Chereads / HOLLA / Chapter 5 - 5

Chapter 5 - 5

"SAT! SINI, SAT!"

"Eh?" Satrio menoleh, lalu menemukan bahwa yang menyerukan namanya dengan lantang adalah seorang laki-laki di salah satu meja panjang. Di meja panjang tersebut terdapat empat orang laki-laki.

Mira sudah harap-harap cemas saat ini juga. Ia takut berkenalan. Bagaimana mungkin ia harus kembali mengingat nama orang-orang baru saat ia sedang makan? Ia hanya berharap nama teman-temannya tidak ada yang terlalu sulit untuk diingat. Semoga saja nama mereka sesingkat dan sesimpel Rahmat atau Sukamto. Atau Kevin...

"Ayo duduk disana!" ajak Satrio, lalu berjalan menuju meja itu diikuti oleh Eva, lalu kemudian Mira.

"Wah Sat, mereka berdua kan anak baru itu kan?" tanya salah seorang dari keempat laki-laki tersebut.

"Iya," sahut Satrio. "Mira, Eva, kenalin. Ini Ferry, Rezvan, Rama, dan Gracie." Satrio memperkenalkan teman-temannya.

Kali ini baik Mira maupun Eva langsung dapat mengenali wajah dan nama keempat laki-laki itu dengan mudah. Bahkan dengan sempurna. Seolah mereka sudah pernah bertemu sebelumnya. Mira pun tidak perlu merasa pusing mengingat nama seperti saat berekenalan dengan para perempuan tadi.

"Lo berdua kenapa gak gabung sama cewek-cewek?" tanya Rezvan, orang yang memanggil Satrio tadi, seraya menunjuk ke gerombolan perempuan yang tadi berkenalan dengan Mira dan Eva.

Bagaimana mungkin Mira bisa menjawab jika ia sudah merasa tak betah berteman dengan mereka?

"Ini gara-gara si Mira nih! Aku pikir dia udah jalan ke kantin, tau-taunya malah masih nongkrong nemenin bocah manis ini nyatet!" ujar Eva seraya menunjuk Satrio.

"Ooohh... gue kira lo berdua 'melenceng', makanya dijauhin cewek-cewek lain," celetuk Ferry dan semua pun langsung terbahak.

Mira ikut tertawa. "Emang lucu kalo kita aneh?" tanyanya.

"Iya." Eva ikut mengangguk. "Eh!? Tunggu dulu?? Bukannya cuma kamu yang aneh?" sergahnya tidak suka.

"Sembarangan kamu."

"Jadi kalian-"

"KYAAA!!! MEREKA DATENG!!' para perempuan di kantin mendadak menjerit histeris.

"ADA APA INI? ADA APA???" Mira dan Eva langsung gelagapan.

"Ya ampun ganteng banget..."

"Oh my God! They are so handsome..."

"Mereka malaikat apa manusia, sih?"

"Apa sih? Kok semua cewek mendadak jadi aneh gitu?" Mira masih belum juga memahami situasi saat ini.

"Kaya biasa. Dari awal masuk sampe sekarang juga masih gitu tradisinya. Tiap Kevin, Yudha, Fandy, Hafiz, atau Deno dateng ke kantin, para cewek mendadak jadi histeris sendiri. Mulai dari yang kelas sepuluh, sebelas, bahkan sampe dua belas sekalipun," jelas Ferry. "Bahkan pernah sekali gue mergokin ibu kantin ikut-ikutan teriak."

"Wah! Batagornya enak ya, Va?" ujar Mira takjub setelah mencicip sesendok batagor.

"Ya wajar dong! Harganya lima belas ribu per porsi, sih!"

"Eh, Ra... Lo dengerin gak gue ngomong apaan tadi?" tanya Ferry.

"Eh?! Emang apa?"

"Sabar ya, Fer..." Satrio langsung menenangkan Ferry dengan mengusap-usap punggungnya.

