Chereads / HOLLA / Chapter 7 - 7

Chapter 7 - 7

"Lo cakep banget sih, Kev? Coba aja gue jadi cewek, lo pasti udah gue tembak sekarang juga." Yudha berceletuk.

Pukul sepuluh malam lewat dua belas menit. Sejauh ini semua berjalan baik-baik saja, terkecuali ucapan Yudha. Tak terasa sudah lebih dari satu jam berlalu sejak Kevin dan Fandy meninggalkan acara jamuan.

Kini Kevin berada di kafe, tempat ia dan teman-temannya biasa menghabiskan waktu. Dengan satu pack kartu dan Uno stacko, ia dan yang lainnya menikmati waktu. Hanya saja firasat Kevin menangkap sesuatu yang tak mengenakkan dan ia tak tahu apa itu, oleh karena itu sedari tadi ia terus berharap dengan cemas.

"Lo udah gak ada otak?" Kevin menyahuti ucapan Yudha tadi.

"Gue tau, bro." Fandy berbisik di telinga Kevin. "Yang ada di hati lo itu cuma Mira, kan?"

Jantung Kevin hampir berhenti berdegup saat mendengar ucapan Fandy. "Bacot lo." Kevin membuang mukanya.

"Guys, lo ngerasa ada sesuatu yang aneh gak sih?" tanya Deno tiba-tiba.

"Jadi lo juga ngerasa ada yang aneh?" Kevin segera merespon.

"Iya... Dan menurut gue, datangnya gak lama lagi."

"Gila! Lo berdua bikin gue takut!" Yudha yang sedang asyik dengan kartunya, seketika membanting kartu yang ia pegang. "Kenapa sih? Ada apa??" tanyanya dengan panik.

"Gak ada apa-apa. Palingan juga bentar lagi kafe ini kebakaran," sahut Hafiz dengan santai.

"Tapi-"

"Hai semua!"

Semua menoleh dengan perlahan, seperti sedang memastikan apakah yang menyapa mereka bukan berasal dari dunia lain. Dan apa yang menjadi rasa penasaran sekaligus rasa cemas Kevin terjawab. Sepertinya ia tak akan bisa menikmati malam ini.

"Lo ngapain malem-malem kesini? Bokap-nyokap lo gak nyariin?" tanya Yudha.

"Ih! Enggak lah! Lo kira gue anak TK?" sahut Alexa.

"Gak papa, kan?" Stevia tiba-tiba muncul setelah Alexa. "Kan kita seumuran, jadi wajar kalo kita bisa punya pemikiran buat nongkrong di tempat yang sama."

"Dari seluruh pilihan tempat di Jabodetabek?" cetus Yudha.

"Eh-!?" Stevia seketika tak dapat menjawab. Kemudian muncul Nadia yang datang dengan menggandeng Hanna, dan kemudian Fanny.

"Fan!" Fandy segera menarik tangan Fanny ke pangkuannya. "Lo kok ngajakin mereka kesini, sih?! Gak ada tempat lain?" bisiknya memprotes Fanny.

"Ih! Lo jangan salah paham! Tempat-tempat lain mendadak tutup lebih awal, tau!"

"Mana mungkin? Ini kan malem minggu!"

"Maksud gue, tempat-tempat pilihan gue yang biasanya udah pada tutup."

"Lo nongkrong di mana, sih? Kedai es krim?"

"Guys, kita gabung boleh gak?" tanya Alexa, yang bahkan sudah berancang mengambil duduk di sebelah Kevin.

"Gak! Sana cari tempat lain!" usir Fandy dan Yudha.

"Ya udah yuk, guys!" Fanny segera berdiri dari pangkuan Fandy. "Kita cari tempat lain aja."

Ekspresi Alexa seketika menunjukkan keberatan. "Tapi gue masih mau sama-"

"Lexy, come on. Tempat yang lain juga masih ada kali." Nadia menarik paksa tangan Alexa, karena ia pun merasa tak enak pada para laki-laki, terutama pada Kevin.

"Fan, papa gak nyariin kan?" Fandy berseru pada Fanny.

"Udah deh, Fan. Santai aja," sahut Kevin. "Lagian emang bokap nyokap lo ada waktu buat mikirin anak buangan kaya lo?"

"Hah...?" semua melongo mendengar ucapan Kevin.

