kelas Kevin pagi ini mendadak menjadi ribut.

Para laki-laki? Jangan ditanya. Mereka sama sekali tidak merasa tertarik dengan hal seperti itu. Kecuali beberapa.

"Wah! Bagus-bagus, ya? Buat kalian para cowok, makasih ya? Berkat kalian foto ini bisa jadi kenang-kenangan tak terlupakan sampe besok kalo kita mau lulus nanti."

Para laki-laki kompak berdeham untuk menyahuti ucapan tersebut. Kevin sendiri merasa heran, bagaimana mereka semua bisa kompak melakukannya? Apakah karena didasarkan pada perasaan tertindas dan terpaksa?

"Eh, liat deh! Fotonya Alexa waktu bareng sama Kevin cocok banget, ya? Kayaknya kalian ini jodoh, deh!"

"Iya, mereka cocok banget!"

"Ih, jadi iri..."

Ini dia. Ini dia yang membuat perut Kevin tiba-tiba terasa mulas, bahkan juga perih. Ia harap tak seorangpun mau mencocok-cocokkan ia dan Alexa sebagai pasanngan sempurna. Ia tak tahu alasannya, tapi ia hanya tak menyukai hal itu. Bahkan sejak awalpun tak sedikitpun ia memiliki perasaan terhadap Alexa, yang katanya gadis paling cantik tersebut.

Ia tak pernah mempedulikan perkataan orang-orang yang beranggapan bahwa ia, yang menurut orang-orang memiliki paras yang tampan, sangat cocok berpasangan dengan Alexa, sang gadis paling cantik. Roses do not have to be side by side with other roses to produce a beautiful flower. Pasti suatu saat ia akan menemukan seorang gadis yang berhasil memanahkan panah cinta ke hatinya, dan ia harap ia bisa menemukannya sesegera mungkin.

"Bro, kayaknya omongan si Karina ada benernya deh. Lo gak ada tertarik buat jadian sama Alexa?" tanya Fandy, mengulangi ucapannya beberapa hari lalu.

"Enggak."

"Gue curiga..." Fandy menatap Kevin penuh curiga. "Jangan-jangan lo-"

"ANAK-ANAK! SELAMAT PAGI!" Galuh tiba memasuki kelas dengan seruan hebohnya yang khas. "Ibu ada pengumuman spesial!"

"Pengumuman spesial? Apaan, Bu? Jam sekolah dikurangin dua jam?" tanya Yudha dengan semangat.

"Bukan, yang ini lebih spesial," sahut Galuh. "Hai kalian berdua, ayo masuk. Jangan malu-malu." ucap Galuh pada dua orang di depan kelas.

Sontak, seisi kelas pun menoleh karena merasa penasaran.

"Siapa? Anak baru?"

"Apa mereka mahasiswa dari perguruan tinggi?"

"Siapa yang dateng? Jangan-jangan guru BK."

Semua pertanyaan tersebut terjawab kala dua orang gadis memasuki kelas. Tentu saja dua orang gadis tersebut adalah Mira dan Eva. Mereka akhirnya benar-benar pindah ke ibukota setelah kelulusan SMP mereka.

Dan Kevin sendiri hampir tak berkedip sejak Mira dan Eva memasuki kelas, lebih tepatnya, ia hampir tak berkedip menatap Mira. Ia tersihir oleh kecantikan Mira.

Wajah dengan dagu lancipnya, rambutnya hitam lurus bergelombangnya, hidungnya yang tak terlalu mancung namun juga tak terlalu pesek, kulit kuning langsatnya... Semua begitu nampak mempesona bagi Kevin. Pemandangan indah pertama yang dilihat olehnya sejak memasuki SMA 8 ini, juga perempuan pertama yang pada akhirnya berhasil menabuh hatinya.

"Anak-anak, mereka adalah murid yang berasal dari Jawa," kata Galuh. "Nah kalian, ayo perkenalkan diri kalian." perintah Galuh pada Mira dan Eva.

"Eh Ra, perkenalan diri nih."

"Sekarang?"

"Besok-besok nunggu Dajjal keluar dulu."

"Keburu kiamat dong?"

"Ya itu kamu tau!"

"Halo?" Galuh menginterupsi Mira dan Eva. "Bisa dimulai?"

"Eh, biak! Eh! Maksud saya, baik!" Eva langsung gugup, lalu menatap ke arah siswa 10 IPS A. "Halo, perkenalkan nama saya Evanda Ramiza Geraldina. Biasa dipanggil Eva. Salam kenal."

"Hai Eva!" beberapa murid membalas sapaan Eva.

Eva pun tersenyum puas atas perkenalan singkatnya. "Sekarang giliranmu, Ra."

"A- Aku... A- Aku..." Mira merasa gugup, lalu dengan susah payah berusaha menelan ludahnya. "Nek aku Amira Sylvana Pradika. Saget diceluk Mira. Salam kenal!" Mira yang terlampau gugup, memperkenalkan dirinya dalam bahasa Jawa.