"Lo sebenernya beneran bego atau cuma pura-pura sih, Ra?" keluh Ferry.

***********

"Hai, kamu cakep banget deh hari ini!"

"Ya ampun... lo semua beneran perfect, deh!"

"Kakak-kakak ganteng mau makan apa?"

Sejak Kevin memasuki kantin bersama yang lainnya, terhitung sudah tiga puluh dua sapaan yang ia dengar. Kevin tak yakin jika sapaan-sapaan itu ditujukan untuknya, jadi ia tetap cuek dan terus berjalan. Sedangkan Fandy, Hafiz, Deno, maupun Yudha juga tak ada yang menanggapi sapaan itu. Mereka hanya tersenyum jika 'merasa' sapaan itu ditujukan untuk mereka.

"Hai, Kevin!" Alexa mendadak muncul di hadapan Kevin, membuat jantung Kevin hampir copot saking terkejutnya. "Kok lama banget sih datengnya? Gue udah nungguin lo daritadi."

Perhatian satu kantin tiba-tiba terpusat ke arah Kevin dan Alexa, dan kali ini Kevin yakin jika perhatian itu ditujukan untuknya. Padahal ia hanya ingin makan, tapi mengapa ia harus menghadapi drama seperti ini? Dan kenapa, semua orang terlalu suka memperhatikan kehidupan orang lain?

Mira yang menyaksikan dari kejauhan pun seketika kebingungan menyaksikan seluruh kantin tiba-tiba menjadi hening. "Ini kenapa lagi? Lagi pada mengheningkan cipta, ya?" bisik Mira pada Satrio.

"Ntar juga lo tau sendiri," jawab Satrio sambil berbisik pula.

Mira pun lalu berusaha mencari pusat perhatian dan menemukan bahwa yang menjadi pusat perhatian adalah seorang perempuan blasteran dan Kevin, cowok baik yang mengantarnya beberapa hari lalu.

"Kenapa lo nungguin gue?" tanya Kevin pada Alexa.

"Gue mau ajak lo makan bareng!"

Seluruh orang yang berada di kantin sontak menggigit jari. Mira juga tak tahu mengapa mereka semua harus menggigit jari mereka? Bukankah menggigit makanan yang mereka pesan jauh terasa lebih enak?

"Maaf, tapi gue mau makan sama temen-temen gue."

"But i've waiting for your arrival."

"Lexy, udahlah!" Yudha menengahi Alexa dan Kevin. "Lo gak usah deketin kita lagi."

"Tapi gue cuman deketin Kevin, tau!" balas Alexa.

"Oh ya?" Yudha tertawa kecil. "HOI SEMUA! ADA PUNGUK MERINDUKAN BULAN, NIH!" Yudha tiba-tiba berseru lantang, membuat seisi kantin tertawa terbahak-bahak. Seperti biasa, Mira lagi-lagi tak tahu mengapa dan kenapa semua orang tiba-tiba tertawa. Bahkan tadinya ia pikir Rowan Atkinson tengah datang berkunjung.

"Brengsek lo, Yudh!" Alexa menjadi geram.

"Alexa." Kevin memanggil Alexa dengan pelan. "Maaf, gue belum bisa nerima tawaran makan bareng lo. Hari ini gue cuma mau makan dengan tenang. Please lo bantu gue wujudin keinginan gue itu."

Satu-satunya cara yang bisa Kevin lakukan hanyalah bersabar. Ia tak ingin Alexa menjadi sakit hati dengan penolakannya. Ia harap Alexa bisa menerimanya.

"Oke kalo itu mau kamu, sayang! Kalo gitu Lexy pergi dulu ya?"

"CIEEEE!!" seluruh siswa di kantin bersorak heboh. Kevin sendiri merasa malu seketika.

'Guys, ayo cabut. Gue udah laper," kata Kevin, lalu berjalan menuju sebuah meja kosong.