"Apa?" Kevin bertanya tidak mengerti.

Yudha menahan tawa dengan tersendat-sendat. "Kev... itu tadi lo ngelawak?"

"Menurut lo?"

"ANJIR! LO RECEH BANGET, KEV!" semua langsung bersorak. Sebetulnya wajar jika semua bereaksi berlebihan saat melihat teman mereka yang jarang berbicara mendadak mengeluarkan perkataan receh seperti tadi.

"Seriusan, bro. Lo mulai receh sekarang," ucap Fandy keki.

"Great change!" puji Yudha seraya mengacungkan dua jempolnya.

"Lo belajar darimana sih?" tanya Hafiz.

"Dari Mira!" Fandy dan Yudha menjawab kompak.

"Bullshit."

***********

"HATCHIII!!"

Eva mengerutkan kening saat melihat Mira mendadak bersin, padahal udara sedang tak terlalu dingin dan tak ada aroma yang menyengat hidung. "Kamu kenapa sih, Ra? Sakit ya?"

Mira mengusap hidungnya yang berair. "Gak tau. Padahal gak ada apa-apa. Jangan-jangan sekarang udah masuk musim penyakit?"

***********

Dua belas kali permainan kartu telah dijalani. Uno stack pun juga sudah roboh lima kali. Entah mengapa Kevin mendadak ingin ke belakang, meskipun ia tak memiliki keinginan untuk buang air.

"Gue ke belakang dulu," kata Kevin seraya beranjak berdiri.

"Hati-hati, ya! Jangan nyasar!" celetuk Yudha. Ia langsung bungkam saat Kevin menjitak kepalanya dengan keras yang menimbulkan bunyi 'TAK', yang membuatnya dipandang dengan iba sekaligus geli dari yang lainnya.

Kevin pun segera pergi ke belakang. Selain itu, sebetulnya ada hal yang membuatnya mendadak ingin segera menjauh dari teman-temannya. Ia pun mengecek ponselnya dan segera tersenyum lebar. Mira sedang online.

Segera saja ia menghubungi nomor gadis tersebut.

"Halo! Trish Stratus disini!"

Kevin terkekeh begitu mendengar suara gadis tersebut. "Najis. Divas gak jadi lo."

"Apa??!! Mentang-mentang mukamu itu cakep gitu, trus seenaknya ngejek orang!"

Kevin tertawa kecil mendengar Mira mengamuk dari seberang telepon. "Lo lagi apa?"

"Hah?? Apa? Aku gak denger kamu ngomong apa!"

"Lo budeg?"

"Pliss ya, aku emang gak denger kamu ngomong apa."

"Lagi apa, Ra?"

"Oooohhh..." Mira ber-oh panjang. "Aku lagi nonton 'I Know What You Did Last Summer'. Seru banget loh nonton ini."

"Gaya lo nonton begituan. Ntar lo gak berani ke kamar mandi."

"Gak papa lah, ketimbang ngelihat drama hidup orang lain."

"Lo bener-bener receh, ya?" Kevin kembali terkekeh.

"Apa?? Kamu butuh recehan?? Oohh... Jadi kamu nelepon aku buat minta uang receh? Maaf, tapi kamunya-"

"Tolong gak usah ngomong lagi."

"Oh ya! Kamu ngapain malem-malem gini nelepon aku? Aku gak punya utang kan sama kamu?" pertanyaan Mira membuat senyum Kevin tak bisa ditahan untuk tidak mengembang.

"Gak kenapa-napa sih. Gue cuma lagi pengen dengerin suara lo aja."

"Haa??" kali ini Kevin yakin jika Mira sedang melongo di seberang telepon. "Dengerin suaraku?? Mbok ya besok aja. Kan besok kita ketemu di sekolah."

"Ra..."

"Ya?"

"Besok itu hari Minggu, Ra. Sekolah libur."

Hening. Tak ada balasan dari Mira. Kevin bahkan sempat curiga jika sambungan telepon sudah berakhir.

"OH IYA!!" Mira tiba-tiba tersentak, membuat Kevin hampir kelepasan membanting handphone-nya. "Untung aja aku belum nyiapin pelajaran buat hari Senin."

"Gaya lo, paling juga lo nyiapin buku pelajaran beberapa menit sebelum berangkat." Kevin berdecak.