Beberapa anak tertawa mendengar ucapan Mira. Menurut mereka, logat Jawa Mira benar-benar lucu. Kevin sendiri hanya mengerutkan dahi ketika Mira memperkenalkan diri karena ia sama sekali tak dapat memahami apa yang dikatakan oleh Mira. Yang ia tahu hanyalah namanya saja.

"Eh, Ra! Aku kan udah pernah bilang sama kamu, kalo waktu perkenalan jangan pernah pake bahasa Jawa. Anak-anak sini mana ada yang paham sama bahasamu itu?" Eva langsung menceramahi Mira.

"H- Habis aku gugup..." Mira menautkan jarinya dengan linglung.

Galuh pun hanya tertawa. "Kalian berdua ternyata benar-benar unik ya?" katanya di sela-sela tawanya.

"Lain kali, kalo perkenalan lagi, sekalian aja pake bahasa Turki!"

"Nou maar goed dan."

"Loh?? Kamu beneran bisa bahasa Turki?"

"Eh? Emang itu tadi bahasa Turki?"

"Ehem!! Kalian berdua benar-benar unik, ya?" Galuh mengeraskan suaranya setelah sebelumnya merasa diabaikan oleh Mira dan Eva.

"IYA!!" Mira dan Eva langsung latah, sedangkan siswa 10 IPS A yang lain hanya tertawa karena merasa seperti sedang menyaksikan drama komedi secara live.

"Bro." Fandy tiba-tiba membuyarkan lamunan Kevin.

"Apa?" Kevin langsung merasa terkejut.

"Lo kenapa sedari tadi ngeliatin tuh cewek kayak gitu?" tanya Fandy.

"Gue cuma mencoba menghafal wajah mereka berdua. Gak salah, kan?" sahut Kevin.

"Iya, gue tahu. Tapi maksud gue, lo daritadi cuma ngeliatin yang rambutnya digerai gak diiket itu," ucap Fandy yang membuat Kevin kembali terkejut.

Fandy rupanya sadar jika Kevin sedari tadi hanya memperhatikan Mira saja, dan Fandy sungguh dibuat bingung dengan kelakuan teman dekatnya sedari kecil ini. Biasanya perempuan yang betah berlama-lama memandanginya, namun kali ini ia yang betah berlama-lama memandangi seorang perempuan. Meskipun menurut Fandy, Mira memang gadis yang cukup cantik, tapi ia masih cukup terkejut jika gadis itulah yang pada akhirnya berhasil melelehkan hati Kevin.

"Emang... Emang apa salahnya?" Kevin mendadak jadi gugup.

Fandy pun semakin yakin dengan asumsinya. "Udahlah, lagian gue cuma ngerasa gak biasa aja sama lo."

"Udahlah, lupain aja." Kevin langsung mengalihkan pandangannya keluar jendela.

***********

Sudah beranjak beberapa menit sejak bel pulang sekolah, namun Kevin masih tetap di tempatnya sembari menatap Mira. Dari sekian banyak perempuan di kelasnya, hanya Mira dan Evalah yang menghabiskan waktu paling lama saat sedang berkemas-kemas. Mereka terlalu banyak mengobrol, sambil sesekali tertawa terkikik bersama.

Kevin berandai, ialah yang sedang mengobrol dengan Mira. Ia harap, Mira bisa tertawa karenanya. Ia harap, ia bisa menjadi dekat dengan Mira. Andai saja...

"Bro!" Fandy datang mendekati Kevin. "Anak-anak pada mau nongkrong nih di lounge. Lo mau ikut, ga-"

"Fan, gue boleh minta tolong gak?" tanya Kevin pada Fandy.

Keadaan kelas saat ini sudah mulai sepi. Hanya ada beberapa laki-laki, dan perempuan yang tersisa hanyalah Mira dan Eva, yang sampai sekarang masih belum juga selesai berbenah.

"Minta tolong apaan emangnya? Tumben banget, nih," sahut Fandy.

"Lo alihin perhatian Eva, dong. Buat dia ngejauh dari Mira."

"What? Lo serius, bro?" Fandy menatap tak percaya Kevin. "Wah! Gak nyangka gue. Temen gue udah mulai suka main cewek!"

"Lo berisik banget. Jadi lo mau apa enggak? Kalo enggak, gue mau minta tolong Hafiz aja," decak Kevin.

"Tenang, bro. Your request will be fulfilled soon," ujar Fandy dengan senang. Ia pun segera berjalan mendekati Mira dan Eva yang sedang berkemas-kemas.

~~~~~~~~~~~

Hai, aku harap kamu bisa menikmati cerita ini. Untuk melihat cerita ini lebih detail, silahkan kunjungi akun Instagram aku di @bimbim_brblk

See u next time