Oh! Sebenarnya meja itu sengaja dikosongkan supaya Kevin, Fandy, Hafiz, Deno, dan Yudha bisa duduk disana. Mira diam-diam merasa iri. Tadi saja ia, Eva, dan Satrio sempat kesulitan menemukan tempat duduk. Dan sekarang, ia melihat dengan mudahnya Kevin dan teman-temannya mendapat tempat duduk.

"Eh, Ra! Coba liat dia!" Eva mengguncang-guncang tangan Mira.

"Siapa?"

"DIA!" Eva menunjuk Hafiz.

"Iya." Mira menuruti ucapan Eva dan melihat Hafiz. "Kenapa?" katanya, lalu menyedot es teh miliknya.

"Ya ampun... dia cakep banget ya? Pantesan aja tadi diteriakin sama cewek-cewek," ucap Eva dengan pandangan tak lepas dari Hafiz sedikitpun.

"Iya, diteriakin. Udah kayak maling aja," gumam Mira sambil berupaya mengambil es batu untuk ia kunyah.

"Dia emang maling kok."

"Hah?? Jadi beneran??" Mira terkejut.

"Iya, maling..." Eva tersenyum merona. "Maling hatiku..."

"Saya gak kenal dia," ucap Mira, sedangkan yang lain hanya menatap Eva dengan miris.

***********

Kevin terus memperhatikan Mira dari kejauhan sejak tadi. Caranya berinteraksi dengan lawan jenis, caranya tertawa, dan gayanya yang agak brutal, entah kenapa Kevin menyukai semuanya. Andai ia bisa dekat dengannya. Membayangkannya saja sudah membuat Kevin menjadi senang.

"Kev."

"Apa?" Kevin menoleh saat mendengar seseorang memanggilnya.

"Lo gak makan?" Fandy yang rupanya memanggil Kevin.

Kevin lalu menatap nasi gorengnya yang masih utuh. Begitu pula dengan jus alpukatnya. Karena terlalu fokus memperhatikan Mira sampai-sampai ia lupa memperhatikan dirinya sendiri.

"Lo kenapa jadi sering ngelamun sih, bro? Ada masalah?" tanya Fandy.

"Gak ada apa-apa kok," jawab Kevin.

"Ya syukur deh, tapi kalo lo ada masalah, lo tinggal cerita aja ya?" kata Fandy.

"Guys, omong-omong lo semua ada yang berniat ngerjain tugas kimia gak sih?" tanya Deno.

"Yang disuruh bikin kelompok, trus ngerjain soal materi Struktur Atom itu?" tanya Yudha.

"Iya."

"Sorry, gue gak tertarik. Kita anak IPS, bro. Kimia bukan makanan kita," ujar Yudha.

"Itu sih lo aja yang terlalu males," decak Fandy.

"Fan," panggil Deno.

"Apa?" sahut Fandy.

"Keliatannya lo dicariin kembaran lo tuh," kata Deno seraya menunjuk Fanny, saudara kembar Fandy yang sedang berjalan mendekatinya.

"Paliangan juga mau minjem duit," sahut Fandy dengan cuek.

"Fan!" Fanny berseru memanggil Fandy, lalu tiba di hadapan saudara kembarnya dengan ngos-ngosan. "Lo dicariin Papa!"

"Kok tiba-tiba?"

"Gue juga gak tahu. Katanya ada hal penting," kata Fandy. "Oh ya, dan lo juga, Kev."

"Gue?" Kevin mengerutkan keningnya.

"Ayo, bro! Kayaknya ini penting!" ajak Fandy.

"Emang penting dogol!" ketus Fanny.

Kevin kembali menengok ke meja tempat Mira dan yang lainnya duduk tadi. Namun ia tak mendapati lagi Mira disana. Sepertinya gadis itu sudah pergi. Ya sudahlah. Berhasil menatapnya tanpa dipergoki pun sudah memberinya kebahagiaan tersendiri.

"Ayo," kata Kevin pada Fandy dan Fanny, lalu berjalan keluar dari kantin.