"Kok tau...?"

"Cewek kaya lo, mudah ditebak," jelas Kevin. "Ya udah, sana tidur. Gak baik cewek begadang sampe larut."

"Kamu ngomong begitu kayak kamu sendiri gak begadang aja!"

"Kan gue cowok, Ra."

"Yakin?"

"......"

"Iya! Iya deh! Aku kan cuma bercanda! Dadah! Good luck!" Mira tertawa, lalu segera memutus sambungan telepon.

"Yang bener good night, Ra...," desah Kevin setelah sambungan terputus.

Perasaannya kini mendadak menjadi lebih baik setelah berbincang cukup lama dengan Mira, walaupun hanya melalui telepon. Andai ia bisa menjadikannya sebagai teman dekat. Segalanya pasti akan berjalan dengan indah.

Saat tengah menikmati detik-detik penuh kebahagiaannya, segerombol pemotor datang dengan suara mesin berderu kencang. Salah satunya, yang juga adalah seorang pemotor yang memimpin paling depan, berhenti hanya untuk menatap sekilas Kevin. Ia tersenyum miring, namun Kevin membalasnya dengan tatapan datar.

Berikutnya Kevin akan selalu mengingat siapa sosok bajingan tersebut, yang selalu berusaha mengusik hidupnya.

Aditya Ghuna Darmawan...

***********

Jarum jam menunjukkan pukul 23.00 WIB. Sudah setengah jam berlalu sejak Mira mendapat panggilan telepon dari Kevin. Panggilan yang cukup mengejutkannya.

Sialnya juga, tak lama setelah bertelepon dengan Kevin, kampungnya tiba-tiba mengalami pemadaman listrik bergilir. Eva pun bahkan sudah tertidur lelap entah sejak kapan. Ia sendiri, di tengah kegelapan yang hampa di malam yang panas. Sebenarnya tak terlalu hampa juga karena sesekali terdengar suara cicit tikus, tapi Mira berani bersumpah lebih baik ia mendengar suara tawa hantu ketimbang suara cicit tikus.

Disaat seperti ini, Mira sangat ingin kembali berbincang melalui telepon dengan Kevin. Setidaknya suara laki-laki itu mampu memberi sesuatu yang membuat hatinya hangat. Jika saja harapannya terkabul semudah membalikkan telapak tangan.

Bukan. Bukan karena kesulitannya. Sekadar menghubungi nomor telepon Kevin tak membutuhkan perjuangan apapun. Ia hanya bingung harus menjawab apa jika sudah menelepon Kevin, lalu ditanyai 'ada apa?', 'kenapa?' dan lain sebagainya.

"Eva..." Mira mencoba mengetuk pintu kamar Eva.

Suara erangan Eva pun lantas terdengar. "Kalo kamu kesini mau nawarin pinjeman uang lagi, aku bakal gebuk kepalamu pake tongkat baseball Roger Clemens."

Mira berhenti mengetuk-ngetuk pintu kamar Eva saat itu juga. "Kasian Eva... Dia mimpi digerayangi debt collector," gumam Mira.

Tak mengapa. Jika Eva tak bangun, lebih baik ia pergi keluar rumah untuk sekadar mencari angin. Lagipula hawa udara di rumah semakin panas. Lantas ia pun memutuskan segera keluar.

Saat sedang berjalan, ia memikirkan sesuatu. Mengapa orang berkata bahwa Jakarta adalah kota yang tak pernah tidur? Siapa pencetusnya? Nyatanya, kini hanya ia seorang diri yang berjalan keluar rumah saat hampir mendekati tengah malam.

Tiba-tiba ia bertemu dengan seorang penjual nasi goreng. Ia memandang penjual nasi goreng itu dengan heran dan miris. Ia merasa heran, penjual nasi goreng itu tengah memasak nasi goreng, walau ia tak melihat siapa pemesannya. Disisi lain, ia merasa miris karena melihat gerobak penjual nasi goreng tersebut masih penuh dan siapa tahu jika penjual nasi goreng itu tengah memasak untuk dirinya sendiri, untuk sekadar mengganjal perut karena bekerja hingga larut malam.

Merasa iba, akhirnya Mira memutuskan untuk membeli dua bungkus nasi goreng. Untung ia memutuskan untuk membawa sejumlah uang sebelum keluar rumah. Ia akan memesan dua bungkus, satu untuk dirinya dan satu lagi untuk Eva. Meskipun kemungkinan ia akan menghabiskannya seorang diri.

"Pak, nasi gorengnya dua bungkus. Pedes semua, ya," pesan Mira. Namun penjual nasi goreng itu hanya diam saja tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. "Pak? Bapak denger kan omongan saya?"

Tiba-tiba ia mendengar suara motor berhenti, yang membuatnya lantas menoleh. Ia hanya ingin melihat, siapa orang yang memberhentikan motornya tersebut. Namun saat ia menengok kembali, penjual nasi goreng tersebut mendadak lenyap. Lenyap begitu saja tanpa meninggalkan bekas apapun.

Perlahan Mira menoleh kesana kemari. Ia membalikkan badannya dengan pelan-pelan dan mengatur nafasnya agar tetap teratur. Setapak demi setapak ia melangkah, hingga akhirnya ia memutuskan untuk ambil langkah seribu.

BRUAAKKK!!

"Adoh! Siapa ini?!" Mira langsung heboh kala ia menabrak seseorang. "Kevin???!"

"Hm?" Kevin tersenyum. "Gak perlu teriak-teriak gitu juga kan kalo ketemu gue? Udah malem juga, ntar gangguin tetangga."

Sementara Mira masih menatapnya dengan setengah tidak percaya. "K- Kamu beneran Kevin?"

"Ra?" Kevin mengerutkan keningnya. "Lo kenapa sih?"

"A- Anu, Kev..." Mira kembali menengok ke kanan dan kirinya.

"Kenapa?"

"AKU HABIS LIHAT SETAN! BENERAN, KEV! KAYAK YANG DI TV-TV ITU!"

"Setan?"

"IYA!!"

Kevin hanya mengernyit. Ia lalu meletakkan tangannya di kening Mira. Cukup panas. Kevin pun segera berjalan dan mulai mengangkat tubuh Mira.

"K- Kevin?!" Mira tersentak saat ia tiba-tiba digendong oleh Kevin. "Kamu ngapain??" tanyanya dengan panik. Namun sesaat kemudian, ia memilih bungkam. Aroma tubuh Kevin lah yang membuatnya betah. Aroma mint yang sangat enak untuk dicium.

"Kampung lo mati lampu ya, Ra?" tanya Kevin saat menyaksikan kegelapan di kampung Mira. Namun Mira tak menggubrisnya. Ia masih asyik 'menikmati' bau badan Kevin. "Iya, bener. Kayanya lo lagi sakit."

Kevin segera menurunkan Mira begitu telah tiba di depan rumahnya.

"Eh??" Mira tersadar. "Aduh! Kamu gendong aku sampe rumah? Maaf ya, aku keasyikan. EH-!?" Mira menggigit lidahnya begitu menyadari ia sudah keceplosan.

"Lo kenapa sih?" Kevin akhirnya tertawa geli. Rupanya Mira melebihi ekspetasinya.

"Maaf, gak papa." Mira menunduk malu.

"Iya." Kevin menyahut dan tersenyum menatap Mira. Ia lalu kembali menatap sekeliling kampung Mira yang gelap gulita. "Untung aja gue tiba-tiba kepengen ngunjungin lo malem-malem begini. Ya udah, kalo gak ada apa-apa lagi, mending lo tidur." kata Kevin, lalu mulai berbalik untuk meninggalkan Mira.

Baru berjalan sejauh tiga langkah, Kevin tiba-tiba merasa tangannya dicekal. Ia lalu kembali berbalik dan mendapati bahwa Mira lah yang mencekal tangannya. Jantungnya langsung berdegup tak karuan saat ini juga.

Begitu pula dengan Mira. Entah setan mana yang telah merasukinya hingga ia begitu berani menyentuh tangan Kevin. Kini ia tak hanya merasa deg-degan, namun juga bergemetar.

"Kenapa, Ra?"

"HAH?!" Mira tersentak, lalu melepas cekalannya dengan pelan-pelan. "A- Aku takut sendirian. Tolong kamu temenin aku, ya? Soalnya Eva lagi tidur, jadinya aku gak ada temen melek. Aku takut, kalo melek sendirian, aku malah ketemu setan lagi." jelas Mira.