***********

"Kamu kenapa, Ra?" tanya Eva saat melihat wajah Mira nampak gelisah.

"Kayaknya aku kebanyakan minum es...," keluh Mira. "Va, temenin ke toilet dong!"

"Adooohhh... masak takut sendirian?"

"Ya enggak... Tapi aku malu diliatin murid-murid sini."

"Ra, baju seragam lo masih lengkap nempel d badan kan?" tanya Ferry.

"Masih. Kecuali dasi," jawab Mira. Ia memang sering, bahkan mungkin juga selalu tak mengenakan dasi di sekolah. Karena ia beralasan, jika mengenakan dasi ia akan merasa kegerahan.

"Nah! Kenapa harus malu? Emang lo telanjang? Tenang aja, murid-murid disini gak pada ngegigit kok!" cetus Ferry.

"Gitu? Masak sih?" Mira menepuk keras pundak Ferry, membuat cowok yang sedang duduk di atas meja tersebut hampir ambruk. "Ya udah, aku ke toilet sendirian aja deh." ucap Mira lalu berjalan mencari kamar mandi terdekat.

"Eh Va, emang dia tahu kamar mandinya ada dimana?" tanya Rezvan pada Eva setelah Mira keluar.

"Eh... kayaknya sih enggak."

***********

"Hei kamu, kesini sebentar!" Mira mendengar suara seseorang setelah ia keluar dari kamar mandi dan hendak kembali menuju kelas. Mira langsung celingak-celinguk mencari keberadaan orang tersebut.

"Hai." rupanya Meyka, guru BK yang memanggil Mira. "Ayo kesini!"

Jantung Mira hampir berhenti bekerja. Keringat dingin langsung membasahi rambutnya. Mendadak ia jadi ingin kembali ke toilet.

Sugesti bahwa ruang BK adalah ruang kematian bagi pelajar masih melekat di dalam dirinya. Jika guru BK memanggil, itu artinya memang sedang ada hukuman yang menanti. Dan Mira harap hukuman tersebut bukanlah hukuman pancung.

"H- Halo, Bu..." Mira menyapa dengan suara bergetar.

"Halo juga," balas Meyka. "Ayo masuk."

"A- Ada apa ya, Bu? Saya kan gak pernah macem-macem selama sekolah disini..." suara Mira langsung memelas.

Namun Meyka hanya mengerutkan keningnya. "Ya yang bilang kamu macem-macem juga siapa? Ibu cuma mau minta tolong ambilkan jurnal absen kelas 10 saja kok."

"Oh! Jadi saya gak jadi dihukum?"

"Buat apa saya menghukum kamu?" heran Meyka. "Kecuali kamu berani menolak permintaan ibu."

"Baik, Bu. Kalo gitu saya kerjakan!" ujar Mira dengan girang. "Eh, omong-omong jurnalnya di mana, Bu?"

"Di luar kelas. Kamu tinggal ngambil-ngambilin aja."

"Oh, ya udah, Bu. Kalo gitu saya ambilin dulu ya, Bu," kata Mira. "Eh, tapi ini kan udah bel masuk, Bu. Gimana kalo nanti saya dimarahin guru gara-gara keluyuran di luar kelas waktu jam pelajaran?"

"Kamu bilang aja kalo kamu lagi dapet tugas dari BK."

"Ooh..." Mira mengangguk. "Kalo gitu saya pergi dulu."

"Makasih ya, ngg... siapa namamu?"

"Mira." Mira menjawab dengan berusaha berekspresi sealim mungkin.

"Ooohh... kalau gitu, makasih Mira."

Sebelum Mira sempat membalas, pintu ruang BK terbuka dan Mira terkejut begitu mendapati siapa yang membukanya.

"Kevin...?"

~~~~~~~~~~~

Hai, terimakasih untuk yang sudah meluangkan waktunya untuk membaca cerita ini. Aku harap kamu menikmati karyaku ini. Kalian juga boleh follow akun Instagram aku di @bimbim_brblk

See u next time!