Kevin mengangguk, lalu tersenyum. "Ikut gue, yuk."

"Hah?? Kemana?" tanya Mira.

"Ikut aja." Kevin mengajak Mira untuk pergi.

Sepanjang perjalanan, Mira hanya bisa terdiam untuk tiga alasan. Pertama, ia baru sadar jika hanya kampungnya sajalah yang mengalami pemadaman listrik sehingga hal itu membuatnya menyimpan rasa dendam tersendiri pada perusahaan listrik negara. Kedua, ia canggung. Ketiga, ia baru tersadar jika ia masih mengenakan baju tidur.

Disandingkan dengan penampilan Kevin tentu membuatnya minder. Ia berharap semoga saja Kevin tak membawanya menuju tempat dimana kaum 'kulin' biasa berkumpul. Semoga Kevin tak membawanya ke kafe, club, ataupun gedung pertemuan.

Namun sayangnya harapan Mira tak terkabul.

Tentu saja Kevin membawanya menuju kafe, tempat dimana Kevin dan teman-temannya berkumpul tadi.

"Ayo masuk," ajak Kevin. Namun Mira masih melotot memandang Kevin tak percaya. Mana ada orang yang membawa gelandangan menuju tempat mewah? Bahkan di warung makan sekalipun seorang gelandangan bisa diusir karena penampilannya.

"K- Kevin, aku mau pulang aja ya?"

"Lo? Mau pulang?"

"I- Iya, kayaknya pulang jalan kaki seru deh... Hehe..."

"Ayo masuk." Kevin tak menghiraukan ucapan Mira, dan menyeret tangannya memasuki kafe.

***********

"Kevin kemana sih? Katanya cuma ke belakang, tapi kok gak balik-balik juga?" Hafiz menengok ke arah pintu masuk untuk memastikan keberadaan Kevin.

"Jangan-jangan dia bete gara-gara Alexa dateng, trus akhirnya pulang?" Yudha berspekulasi.

"Gue bakal lebih bete kalo dengar omongan lo."

Semua menoleh ke arah sumber suara dan langsung berbinar-binar.

"Kev, lo darimana a.... ja...?" semua mendadak melongo begitu melihat siapa sosok yang kembali bersama Kevin.

"Eh...?" Fandy tercengang begitu melihat Mira. "Mira?"

"Eh... h- halo..." Mira dengan kikuk menyapa keempat lelaki di hadapannya. Yudha yang tadinya sudah bergairah ingin menggoda Mira, mendadak mengurungkan niatnya karena iba. Bahkan saking gugupnya, Mira tak sadar jika sedari tadi ia tak pernah berjauhan dari Kevin sedikitpun.

"Ra."

"Y- Ya?" Mira meneguk ludahnya sendiri dan menatap Fandy.

"Gak usah gugup gitu, Ra. Gak usah canggung juga. Yang santai aja kalo sama kita. Dan kalo lo juga gak perlu ngerasa takut karena kita semua gak ada yang suka main cewek," kata Fandy seraya tersenyum. "Eh... kecuali beberapa sih." sinis Fandy seraya melirik Yudha.

"Apa maksud lo?! Gue gak kaya gitu juga, kali!" Yudha langsung memprotes Fandy.

Namun sebenarnya ucapan Fandy pada Mira tak ada satupun yang benar. Mira tak gugup, Mira tak canggung, dan Mira tak takut. Ia hanya linglung karena tidak mengenal satupun para lelaki di hadapannya kecuali Kevin. Yang ia tahu hanyalah salah satu dari keempat cowok di depannya ada yang bernama Fandy, tapi ia lupa orangnya yang mana.

"Hai, Kev!" suara sapaan seorang perempuan tiba-tiba terdengar. "Lo mau gak- Loh kok!?" Alexa langsung terkejut saat menjumpai Mira disisi Kevin.

Mira hanya berharap dengan cemas, semoga penyebab Alexa terkejut bukanlah karena keberadaannya.

"Lo Mira, kan?" tanya Alexa.

"I- Iya." Mira menjawab dengan meringis.

"Kok lo bisa ada disini?"

"Gue yang bawa," jelas Kevin dengan menatap langsung mata Alexa.

Alexa sedikit menurunkan garis bibirnya. "Mira, lo bisa pindah tempat duduk gak? Gue mau duduk di sebelah Kevin," pinta Alexa.

"Eh, i- iya. Ini silahkan." Mira bergegas berdiri. Tadinya Kevin hendak mencegah Mira, namun sayangnya Alexa sudah terlanjur duduk di sebelahnya menggantikan Mira.

Mira pun tak tahu harus berbuat apa lagi karena tak ada kursi yang bisa ia duduki sekarang ini.

"Ra, ikut kita aja yuk!" tiba-tiba seseorang menarik tangan Mira dari belakang. Mira tak tahu apakah daya tarik dari tangannya hingga membuat tangannya sering ditarik-tarik orang.

Sejenak, Mira baru tersadar jika yang menarik tangannya adalah Fanny. Ia sempat menghafal nama dan wajahnya karena gadis itu terlalu mencolok dan sering menjadi perhatian banyak orang. Dan Fanny pun membawanya berkumpul bersama ketiga gadis lainnya, yang lagi-lagi tak ia kenali namanya.

Entah berapa lama waktu yang Mira habiskan di kafe. Matanya mulai terasa berat. Rasa mengantuk mulai menyerangnya. Ia ingin tidur. Pasti listrik di rumahnya juga sudah menyala.

Ia heran, bagaimana bisa para gadis di hadapannya begitu kuat menahan kantuk? Malam sudah makin larut, bahkan mulai menjelang pagi, tapi tak ada satupun dari mereka yang tumbang. Mira bahkan mulai berprasangka, jika para gadis di hadapannya adalah putri dari seorang juragan kopi.

Di tengah rasa kantuknya yang makin menjadi dan bahkan hampir membuatnya tumbang, seseorang tiba-tiba menepuk pundaknya.

"Ra." Kevin tersenyum melihat wajah loyo Mira. "Gue anter pulang, yuk."

Mira hanya mengangguk saja. Ia tak lagi memperdulikan rasa canggung. Yang penting ia bisa segera bertemu kembali dengan ranjangnya yang nyaman.

Kevin pun segera mengamit lengan Mira menuju area parkir. Hanya dengan memperhatikannya dari kejauhan, Kevin tahu bahwa Mira tengah menahan rasa kantuknya. Maka dari itu, ia segera berinisiatif untuk mengajak Mira pulang ke rumahnya. Namun diam-diam ada seseorang yang merasa cemburu dan iri dengan Mira.

"Kok Kevin rela sih nganter-jemput Mira kaya gitu?" gusar Alexa. Ia melihat Kevin begitu perhatian pada Mira, gadis yang belum lama dikenalnya itu. Sedangkan ia yang sudah bertahun-tahun mengenal Kevin pun bahkan tak pernah diperlakukan seperti itu oleh Kevin. Ia menduga, pasti Mira bukan gadis biasa.

"Udahlah, gak usah lo pikirin," sahut Fanny. Ia pun sudah lama mengenal Kevin dan Alexa, dan sejauh ini ia tahu bahwa jika ada perempuan lain yang berani mendekati Kevin, maka pasti ia harus berurusan dengan Alexa. Ia hanya berharap semoga Alexa tak melakukan hal yang macam-macam terhadap Mira.

***********

"Makasih ya, Kev."

"Buruan tidur." hanya itu kata yang keluar dari mulut Kevin sesaat sebelum ia pergi meninggalkan Mira.

Entah berapa lama waktu yang Mira habiskan di kafe tadi. Rasanya lama sekali. Mungkin ia tak akan terkejut apabila menyaksikan kalender sudah berganti menjadi tahun '2045'.

"Mira, ya ampun. Syukurlah kamu pulang dengan selamat. Aku pikir kamu diculik," kata Eva dengan secangkir teh di tangannya dan Mira tak melihat sama sekali raut kepanikan di wajah temannya itu.

"Kamu pikir aku diculik, tapi kok kamu masih sempet-sempetnya bikin teh?" tanya Mira keheranan.

"Eh..... itu..... Mau teh?"

***********

Hai, terimakasih untuk yang telah meluangkan waktunya untuk membaca cerita ini. Aku harap kamu menikmati karyaku ini. Kalian juga boleh follow akun Instagram aku di @bimbim_brblk

See u next time!